Pemerintah diminta menyikapi serius adanya dugaan mafia rumah sakit dan oknum dokter atau tenaga medis yang me-mark up biaya rumah sakit dan biaya obat-obatan. Desakan ini dilontarkan Direktur Eksekutif Jamkes Watch Iswan Abdullah, terkait kerugian yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Hal ini harusnya disikapi secara serius oleh pemerintah," kata Iswan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (4/3).

Menurut Iswan, adanya dugaan mafia rumah sakit dan oknum dokter atau tenaga medis yang me-mark up biaya rumah sakit dan biaya obat-obatan telah berlangsung lama.

"Banyak kasus terkait jasa dokter spesialis di mark up setinggi langit sehingga modus ini membuat biaya Rumah Sakit menjadi selangit melebihi biaya yang telah diatur dalam Permenkes No 59 tahun 2014," ungkap Iswan.

Iswan mengatakan, mafia kedokteran ini sangat merugikan masyarakat, sebab tingginya biaya pengobatan yang membuat masyarakat hanya dapat pasrah.

"Mafia kedokteran ini selalu seenaknya menetapkan tarif pengobatan setiap pasien. Mereka tidak peduli apakah pasien itu sanggup atau tidak membayarnya. Ini sangat merugikan," cetus Iswan.

Iswan juga meminta pemerintah untuk serius menangani adanya permainan mafia obat - obatan. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah merevitalisasi BUMN produsen obat-obatan sehingga harga obat bisa menjadi lebih murah dan bisa melawan komersialisasi harga obat-obatan yang sudah sangat gila dan keterlaluan.

"Untuk obat di luar negeri seharga Rp10.000, setelah masuk Indonesia bisa menjadi Rp100.000 bahkan di negara asalnya tak dipakai atau tak laku," ungkapnya.

Dampak dari mafia obat, tambah Iswan, adalah jebolnya biaya pengobatan sehingga BPJS Kesehatan harus mendapatkan dana tambahan dari APBN-P 2015 sebesar Rp5 triliun.

"Karenanya BPJS Kesehatan juga harus lebih ketat mengawasi klinik dan RS yang melakukan mark up," tandasnya.

Sumur

Semoga semua-semuanya semakin jauh lebih baik lagi