Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kakfaruqAvatar border
TS
kakfaruq
Rumah sakit galau
"Banyak yang berbicara tentang hal ihwal wanita.Konon mencintai wanita terlalu dalam adalah ujian hidup yang pedih..."-Imam As-Syafi'i


Sejam yang lalu, jari-jemariku masih riang gembira menari-nari di atas keyboard empukku ini, menumpahkan segala analisis mengenai politik luar negeri Indonesia dan kebijakan-kebijakannya. Begitu masuk ke paragraf empat. Tiba-tiba jariku mogok, menolak segala apa yang aku perintahkan, menolak untuk diayunkan bersamaan dg Murattal At-Taubah yang sedang aku putar. Ayat-ayat yang dilantunkan oleh Al-Ghomidy ini masih terdengar nyaring dengan tajwidnya yang fasih. Sementara pikiranku… Sementara pikiranku sekarang putus dibelah oleh perasaan yang campur aduk.


Ya tuhan, apa gunanya kalimat-kalimat indah dengan font yang elok di papan hitam ini. Satu bulan yang lalu aku memang sempat menuliskan kalimat-kalimat motivasi untuk menyemangati diriku sendiri. Namun sekarang tidak lebih dari hiasan yang kutaruh di sudut kamar belaka. Jari-jemariku sekarang berhenti, pikiranku sekarang macet. Dan bahkan, sekarang mataku menatap dengan kosong 4 kata yang kutulis dengan huruf hijaiyah, dimana aku memang sengaja menulisnya dengan tebal-tebal. “Usaha, Doa, Ikhtiyar, Tawakkal”. Itulah mereka, ramuan ajaib bagi perindu sukses, ramuan ajaib yang selalu dinasehatkan oleh para kyai, ustad, dan guru-guru kita. Namun sayang, 4 kata tersebut hanya menjadi hiasan saja. Aku belum merasakan gairah dan semangat yang mengalir dalam diriku saat itu.
Akupun memutuskan untuk berhenti menulis sejenak dan melangkah dengan pasti ke tiap-tiap tangga untuk naik ke lantai 2 diatas rumah. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 17.20 sore, sejurus kemudian kuambil handphone pemberian ibuku. Samsung champ mini warna coklat tanpa tutup baterai. Usang memang, namun ini adalah sesuatu yang berharga bagiku. Tak lupa kuputar dengan keras lagu Motohiro Hata-Himawari No Yakusoku yang menjadi ending soundtrack Stand By Me Doraemon. Lagu ini memiliki lirik dan irama yang sedih, pas sekali jika kuputar sore ini, pikirku dalam hati.
Kulihat langit senja begitu indah, awan-awan berbaris rapi dibalut cahaya kuning yang begitu mempesona. Kini matahari melambai-lambai penuh suka cita. Ia terbenam di ufuk barat, diantara pepohonan mlinjo yang tinggi nan lebat. Dan bulanpun mulai nampak dengan malu-malunya. Detik demi detik, menit demi menit tarasa begitu sempurna. Ahh… Beginikah rasanya kelak disurga? Dug dug dug, bedug adzan maghribpun dipukul. Singkat cerita usai membaca Al-Qur’an aku berniat melanjutkan tulisan tadi. Berharap jari-jemariku kembali menari dengan ide-ide untuk menyelesaikannya. Ya tuhan, bukan hanya jariku yang tak mau bergerak, bahkan aku sekarang merasa muak untuk menulis. Apa yang terjadi?
Memang sebenarnya akhir-akhir ini aku merasa kesal dengan diriku sendiri. Aku merasa kesal dengan beberapa masalah akhir-akhir ini. Masalah, tugas sekolah, proyek essai yang sedang kutulis, dan kehidupan romansa yang jauh dari ekspektasi. Jika boleh jujur, faktor terakhir itu lah yang membuatku kesal dan merasa terupuruk. Bagaimana tidak? Kemarin, orang yang aku cintai selama ini ternyata sudah tidak lagi memiliki perasaan yang sama seperti saat kami pertama bertemu. Dengan dalih tidak ingin menjalin status hubungan atau pacaran ia berkata demikian padaku lewat telepon. Ah… ini pasti perasaan yang sering melanda muda-mudi kekinian. Ini adalah perasaan yang mereka sebut galau. Ya! Itu adalah kalimat yang familiar di telingaku.
Dengan sekonyong-konyongnya aku berusaha meneguhkan hati saat itu juga. Aku berusaha menambal kembali lubang yang timbul, lubang yang telah tercipta malam itu. Jika ia berdalih begitu, aku bisa mentolerir hal tersebut karena pada dasarnya prinsipku adalah saling mencintai tanpa harus memiliki. Namun yang membuat hatiku bergeming adalah ketika ia mengatakan bahwa ia tidak lagi memiliki perasaan yang sama seperti dahulu. Itu berarti aku mencintai orang yang salah. Itu berarti selama ini aku menyia-nyiakan waktuku untuk memikirkan dia.
Beberapa saat setelah pikiranku berdebat, aku merasa bahwa semua ini bukan sepenuhnya salah dia. Ia mungkin lelah dengan diriku yang tidak tegas dalam mengungkapkan perasaan. Ia mungkin lelah dengan diriku yang tidak tegas dalam memberi jawaban. Ia mungkin lelah dengan hubungan yang tidak jelas ini!
Kami yang dipisahkan oleh jarak dan waktu, hanya pernah jalan satu kali…
Aku masih ingat bagaiman cara ia tersenyum. Aku masih ingat bagaimana cara ia tertawa. Aku masih ingat wajah malu itu. Aku masih ingat suara dan ekspresinya ketika ia aku pojokkan dalam sebuah pembicaraan. Aku masih ingat semuanya… aku masih ingat meski pertemuan itu terasa begitu singkat.
Aku juga masih ingat ketika ia mengajakku untuk melihat film yang dibintangi oleh Raditya Dika, namun aku tidak bisa mengiyakan permintaannya. Aku masih ingat ketika ia kusuruh keluar rumah dengan alasan bahwa aku berada didepan rumahnya, padahal saat itu aku berada dirumahku sendiri. Aku masih ingat dia ingin bertemu denganku pada suatu malam, dan tanpa pikir panjang dengan sarung yang masih terikat kuat kupacu motorku. Namun kami pun tetap tidak bisa bertemu, dipisahkan oleh aturan jam malam yang menyebalkan itu.
Menyenangkan memang… Namun sekarang, aku terpakasa melupakan semua itu. Tak apalah…
Karena tulisanku belum kunjung selesai sementara perut ini sudah menabuhkan genderang perang. Dengan berat hati aku keluar rumah, tepatnya ke pasar di daerah Mojoagung. Dengan motor supraku, aku menembus lalu lintas Mojoagung yang ramai lalu mengarah ke sebuah pasar. Aku melambatkan laju motorku saat memasuki kawasan yang banjir ini. bukan banjir air, melainkan banjir dipenuhi oleh jejalan manusia. Memang pasar ini adalah pasar yang terkenal. Tak ayal lagi, memang letak pasar ini strategis. Berdiri di seberang jalur antar propinsi.
Namun ada yang aneh ketika akau memasuki kawasan ini. ada suatu hal yang tak biasa kurasakan. Aku seakan-akan tersedot oleh hal magis yang dimiliki oleh penduduk pasar ini. Dengan sengaja kuperlambat laju motorku pada kecepatan 25 KM/h. Disisi kanan kulihat jajaran penjual buah yang sedang merajut asa, lengkap dengan sampah-sampah dan air kehitaman menggenang disana-sini. Lalat-lalat hijau yang gemuk berdengung-dengung diantara raut wajah mereka. Kulihat juga beberapa anak kecil dengan ingus naik turun berlari kesana kemari. Begitu mendekat, mereka langsung menengadahkan tangan, meminta beberapa receh kepada orang-orang yang dijumapinya. Aku seperti dipaksa untuk merasakan semua ini, merasakan kepedihan tiap-tiap orang yang mengucurkan keringat mereka. Masih dengan kecepatan 25 KM/h, kususuri jalanan pasar ini hingga pada suatu titik, kumatikan mesin motorku. Nampaknya aku dipaksa lagi untuk merasakan hal-hal semacam ini. sekilas kulihat jajaran warung remang-remang dengan gadis-gadis belia sebagai bartendernya. “Hmmm… bodohnya mereka mau menjajahkan diri” kataku. namun, sejurus kemudian sekelebat kalimat terlintas di di pikiranku. Aku dibisikkan sesuatu, namun oleh diriku sendiri. Aku khilaf, sebenarnya aku yang bodoh karena selalu memandang sesuatu dengan sebelah mata. Diriku yang lain mengatakan bahwa mereka terpaksa melakukan hal tersebut. Apalagi jika bukan untuk membiayai kebutuhan keluarganya?
Disisi lain, kulihat seorang kakek tua penjual pentol. Selama kuamati belum satupun orang yang menyentuh dagangannya. Dengan pipinya yang cekung dan sorot mata yang lemah itu beliau masih semangat menawarkan pentol pada tiap-tiap orang yang dijumapinya. Hampir dua puluh menit aku duduk disini, di jok motorku. Pasar kumal ini mempertontonkan sebuah panggung pertunjukan besar. Orang-orang mempertontonkan hidup mereka didepanku. Dan didepan warung-warung itu pula tampak seseorang yang tak waras setengah telanjang berjalan. Perutnya buncit, tapi tulang lengan dan dadanya mencuat tak berdaging. Dari warung-warung itu pula terdengar dengan jelas lagu-lagu dangdut yang turut memeriahkan suasana. Suara tapak kuda dari delman-delman yang bertik-tak-tuk ria turut meramaikan panggung ini. Di panggung ini sedang dimainkan lakon kemiskinan. Sayangnya panggung ini bukan panggung sandiwara, tapi sebuah kehidupan nyata.
Setelah makan, aku langsung bergegas pulang. Hal pertama yang aku lakukan adalah berbaring di Kasur. Aku lebih banyak diam. Banyak hal yang berkecamuk dihatiku. Betapa banyak nikmat yang aku dapat dan betapa beruntungnya aku dibanding mereka. Keterpurukan akibat 1 wanita yang aku anggap luar biasa meyakitkan ternyata belum ada apa-apanya! Teryata tuhan masih perhatian kepadaku.

Malam itu pun aku sadar, betapa banyak nikmat yang aku lupakan. Aku berpikir jika aku akan mendapatkan semua hal dengan mudah. Betapa bodohnya! Malam itu pun aku sadar, jika kita harus lebih membuka hati terhadap hal-hal disekitar kita. Buang jauh-jauh sikap apatis! Malam itu pun seperti kuda gila, kubuat kembali draf-draf untuk tulisanku sebelumnya, ditambah dengan ide menulis tulisan ini. Malam itu pun aku sadar, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk berusaha tidak berlamas-malasan. Aku tidak ingin kacau! Dan sejak malam itu juga, aku selalu memperlambat laju motorku hanya untuk menyaksikan sebuah drama di suatu tempat, yang kusebut rumah sakit galau…
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
bagus ato buruk gan tritnya?
tritnya bagus
0%
tritnya buru
0%
0
403
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan