kedelaipilihanAvatar border
TS
kedelaipilihan
[MENARIK] Coba di baca
Hallo gan, kebetulan saya menemukan tulisan yg sangat bagus dan menarik untuk di baca dari Alexander Pratomo.

Beberapa hari ini saya berkomentar cukup keras mendukung langkah yang dilakukan oleh Ignasius Jonan terhadap Penerbangan Nasional, hal ini bukanlah berarti saya adalah fansboy dari om IJ.

Ada beberapa hal yang menjadi dasar atas sikap saya.
Sejak 2006 sampai 2014 akhir saya sering terbang ke luar negeri sesuai pekerjaan saya sebagai trainer untuk sebuah vendor telekomunikasi. Hampir tiap minggu saya harus berada di negeri orang untuk mengajar para engineer di sana. Konsekuensinya adalah banyaknya waktu saya untuk berada di airport dan pesawat. Cukup melelahkan. Ritual urus visa, perpajang paspor, ke Bandara, boarding, take off, landing, check in hotel dan seterusnya sampai menjadi kebiasaan yang dapat terbawa mimpi saya pada tahun tahun tersebut.

Selama itu saya menggunakan maskapai Singapore Air (SQ), dan hanya sesekali menggunakan maskapai lain. Mengapa demikian? Karena SQ sangat memanusiakan penumpangnya. Terlebih masalah ketepatan waktu dan kenyamanan serta keamanan sangat diutamakan. Padahal harga tiketnya sering kali lebih murah dibanding Garuda Indonesia di rute yang sama. Bukan karena saya tidak nasionalis di sini, tetapi karena saya concern pada keselamatan dan kenyamanan diri saya selama perjalanan dinas.

Saya teringat pada 2008 di perjalanan pulang dari New Delhi India ke Jakarta, pada saat itu Bandara Internasional Indira Gandhi belum sebagus sekarang. Gedung bandara masih kecil, lounge terbatas, garbaratapun terbatas jumlahnya. Saya sudah membayangkan segera sampai ke Jakarta, karena setiap berada di India selalu merasakan tekanan batin luar biasa (you know what I mean). Kami para penumpang menaiki bus dari gedung untuk boarding ke pesawat. Saat itu India sedang musim panas, walaupun waktu sudah menujukkan pukul 22:00 tetapi suhu luar ruangan masih 39'C. Jadi bisa dibayangkan panasnya isi bus tersebut walau AC menyala. Setibanya di dekat pesawat, ternyata kami harus menunggu dengan alasan ada masalah dengan mesin pesawat. Hampir 2 jam lamanya kami harus berdiri di dalam bus yang pengap menunggu perbaikan mesin tersebut. Salah satu penumpang di sebelah saya, sepertinya seorang CEO sebuah perusahaan asing (melihat merek arloji, gadget dan tasnya yang cukup mahal), berkata "Ini pertama kali saya alami Singapore Air harus delay selama 12 tahun saya pakai maskapai ini". Luar biasa pikir saya, 12 tahun menggunakan SQ dan baru kali ini orang tersebut kecewa karena delay
Lalu saya melihat pada beberapa penumpang yang membawa anak-anak kecil. Saya membayangkan bila mesin pesawat gagal bekerja saat pesawat sedang mengudara, apa yang akan terjadi pada mereka sekeluarga? Seketika saya tercekat dan merenung. Bagaimana dengan saya sendiri? Apa yang terjadi dengan istri dan anak-anakku bila terjadi apa-apa pada pesawat yang saya naiki?
Pihak Singapore Air saat itu menjanjikan pesawat pengganti bila dalam 2.5 jam mesin tidak dapat diperbaiki dan penumpang akan mendapatkan kompensasi, tapi sukurlah bahwa kurang dari 2 jam masalah mesin sudah selesai dan kami bisa take off dan tiba dengan selamat di Singapore.
Selama perjalanan saya berpikir tentang kejadian itu, dan membandingkan dengan apa yang terjadi di Indonesia. Kejadian Adam Air yang jatuh di laut Sulawesi, serta kejadian-kejadian selanjutnya semakin membuat saya sadar bahwa begitu bergantungnya keselamatan penumpang kepada persyaratan baku keselamatan penerbangan. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan prosedur yang merupakan "human error", maka hal tersebut akan membuka peluang terjadinya kecelakaan penerbangan. Bisa dilihat statistik kecelakaan penerbangan nasional, berapa persen kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh "human error" ini?
Pengalaman akan ketegasan Singapore Air terhadap kesiapan armadanya dalam penerbangan Delhi Singapore saat itu, membuat saya sangat ingin agar hal yang sama juga diterapkan di maskapai nasional Indonesia baik maskapai premium seperti Garuda Indonesia atau maskapai LCC.

Memang semua maskapai harus mengikuti standar penerbangan Internasional berkaitan dengan keselamatan penerbangan karena memang sudah ada standar baku dalam masalah keselamatan di dunia penerbangan ini. Namun siapa bisa menjamin bahwa penerapan di lapangan di Indonesia akan sesuai dengan yang ditetapkan? Lagipula standar baku keselamatan pesawat itu adalah sebuah dokumentasi dari proses, dan selama dunia ada, yang namanya proses akan terus berubah. Satu-satunya yang tak pernah berubah adalah perubahan proses itu sendiri.
Dalam tayangan Metro TV semalam (6 Januari 2015), ada kesaksian seorang pilot yang berkata bahwa "demi penghematan biaya, maka bahan bakar pesawat tidak lagi diberikan buffer sebesar 15% sebagai persiapan apabila terjadi pengalihan penerbangan yang tidak sesuai dengan rencana sebelumnya". Itu salah satu tindakan yang dilakukan oleh maskapai nasional demi menekan biaya penerbangan.
Kasus Adam Air yang jatuh di perairan Sulawesi misalnya, semua bisa membaca di internet bahkan menyaksikan di acara televisi bahwa kecelakaan tersebut berasal dari penghematan biaya operasional maskapai dari sisi maintenance dan pelatihan para pilotnya.

Sebagai rakyat Indonesia yang merupakan calon penumpang penerbangan maskapai nasional maka saya juga menjadi stakeholder dari penerbangan nasional Indonesia.
Saya berhak berharap adanya perbaikan dalam pengawasan dan penegakan regulasi oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Apalagi sebagai konsumen saya dilindungi oleh Undang Undang Perlindungan Konsumen yang menjamin saya mendapatkan hak saya sebagai konsumen yang wajib diberikan oleh penyedia jasa/barang yang saya beli.
Pada saat Om IJ ditunjuk sebagai menteri perhubungan, besar sekali harapan saya untuk melihat reformasi di dunia penerbangan Indonesia. Rekam jejak om IJ di KAI luar biasa. KAI yang merugi milyaran belasan tahun, dalam masa kepemimpinannya menjadi mampu mendapatkan profit dan berkembang luar biasa. Perubahan mental para pekerja di KAI menjadi fokus pada pelayanan dan keselamatan penumpang sangat terasa. Tak ada lagi penumpang berdiri, tak ada lagi stasiun yang semerawut, tak ada lagi calo yang mengganggu para calon penumpang dan sebagainya.
Kultur penumpang KAI yang relatif enggan pada perubahan (mengingat tingkat ekonomi dan pendidikan dari kebanyakan penumpang KAI yang berada di kalangan bawah) ternyata mampu diubah oleh om IJ. Seharusnya perubahan pada penerbangan Indonesia lebih mudah dilakukan karena mayoritas penumpang pesawat adalah berada di kalangan ekonomi mampu yang pendidikannya cukup tinggi.
Om IJ yang sangat concern kepada "keselamatan dan penegakan regulasi" tentu sangat tepat berada sebagai pucuk pimpinan Kementerian Perhubungan yang harus mengawasi dan mengatur seluruh moda transportasi di negeri ini, termasuk penerbangan nasional. Penghargaan pada om IJ sebagai Best CEO oleh majalah bisnis terkemuka adalah ditentukan atas kinerja dan pencapaiannya di KAI, bukan dari hasil pooling SMS dari para fansboys/girls nya.

Itu sebab maka saya sangat tidak suka kepada komentar-komentar miring terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh Om IJ dalam membenahi sektor penerbangan nasional.
Tidak ada manusia yang sempurna, itu benar. Tetapi saat ada manusia yang berikhtiar melakukan perubahan ke arah yang LEBIH BAIK, maka seharusnya manusia lain yang merasa memiliki kemampuan lebih dalam bidang yang sedang diperbaiki itu memberikan masukan dan arahan sehingga ikhtiar itu tidak salah sasaran.
Saya ingin anak cucu saya kelak dapat menggunakan maskapai nasional tanpa merasa was-was karena kemungkinan adanya "human error" dalam penerbangan diperkecil dengan regulasi yang kuat dan tegas.

Ishikawa dalam diagram "fishbone"-nya (cause and effect) menjelaskan prinsip bagaimana melakukan perbaikan sebuah proses, yaitu dengan terus bertanya "mengapa" (keep asking why) atas sebuah proses sampai didapatkan titik awal di mana akar kemungkinan kesalahan terjadi. Teori ini adalah salah satu yang membuat Jepang kini menjadi maju dalam segala hal.
Coba ditanyakan kepada mereka yang bekerja di perusahaan Jepang, apakah semua manajer Jepang mengikuti teori Ishikawa atau "fishbone" ini atau tidak.
Apa yang dilakukan oleh om IJ adalah "keep asking why" dan begitu ditemukan indikasi adanya pelanggaran maka penegakan aturan harus dilakukan. Kadangkala jawaban yang diperoleh belum lengkap tetapi keputusan harus segera diambil, jadi wajar keputusan bisa salah atau kurang tepat.
Setiap keputusan/aturan adalah buatan manusia dan bisa jadi salah. Untuk itu perlu ada masukan untuk memperbaikinya.
Sikap yang diperlukan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan nasional adalah sikap proaktif dari mereka yang merasa punya kemampuan "lebih" dalam ilmu penerbangan dan keselamatan penerbangan. Bukan komentar nyinyir apalagi pesimisme terhadap regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang dipimpin oleh om IJ.
Saya jelas sangat marah melihat mereka yang merasa tahu tetapi bisanya hanya mengkritik sikap om IJ, tanpa memberikan masukan kepada beliau.
Sejak di KAI, om IJ adalah orang yang terbuka pada masukan. Nomor telepon dan emailnya dapat ditemukan untuk memberikan masukan. Ini apabila ada NIAT BAIK demi kemajuan penerbangan Indonesia.
Saya juga sangat marah pada mereka yang sudah tahu betapa bobroknya dunia penerbangan (karena adalah bagian dari dunia penerbangan nasional) di Indonesia khususnya pada perilaku para oknum di dunia penerbangan (awak kabin yang kedapatan mengkonsumsi narkoba, permainan jadwal rute penerbangan, pemaksaan maskapai pada awak kabin yang dapat menyebabkan keletihan , pemangkasan biaya maintenance yang dapat membawa pada kecelakaan dan sebagainya) tetapi memilih DIAM selama ini karena "main aman" lalu pada saat om IJ bertindak tegas lantas berkomentar negatif TANPA memberikan masukan apapun demi perbaikan keselamatan di penerbangan nasional.

Ada pepatah "diam adalah emas" tetapi diam karena "main aman" jelas bukan emas. Apalagi setelah diam karena main aman lalu kini teriak-teriak menentang sikap om IJ karena ada sentimen solidaritas sesama awak kabin.

Saya dan rakyat Indonesia adalah konsumen penerbangan nasional. Kami membayar tiket dengan harapan sampai dengan selamat di tujuan. Kami sangat ingin agar pemerintah tegas menjamin keselamatan kami. Jadi kami sangat tidak senang apabila ada mereka yang justru tidak terima dengan sikap tegas pemerintah yang sedang menjamin keselamatan kami. Ingat, bahwa kami lah yang membayar maskapai dan gaji para karyawannya, bukan sebaliknya.
Konsumen adalah raja harus menjadi sikap dari semua yang menjadi stakeholder di dunia penerbangan nasional ini.
Bila para pakar penerbangan termasuk pelaku-pelaku penerbangan merasa dirinya lebih paham tetapi memandang sikap pemerintah melalui tindakan om IJ tidak tepat, maka BICARALAH.
Diam anda tidak akan menjadikan keselamatan penerbangan nasional menjadi lebih baik. Akan tetapi BICARALAH dengan positif, bukan malah mencaci pemerintah yang sedang menjamin keselamatan kami.
"Human error" hanya dapat dihilangkan apabila ada ketegasan dalam penerapan peraturan dan peraturan tersebut terus menerus disempurnakan. Jadi ikutlah menyempurnakan bersama pemerintah, bukan malah berkomentar negatif.

Apabila penjelasan saya sebagai konsumen, sebagai warga negara dari NKRI yang dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen dan yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk menjamin keselamatan dalam layanan penerbangan yang akan saya gunakan tidak dapat diterima oleh sebagian orang, maka saya berdoa kepada mereka (terutama yang memandang negatif terhadap sikap pemerintah saat ini NAMUN TANPA memberikan masukan apapun), agar ada saudara atau kerabat anda segera menjadi korban dari penerbangan maskapai nasional akibat pelanggaran regulasi terutama regulasi keselamatan. Dengan demikian anda bisa merasakan kepedihan mereka yang kehilangan kerabat, sanak saudara, orang tua, dan sebagainya, akibat tidak tegasnya pemerintah terhadap maskapai-maskapai tersebut di masa lalu.
Dengan demikian juga maka anda pasti ingin agar pemerintah ketat menerapkan aturan dalam dunia penerbangan nasional ini.

Keselamatan penerbangan adalah hak yang sama yang harus didapatkan penumpang entah dari maskapai premium atau maskapai low budget atau LCC.

Mari bersikap positif. Memaki kegelapan tidak akan membuat terang menjadi ada, dan saat ada yang sedang menyalakan lilin maka dukung dengan ikut menyalakan lilin, bukan malah mencibir, nyinyir dan mengejek dia yang sedang menyalakan lilin.

Demikian pandangan saya ini, semoga menjadi penjelasan atas sikap saya beberapa hari ini

Jakarta 7 Januari 2015.

Gmn menurut agan?
Klo menurut saya sih ada benarnya jg.

emoticon-Shakehand2 emoticon-Salaman
Diubah oleh kedelaipilihan 10-01-2015 01:46
0
1.5K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan