

TS
indonesiamengajar
Lokasi Kerja Indonesia Mengajar


Jumpa lagi di trit Gerakan Indonesia Mengajar!
Mumpung masih ada kesempatan untuk berbagi dengan agan-agan sekalian, kali ini kita mau cerita-cerita tentang daerah kerja kita nih!
Mumpung masih ada kesempatan untuk berbagi dengan agan-agan sekalian, kali ini kita mau cerita-cerita tentang daerah kerja kita nih!

Nah, seperti terpampang di peta tersebut, daerah kerja kita tersebar di 17 titik kabupaten di Indonesia. Sambung menyambung menjadi satu, dari timur ke barat, utara ke selatan, disitulah para Pengajar Muda bekerja di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang sebetulnya saudara kita semua juga.
Yuk kita lihat lebih dekat mengenai daerah-daerah tersebut!
nb: tapi hari ini kita post sebagian dulu ya gan! bakal ada part II nih..
Yuk kita lihat lebih dekat mengenai daerah-daerah tersebut!

nb: tapi hari ini kita post sebagian dulu ya gan! bakal ada part II nih..
Spoiler for 1. Kabupaten Maluku Tenggara Barat:
Kabupaten Maluku Tenggara Barat!

Daerah penempatan Pengajar Muda di Kab. Maluku Tenggara Barat, lokasinya dapat ditempuh dengan pesawat selama dua jam dari Ambon menuju Saumlaki, ibukota kabupaten ini yang terletak di pulau Yamdena. Sementara, untuk sampai di daerah penempatan, diperlukan perjalanan lanjutan antara 2 – 12 jam dari Saumlaki, dan hampir seluruhnya melalui laut.
Untuk ke beberapa daerah penempatan, transportasi laut hanya tersedia dua kali dalam seminggu dari Saumlaki. Pengajar Muda bertugas di tujuh SD di lima kecamatan dari sepuluh kecamatan yang ada dan terletak di lima pulau yang berbeda. Perjalanan laut antar daerah penempatan akan melewati banyak pulau tak berpenghuni dan pemandangan laut yang luar biasa indahnya. Baru satu daerah penempatan saja yang terjangkau oleh sinyal telepon. Sementara, ketersediaan listrik dengan generator hanya ada pada malam hari.
Daerah penempatan Pengajar Muda berada di pesisir yang bersuhu rata-rata panas. Sebagian besar pekerjaan penduduk di sana adalah sebagai nelayan dan petani rumput laut. Dari lima rumpun bahasa yang ada di Maluku Tenggara Barat, bahasa yang biasa digunakan oleh sebagian besar masyarakat adalah bahasa Indonesia dan bahasa Fordata (bahasa tertua di Kep. Yamdena). Penduduk di Maluku Tenggara Barat berasal dari suku Tanimbar, Molu, Seram, Buton, dan Bugis dengan mayoritas masyarakat beragama Kristen. Masyarakat di Maluku Tenggara Barat sangat terbuka dengan pendatang.
Untuk ke beberapa daerah penempatan, transportasi laut hanya tersedia dua kali dalam seminggu dari Saumlaki. Pengajar Muda bertugas di tujuh SD di lima kecamatan dari sepuluh kecamatan yang ada dan terletak di lima pulau yang berbeda. Perjalanan laut antar daerah penempatan akan melewati banyak pulau tak berpenghuni dan pemandangan laut yang luar biasa indahnya. Baru satu daerah penempatan saja yang terjangkau oleh sinyal telepon. Sementara, ketersediaan listrik dengan generator hanya ada pada malam hari.
Daerah penempatan Pengajar Muda berada di pesisir yang bersuhu rata-rata panas. Sebagian besar pekerjaan penduduk di sana adalah sebagai nelayan dan petani rumput laut. Dari lima rumpun bahasa yang ada di Maluku Tenggara Barat, bahasa yang biasa digunakan oleh sebagian besar masyarakat adalah bahasa Indonesia dan bahasa Fordata (bahasa tertua di Kep. Yamdena). Penduduk di Maluku Tenggara Barat berasal dari suku Tanimbar, Molu, Seram, Buton, dan Bugis dengan mayoritas masyarakat beragama Kristen. Masyarakat di Maluku Tenggara Barat sangat terbuka dengan pendatang.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Disini, kalau sore ke laut itu cari sia-sia. Kok? Sia-sia itu cacing laut yang sembunyi di pasir ketika air surut dan bentuknya mirip fettucini, bisa dibuat sup atau digoreng kering. Manminak! (re: enak)
Spoiler for 2. Kabupaten Bengkalis:
2. Kabupaten Bengkalis!

Bengkalis merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata sekitar 1 - 6,1 meter dari permukaan laut. Sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai, tasik (danau) serta 24 Pulau besar dan kecil. Beberapa di antara pulau besar itu adalah Pulau Rupat (1.524,84 km²) dan Pulau Bengkalis (938,40 km²).
Pengajar Muda Indonesia Mengajar ditempatkan di tiga kecamatan di Bengkalis, antara lain Rupat, Rupat Utara dan Bantan. Rupat Utara dan Rupat terletak di Pulau Rupat yang berada di selat Malaka dan harus ditempuh dari Dumai dengan menggunakan transportasi air. Secara umum kondisi akses jalan di daerah penempatan Pengajar Muda bisa dilalui oleh kendaraan roda dua walaupun jika musim hujan jalanan akan semakin sulit karena lumpur. Sinyal seluler dan listrik sangat terbatas. Listrik biasanya baru ada dari jam 18.00 – 22.00 dan sangat tergantung dari ketersediaan solar.
Kabupaten Bengkalis didiami oleh Suku Melayu, Jawa, dan Tionghoa yang dibagi lagi ke banyak subkultur. Agama mayoritas adalah Islam yang dipeluk oleh Suku Melayu dan Jawa serta agama Budha, Kristen dan Konghucu yang dianut oleh Etnis Tionghoa. Khusus untuk wilayah penempatan Pengajar Muda, mayoritas penduduk adalah Melayu, Jawa dan Suku Akit (bagian dari Etnis Tionghoa-Suku Hokian). Mata pencaharian utama penduduk adalah penyadap karet, sawit dan bertani.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Di pualu rupat (bengkalis), kalau lebaran dan Imlek ngasih angpao ke anak-anak masih pake ringgit malaysia..

Spoiler for 3. Kabupaten Halmahera Selatan:
3. Kabupaten Halmahera Selatan!

Halmahera Selatan terletak di Propinsi Maluku Utara dan merupakan wilayah yang terdiri atas banyak pulau. Ibukota dari Halmahera Selatan adalah Labuha yang terletak di Pulau Bacan yang merupakan pulau terbesar di Halmahera Selatan. Karena wilayahnya yang berpulau-pulau tersebut maka transportasi yang paling penting sekaligus umum digunakan adalah perahu dan kapal umum.
Untuk menuju ke Pulau Bacan, perlu menempuh sekitar 8 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut dari Ternate sampai Pelabuhan Babang. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan angkutan umum selama 30 menit dari Babang ke ibukota Kabupaten Halmahera Selatan, Labuha. Dari Labuha menuju SD penempatan masing-masing diperlukan moda transportasi dan waktu tempuh yang berbeda; bervariasi dengan angkutan umum, ojek, hingga ketinting (perahu motor) sekitar 30 menit hingga 3 jam perjalanan.
Sebagian besar penduduk Halmahera Selatan berasal dari Suku Bacan, Ternate, Makian, Bugis, Tobelo Galela dan Buton. Mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil lainnya beragama Kristen Protestan. Bahasa yang lazim digunakan adalah bahasa Pasar atau Indonesia Pasar dengan logat serta dialek yang tidak jauh berbeda antara suku satu dengan lainnya. Masyarakat Halmahera Selatan cukup terbuka terhadap pendatang namun memiliki karakter yang tegas.

Halmahera Selatan terletak di Propinsi Maluku Utara dan merupakan wilayah yang terdiri atas banyak pulau. Ibukota dari Halmahera Selatan adalah Labuha yang terletak di Pulau Bacan yang merupakan pulau terbesar di Halmahera Selatan. Karena wilayahnya yang berpulau-pulau tersebut maka transportasi yang paling penting sekaligus umum digunakan adalah perahu dan kapal umum.
Untuk menuju ke Pulau Bacan, perlu menempuh sekitar 8 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut dari Ternate sampai Pelabuhan Babang. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan angkutan umum selama 30 menit dari Babang ke ibukota Kabupaten Halmahera Selatan, Labuha. Dari Labuha menuju SD penempatan masing-masing diperlukan moda transportasi dan waktu tempuh yang berbeda; bervariasi dengan angkutan umum, ojek, hingga ketinting (perahu motor) sekitar 30 menit hingga 3 jam perjalanan.
Sebagian besar penduduk Halmahera Selatan berasal dari Suku Bacan, Ternate, Makian, Bugis, Tobelo Galela dan Buton. Mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil lainnya beragama Kristen Protestan. Bahasa yang lazim digunakan adalah bahasa Pasar atau Indonesia Pasar dengan logat serta dialek yang tidak jauh berbeda antara suku satu dengan lainnya. Masyarakat Halmahera Selatan cukup terbuka terhadap pendatang namun memiliki karakter yang tegas.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Di Pulau Mandioli, Halmahera Selatan, seorang anak yang baru saja disunat akan dibawa oleh orang tuanya ke laut untuk berendam di air asin. Mereka percaya, air laut bisa mempercepat proses penyembuhan luka bekas sunatan. Ouch!
Spoiler for 4. Kabupaten Kapuas Hulu:
4. Kabupaten Kapuas Hulu!

Jalan Lintas Kalimantan bukanlah jalan yang mudah. Jalan menuju Kapuas Hulu adalah kombinasi kepiawaian supir menghindari “jebakan” dan “keikhlasan” penumpang terhadap guncangan-guncangan yang melelahkan. Dibutuhkan lebih dari 15 jam dengan kendaraan umum dari ibu kota Kalimantan Barat, Pontianak untuk menuju daerah penempatan di Kapuas Hulu.
Pada musim kemarau, Sungai Kapuas tidak sedalam biasanya. Beberapa sungai sempit yang kerap dijadikan jalan pintas tidak bisa dilewati. Sesekali masih ada yang nekat menembus sungai yang sudah dangkal, namun selalu berakhir dengan mogoknya perahu di tengah sungai. Puncak musim kemarau adalah bulan Juni.
Sebelum ada jalan darat, penduduk setempat tak bisa kemana-mana di bulan itu. Namun, musim kemarau juga menjadi musim terbaik untuk menangkap ikan. Ikan-ikan dari Sungai Kapuas tersebut biasanya dikirim ke Malaysia menggunakan perahu bermesin 40 pk. Ikan Siluk (Arwana) menjadi komoditas utama di Kapuas Hulu selain ikan air tawar konsumsi.
Perjalanan menuju kampung-kampung terdalam di Kapuas Hulu tak pernah membosankan. Semakin kecil sungai yang dilalui maka semakin banyak yang bisa disaksikan. Sebuah kampung di kecamatan Bunut Hilir, Nanga Lauk yang letaknya jauh ke dalam celah sempit Sungai Kapuas menawarkan pemandangan yang seru. Jika beruntung, kita bisa menyaksikan burung Rangkok terbang di atas pohon-pohon, atau burung warna warni yang bahkan mungkin belum pernah dilihat orang kota. Tentu saja, kera ekor panjang, biawak yang melintas, serta suara hewan lainnya mudah kita temui.
Kapuas Hulu adalah kabupaten multi etnis. Suku yang dominan adalah etnis Melayu Kalimantan, Dayak, Tionghoa dan sejumlah kecil pendatang dari Minang. Daerah Putussibau Utara dan Selatan didominasi oleh etnis Tionghoa, Jawa dan Minang yang biasanya menguasai perdagangan. Sementara, etnis Melayu dan Dayak (yang kemudian terbagi lagi menjadi banyak sub suku) banyak mendiami daerah pinggir sungai dan pedalaman.
Sebagai daerah yang multi etnis dan multi agama, Kapuas Hulu yang letaknya ribuan kilometer dari ibukota negara ini justru menampilkan wajah keberagaman yang menyejukkan. Masjid dan gereja kadang berdekatan, bukan hanya di wilayah Putussibau yang ramai, namun di sejumlah kampung-kampung lainnya.

Jalan Lintas Kalimantan bukanlah jalan yang mudah. Jalan menuju Kapuas Hulu adalah kombinasi kepiawaian supir menghindari “jebakan” dan “keikhlasan” penumpang terhadap guncangan-guncangan yang melelahkan. Dibutuhkan lebih dari 15 jam dengan kendaraan umum dari ibu kota Kalimantan Barat, Pontianak untuk menuju daerah penempatan di Kapuas Hulu.
Pada musim kemarau, Sungai Kapuas tidak sedalam biasanya. Beberapa sungai sempit yang kerap dijadikan jalan pintas tidak bisa dilewati. Sesekali masih ada yang nekat menembus sungai yang sudah dangkal, namun selalu berakhir dengan mogoknya perahu di tengah sungai. Puncak musim kemarau adalah bulan Juni.
Sebelum ada jalan darat, penduduk setempat tak bisa kemana-mana di bulan itu. Namun, musim kemarau juga menjadi musim terbaik untuk menangkap ikan. Ikan-ikan dari Sungai Kapuas tersebut biasanya dikirim ke Malaysia menggunakan perahu bermesin 40 pk. Ikan Siluk (Arwana) menjadi komoditas utama di Kapuas Hulu selain ikan air tawar konsumsi.
Perjalanan menuju kampung-kampung terdalam di Kapuas Hulu tak pernah membosankan. Semakin kecil sungai yang dilalui maka semakin banyak yang bisa disaksikan. Sebuah kampung di kecamatan Bunut Hilir, Nanga Lauk yang letaknya jauh ke dalam celah sempit Sungai Kapuas menawarkan pemandangan yang seru. Jika beruntung, kita bisa menyaksikan burung Rangkok terbang di atas pohon-pohon, atau burung warna warni yang bahkan mungkin belum pernah dilihat orang kota. Tentu saja, kera ekor panjang, biawak yang melintas, serta suara hewan lainnya mudah kita temui.
Kapuas Hulu adalah kabupaten multi etnis. Suku yang dominan adalah etnis Melayu Kalimantan, Dayak, Tionghoa dan sejumlah kecil pendatang dari Minang. Daerah Putussibau Utara dan Selatan didominasi oleh etnis Tionghoa, Jawa dan Minang yang biasanya menguasai perdagangan. Sementara, etnis Melayu dan Dayak (yang kemudian terbagi lagi menjadi banyak sub suku) banyak mendiami daerah pinggir sungai dan pedalaman.
Sebagai daerah yang multi etnis dan multi agama, Kapuas Hulu yang letaknya ribuan kilometer dari ibukota negara ini justru menampilkan wajah keberagaman yang menyejukkan. Masjid dan gereja kadang berdekatan, bukan hanya di wilayah Putussibau yang ramai, namun di sejumlah kampung-kampung lainnya.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Bermain di alam selalu menyenangkan, anak anak di desa paling Hulu ini menggunakan drum plastik yang biasa digunakan untuk mengisi BBM untuk bermain "arung jeram". Drum tersebut dibelah menjadi dua secara vertikal lalu si anak duduk di dalam drum tersebut sambil meluncur mengikuti arus Sungai Aso, salah satu cabang dari Sungai Kapuas.
Bermain di alam selalu menyenangkan, anak anak di desa paling Hulu ini menggunakan drum plastik yang biasa digunakan untuk mengisi BBM untuk bermain "arung jeram". Drum tersebut dibelah menjadi dua secara vertikal lalu si anak duduk di dalam drum tersebut sambil meluncur mengikuti arus Sungai Aso, salah satu cabang dari Sungai Kapuas.
Spoiler for 5. Kabupaten Paser:
5. Kabupaten Paser!

Kabupaten Paser atau sebelumnya dikenal dengan sebutan Pasir merupakan kabupaten paling selatan di Kalimantan Timur. Wilayah penempatan Pengajar Muda terletak di tiga kecamatan yakni Tanah Grogot, Paser Belengkong dan Tanjung Harapan. Tiga kecamatan terbagi dalam dua topografi berbeda; darat dan pesisir. Wilayah pesisir (Kecamatan Tanah Grogot dan Tanjung Harapan) terletak di pinggir pantai dengan mata pencaharian utama penduduk adalah nelayan. Rumah-rumah di pesisir dibangun di atas pancang kayu yang tinggi guna mengantisipasi jika air pasang.
Di wilayah darat (Kecamatan Paser Belengkong), beberapa wilayah Pengajar Muda dilewati oleh Sungai Kandilo, sungai terpanjang kedua di Paser setelah Sungai Pasir, dan menggunakan perahu dalam kegiatan sehari-hari sedangkan beberapa wilayah lainnya bisa dilalui kendaraan roda dengan keadaan jalan yang terbatas. Sinyal dan listrik sangat terbatas, baik di darat dan pesisir dan biasanya listrik baru tersedia dari pukul 18.00 – 22.00 tergantung dari ketersediaan bahan bakar.
Kabupaten Paser dihuni oleh berbagai suku seperti Paser, Bugis, Jawa, Bajo, Banjar dan Madura. Suku asli adalah Suku Paser sedangkan Suku Bugis dan Bajo merupakan suku pendatang yang biasanya bekerja sebagai nelayan. Suku Jawa merupakan transmigran yang banyak bekerja di bagian perkebunan dan pertanian.
Hubungan antar suku cukup baik walaupun dalam skala kecil masih terdapat konflik-konflik yang biasanya tidak terlalu serius. Mayoritas penduduk Paser beragama Islam dan secara simbolik ditampilkan dalam busana dan acara-acara formal. Karakter masyarakat di bagian pesisir biasanya keras dan agak menutup diri terutama kepada pendatang.

Kabupaten Paser atau sebelumnya dikenal dengan sebutan Pasir merupakan kabupaten paling selatan di Kalimantan Timur. Wilayah penempatan Pengajar Muda terletak di tiga kecamatan yakni Tanah Grogot, Paser Belengkong dan Tanjung Harapan. Tiga kecamatan terbagi dalam dua topografi berbeda; darat dan pesisir. Wilayah pesisir (Kecamatan Tanah Grogot dan Tanjung Harapan) terletak di pinggir pantai dengan mata pencaharian utama penduduk adalah nelayan. Rumah-rumah di pesisir dibangun di atas pancang kayu yang tinggi guna mengantisipasi jika air pasang.
Di wilayah darat (Kecamatan Paser Belengkong), beberapa wilayah Pengajar Muda dilewati oleh Sungai Kandilo, sungai terpanjang kedua di Paser setelah Sungai Pasir, dan menggunakan perahu dalam kegiatan sehari-hari sedangkan beberapa wilayah lainnya bisa dilalui kendaraan roda dengan keadaan jalan yang terbatas. Sinyal dan listrik sangat terbatas, baik di darat dan pesisir dan biasanya listrik baru tersedia dari pukul 18.00 – 22.00 tergantung dari ketersediaan bahan bakar.
Kabupaten Paser dihuni oleh berbagai suku seperti Paser, Bugis, Jawa, Bajo, Banjar dan Madura. Suku asli adalah Suku Paser sedangkan Suku Bugis dan Bajo merupakan suku pendatang yang biasanya bekerja sebagai nelayan. Suku Jawa merupakan transmigran yang banyak bekerja di bagian perkebunan dan pertanian.
Hubungan antar suku cukup baik walaupun dalam skala kecil masih terdapat konflik-konflik yang biasanya tidak terlalu serius. Mayoritas penduduk Paser beragama Islam dan secara simbolik ditampilkan dalam busana dan acara-acara formal. Karakter masyarakat di bagian pesisir biasanya keras dan agak menutup diri terutama kepada pendatang.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Di Labuangkallo, Paser, murid2nya memakai bedak dingin ke sekolah alasannya biar ngga hitam. Beneran jadi putih banget, ada yang kuning juga.
Di Labuangkallo, Paser, murid2nya memakai bedak dingin ke sekolah alasannya biar ngga hitam. Beneran jadi putih banget, ada yang kuning juga.
Spoiler for 6. Kabupaten Banggai:
6. Kabupaten Banggai!

Kabupaten Banggai yang terletak di Propinsi Sulawesi Tengah ini, merupakan daerah penempatan baru untuk penugasan Pengajar Muda Indonesia Mengajar per tahun 2012. Banggai dengan ibukotanya, Luwuk, memiliki luas 9.672 km² dan memiliki penduduk lebih kurang 332.872 jiwa. Sebelum dipecah menjadi dua kabupaten, Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan adalah satu kabupaten yang merupakan bekas wilayah dari Kerajaan Banggai yang sudah dikenal sejak abad 13 Masehi.
Di sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Tomini, sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banggai Kepulauan, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tojo Una-Una dan Morowali.
Untuk menuju wilayah penempatan, dipergunakan pesawat dengan rute Jakarta – Luwuk dengan waktu tempuh 4 jam. Kemudian dari Luwuk ke desa masing-masing, diperlukan waktu 1 - 4 jam menggunakan mobil.
Mayoritas penduduk Banggai beragama Islam, yang terdiri dari suku Saluan, Ta, Bajo, serta suku lain seperti Jawa dan Bugis. Namun ada juga penduduk yang beragama lainnya seperti Kristen dan Hindu terutama di daerah transmigrasi. Sebagian besar warganya memiliki mata pencaharian sebagai penggarap kebun maupun nelayan.

Kabupaten Banggai yang terletak di Propinsi Sulawesi Tengah ini, merupakan daerah penempatan baru untuk penugasan Pengajar Muda Indonesia Mengajar per tahun 2012. Banggai dengan ibukotanya, Luwuk, memiliki luas 9.672 km² dan memiliki penduduk lebih kurang 332.872 jiwa. Sebelum dipecah menjadi dua kabupaten, Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan adalah satu kabupaten yang merupakan bekas wilayah dari Kerajaan Banggai yang sudah dikenal sejak abad 13 Masehi.
Di sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Tomini, sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banggai Kepulauan, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tojo Una-Una dan Morowali.
Untuk menuju wilayah penempatan, dipergunakan pesawat dengan rute Jakarta – Luwuk dengan waktu tempuh 4 jam. Kemudian dari Luwuk ke desa masing-masing, diperlukan waktu 1 - 4 jam menggunakan mobil.
Mayoritas penduduk Banggai beragama Islam, yang terdiri dari suku Saluan, Ta, Bajo, serta suku lain seperti Jawa dan Bugis. Namun ada juga penduduk yang beragama lainnya seperti Kristen dan Hindu terutama di daerah transmigrasi. Sebagian besar warganya memiliki mata pencaharian sebagai penggarap kebun maupun nelayan.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Di daerah Banggai, Sulawesi Tengah, terdapat sebuah tari persahabatan yang dikenal dengan “dero/badero”. Saat melakukan dero, semua orang saling berpegangan tangan membentuk lingkaran dengan gerakan melenggak-lenggokkan pinggul, tangan, dan kaki secara repetitif – diiringi lagu dengan beat dan hentakan yang menggoyang.
Saat melakukan tarian ini, siapa pun boleh masuk ke dalam lingkaran dengan cara langsung menyelipkan diri dan menggenggam tangan orang di sebelah kanan dan kirinya. Tak ada cerita seseorang ditolak saat masuk ke dalam lingkaran. Hal ini sesungguhnya menggambarkan kearifan lokal masyarakat Sulawesi Tengah yang menjunjung tinggi persaudaraan di atas perbedaan.
Menyaksikan dero buat saya adalah sebuah keasyikan tersendiri. Kombinasi musik, gerakan, tawa canda, dan hawa persaudaraannya sangat kental terasa.
Saya sering “dipaksa” untuk bergabung ke dalam lingkaran, meskipun pada akhirnya saya sering melakukan kesalahan gerakan dan dengan sukses menginjak kaki orang di sebelah saya hingga menghancurkan keharmonisan tarian, hahaha.
Dero acapkali dilakukan di setiap pesta (istilah masyarakat di sana untuk setiap jenis perayaan: mulai dari khitanan, syukuran, sampai pesta pernikahan). Tapi yang paling menarik tentunya adalah fakta bahwa masyarakat di Banggai kuat melakukan dero hingga pagi! Saya biasanya akan pamit pulang lebih dulu karena sudah lebih dulu ‘terkapar”.
Demikian juga saat saya merayakan tahun baru kecil-kecilan dengan acara bakar jagung di halaman sekolah bersama murid-murid tercinta. Kami badero dengan semangat menunggu pukul 12 malam. Tapi baru setengah jam, saya sudah tersengal-sengal dan akhirnya memutuskan untuk mengambil tugas membakar jagung saja. Sementara murid-murid cilik saya? Mereka badero nonstop selama 4 jam!
Di daerah Banggai, Sulawesi Tengah, terdapat sebuah tari persahabatan yang dikenal dengan “dero/badero”. Saat melakukan dero, semua orang saling berpegangan tangan membentuk lingkaran dengan gerakan melenggak-lenggokkan pinggul, tangan, dan kaki secara repetitif – diiringi lagu dengan beat dan hentakan yang menggoyang.
Saat melakukan tarian ini, siapa pun boleh masuk ke dalam lingkaran dengan cara langsung menyelipkan diri dan menggenggam tangan orang di sebelah kanan dan kirinya. Tak ada cerita seseorang ditolak saat masuk ke dalam lingkaran. Hal ini sesungguhnya menggambarkan kearifan lokal masyarakat Sulawesi Tengah yang menjunjung tinggi persaudaraan di atas perbedaan.
Menyaksikan dero buat saya adalah sebuah keasyikan tersendiri. Kombinasi musik, gerakan, tawa canda, dan hawa persaudaraannya sangat kental terasa.
Saya sering “dipaksa” untuk bergabung ke dalam lingkaran, meskipun pada akhirnya saya sering melakukan kesalahan gerakan dan dengan sukses menginjak kaki orang di sebelah saya hingga menghancurkan keharmonisan tarian, hahaha.
Dero acapkali dilakukan di setiap pesta (istilah masyarakat di sana untuk setiap jenis perayaan: mulai dari khitanan, syukuran, sampai pesta pernikahan). Tapi yang paling menarik tentunya adalah fakta bahwa masyarakat di Banggai kuat melakukan dero hingga pagi! Saya biasanya akan pamit pulang lebih dulu karena sudah lebih dulu ‘terkapar”.
Demikian juga saat saya merayakan tahun baru kecil-kecilan dengan acara bakar jagung di halaman sekolah bersama murid-murid tercinta. Kami badero dengan semangat menunggu pukul 12 malam. Tapi baru setengah jam, saya sudah tersengal-sengal dan akhirnya memutuskan untuk mengambil tugas membakar jagung saja. Sementara murid-murid cilik saya? Mereka badero nonstop selama 4 jam!
Spoiler for 7. Kabupaten Fakfak:
7. Kabupaten Fakfak!

Kabupaten Fakfak terletak di Propinsi Papua Barat. Perjalanan menuju kabupaten ini dapat ditempuh dengan menggunakan pesawat yang memakan waktu selama 5 jam 40 menit dari bandara Soekarno-Hatt, Jakarta.
Daerah penugasan Pengajar Muda di Kabupaten Fakfak berada di tujuh distrik yang tersebar di daerah perbukitan maupun pesisir. Daerah penempatan yang berupa perbukitan dapat ditempuh dalam waktu dua hingga lima jam perjalanan dengan menggunakan angkutan kota ataupun truk. Sementara, daerah penempatan yang berupa berupa pesisir dapat ditempuh dengan ‘long boat’ selama dua hingga lima jam.
Sebagian besar penduduk Kabupaten Fakfak berkebun (pala) dan menjadi nelayan. Listrik di hampir seluruh daerah di Kabupaten Fakfak hanya didukung oleh adanya generator berjumlah terbatas dari masing-masing keluarga yang hanya dapat dinyalakan pada pukul 19.00 – 00.00 WIT saja.
Di hampir seluruh distrik penempatan tidak tersedia sinyal telepon, hanya di distrik Fakfak Barat (Siboru) yang tersedia sinyal beberapa provider GSM di titik-titik bukit tertentu.
Mayoritas penduduk kabupaten Fakfak yang menjadi daerah penempatan PM beragama Islam. Ada dua distrik yang mayoritas penduduknya Kristen Protestan.
Suku yang mendiami daerah penempatan PM di sini adalah Baham, Iha, Maluku dan Jawa. Mayoritas penduduk di daerah ini sudah menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-sehari, namun ada beberapa distrik yang masih menggunakan bahasa suku mereka sendiri seperti : Baham, Iha, Arguni maupun Karas.

Kabupaten Fakfak terletak di Propinsi Papua Barat. Perjalanan menuju kabupaten ini dapat ditempuh dengan menggunakan pesawat yang memakan waktu selama 5 jam 40 menit dari bandara Soekarno-Hatt, Jakarta.
Daerah penugasan Pengajar Muda di Kabupaten Fakfak berada di tujuh distrik yang tersebar di daerah perbukitan maupun pesisir. Daerah penempatan yang berupa perbukitan dapat ditempuh dalam waktu dua hingga lima jam perjalanan dengan menggunakan angkutan kota ataupun truk. Sementara, daerah penempatan yang berupa berupa pesisir dapat ditempuh dengan ‘long boat’ selama dua hingga lima jam.
Sebagian besar penduduk Kabupaten Fakfak berkebun (pala) dan menjadi nelayan. Listrik di hampir seluruh daerah di Kabupaten Fakfak hanya didukung oleh adanya generator berjumlah terbatas dari masing-masing keluarga yang hanya dapat dinyalakan pada pukul 19.00 – 00.00 WIT saja.
Di hampir seluruh distrik penempatan tidak tersedia sinyal telepon, hanya di distrik Fakfak Barat (Siboru) yang tersedia sinyal beberapa provider GSM di titik-titik bukit tertentu.
Mayoritas penduduk kabupaten Fakfak yang menjadi daerah penempatan PM beragama Islam. Ada dua distrik yang mayoritas penduduknya Kristen Protestan.
Suku yang mendiami daerah penempatan PM di sini adalah Baham, Iha, Maluku dan Jawa. Mayoritas penduduk di daerah ini sudah menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-sehari, namun ada beberapa distrik yang masih menggunakan bahasa suku mereka sendiri seperti : Baham, Iha, Arguni maupun Karas.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Bagi anak-anak Kampung Siboru (Fakfak), WILL SMITH (dan artis berkulit hitam lainnya) adalah putra Papua yang pintar bahasa inggris lalu jadi artis dan terkenal.
Bagi anak-anak Kampung Siboru (Fakfak), WILL SMITH (dan artis berkulit hitam lainnya) adalah putra Papua yang pintar bahasa inggris lalu jadi artis dan terkenal.
Spoiler for 8. Kabupaten Rote Ndao:
8. Kabupaten Rote Ndao!

Kabupaten yang terletak di Nusa Tenggara Timur ini merupakan kabupaten paling selatan di Indonesia. Untuk mencapai Rote Ndao dari Jakarta bisa menggunakan pesawat terbang dengan rute Jakarta - Kupang dan dilanjutkan dengan penyeberangan kapal cepat dari Kupang menuju Rote Ndao.
Ibukota Rote Ndao ada di Lobalain dengan Jln. Ba'a sebagai pusat keramaian utama. Rote Ndao memiliki 8 kecamatan yakni: Rote Barat, Rote Timur, Rote Tengah, Rote Barat Daya, Rote Barat Laut, Rote Selatan, Pantai Baru dan Lobalain.
Pengajar Muda diterjunkan hampir ke semua kecamatan. Untuk mencapai sekolah-sekolah di kecamatan-kecamatan tersebut dibutuhkan waktu sekitar satu hingga tiga jam lewat jalur darat, sebagian bisa ditempuh hanya dengan kendaraan roda dua.
Rote Ndao memiliki topografi yang eksotis dengan wilayah pesisir yang bersandingan dengan kawasan pantai. Sebagian besar masyarakat Rote Ndao berasal dari Suku Rote yang menggunakan bahasa Rote sebagai bahasa sehari-hari. Agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Rote adalah Kristen dan sebagian beragama Islam yang menempati ibu kota kabupaten.
Rote Ndao memiliki tanah yang termasuk subur jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur. Mata pencaharian utama penduduk Rote Ndao adalah petani.

Kabupaten yang terletak di Nusa Tenggara Timur ini merupakan kabupaten paling selatan di Indonesia. Untuk mencapai Rote Ndao dari Jakarta bisa menggunakan pesawat terbang dengan rute Jakarta - Kupang dan dilanjutkan dengan penyeberangan kapal cepat dari Kupang menuju Rote Ndao.
Ibukota Rote Ndao ada di Lobalain dengan Jln. Ba'a sebagai pusat keramaian utama. Rote Ndao memiliki 8 kecamatan yakni: Rote Barat, Rote Timur, Rote Tengah, Rote Barat Daya, Rote Barat Laut, Rote Selatan, Pantai Baru dan Lobalain.
Pengajar Muda diterjunkan hampir ke semua kecamatan. Untuk mencapai sekolah-sekolah di kecamatan-kecamatan tersebut dibutuhkan waktu sekitar satu hingga tiga jam lewat jalur darat, sebagian bisa ditempuh hanya dengan kendaraan roda dua.
Rote Ndao memiliki topografi yang eksotis dengan wilayah pesisir yang bersandingan dengan kawasan pantai. Sebagian besar masyarakat Rote Ndao berasal dari Suku Rote yang menggunakan bahasa Rote sebagai bahasa sehari-hari. Agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Rote adalah Kristen dan sebagian beragama Islam yang menempati ibu kota kabupaten.
Rote Ndao memiliki tanah yang termasuk subur jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur. Mata pencaharian utama penduduk Rote Ndao adalah petani.
Spoiler for Fun Fact!:
Fun Fact!
Di Rote, kalau ketemu orang kita biasa beri salam dengan "cium hidung", yaitu saling menempelkan ujung hidung masing2. Selamat yg hidung pesek
Di Rote, kalau ketemu orang kita biasa beri salam dengan "cium hidung", yaitu saling menempelkan ujung hidung masing2. Selamat yg hidung pesek

Gimana gan? seru & menantang kan untuk kita-kita yang punya semangat '45 ini?
Stay tune ya untuk kelanjutan cerita dari daerah kerja kami!!
Adios!!!
Stay tune ya untuk kelanjutan cerita dari daerah kerja kami!!
Adios!!!

Diubah oleh indonesiamengajar 18-03-2015 10:25


tata604 memberi reputasi
1
7.7K
Kutip
30
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan