ahmadliemAvatar border
TS
ahmadliem
Agus Sutikno, Pendeta BertatoPendamping Orang-OrangPinggiran
PENDETA Agus Sutikno mungkin tergolong pemuka agama
yang langka. Tubuhnya penuh tato, dandanannya sangar,
dan wilayah pelayanan doanya adalah tempat-tempat yang
tidak lazim. Dia biasa blusukan ke kompleks lokalisasi atau
tempat-tempat mangkal waria.
------------
Laporan Priska Birahy, Semarang
-----------
’’MAS Agus, Mas Agus bawa apa?’’ teriak beberapa bocah
penghuni tepi Kanal Banjir Timur Semarang kepada
seorang pria berpenampilan seperti preman, berkaus hitam
dan mengenakan sepatu ber-spike ala anak punk.
Pria itu lalu mengembangkan senyum dan mengeluarkan
roti dari kantong plastik yang dibawa, kemudian
membagikannya satu per satu kepada anak-anak yang
mengerumuninya.
Bak Sinterklas, kehadiran ’’Mas Agus’’ di kampung pinggiran
itu memang ditunggu anak-anak. Mereka terlihat begitu
akrab. Karena itu, anak-anak polos saja memanggil pria
yang setiap kehadirannya ditunggu-tunggu tersebut dengan
panggilan apa adanya, ’’Mas Agus’’. Padahal, dia seorang
pendeta.
Ya, pria itu adalah Pendeta Agus Sutikno alias Agus Tato.
Nama alias tersebut disematkan lantaran tubuh pendeta
yang satu ini dipenuhi tato. Anak-anak di tempat itu pun
lebih senang memanggil sang pendeta dengan panggilan
akrab ’’Mas Agus’’ daripada ’’Pak Pendeta’’.
’’Nggak apa-apa, itu kan lebih akrab. Apalagi mereka anak-
anak yang mungkin belum tahu siapa saya,’’ ujar Pendeta
Agus Tato ketika ditemui Jawa Pos saat blusukan ke
tempat-tempat pinggiran di Semarang, Minggu (14/12).
Setiap kehadiran Pendeta Agus Tato memang selalu
menarik perhatian anak-anak. Karena itu, tidak heran bila
kehadiran Agus selalu disambut anak-anak yang langsung
mengeremuninya. Ada saja tingkah anak-anak minta
perhatian sang pendeta. Mereka terlihat manja begitu
bertemu idolanya.
Bocah-bocah lugu tersebut tidak lain adalah anak para
pekerja seks komersial (PSK) yang tinggal di gubuk-gubuk
pinggiran Kanal Banjir Timur Semarang. ’’Yang tinggal di
sini rata-rata PSK. Ini anak-anaknya,’’ kata Agus sambil
mengelus kepala seorang bocah.
Tepat di seberang jalan dari tempat Agus berdiri, dua waria
tua duduk di depan gubuk kumuh mereka. Keduanya
berpakaian seadanya dengan bentuk wajah yang ’’bengkak’’
karena suntikan silikon. Tangan salah seorang waria itu
mulai tremor.
Pemandangan mengiris hati itu jadi sarapan sehari-hari
Pendeta Agus Tato. ’’Ini garapan saya. Merekalah ladang
tempat saya melayani,’’ kata pendeta Gereja Pantekosta di
Indonesia (GPDI) tersebut.
Sejak 11 tahun lalu, seluruh hidup Agus tercurah di
kawasan merah itu. Dia punya ’’tempat tinggal’’ kedua di
lokalisasi liar tersebut. Memang, di tempat itu, tidak banyak
jemaat gereja atau masyarakat umum yang mau membaur.
Mereka khawatir dengan tingkat kriminalitas di tempat
tersebut. Apalagi ancaman persebaran virus HIV/AIDS.
Sebagian takut tertular penyakit kelamin, sedangkan
kelompok lainnya jijik dan bernyali ciut menghadapi
mereka. Tapi, berbeda dengan Agus. Pendeta berusia 39
tahun itu justru menilai kawasan tersebut merupakan lahan
garapannya yang utama.
’’Kalau tidak ada yang ngaruhke, kasihan masa depan anak-
anak itu. Karena itu, saya mau mendampingi mereka,’’
ucapnya.
Begitu pula bagi dua waria sepuh yang sudah tidak berdaya
di gubuknya tersebut. Bentuk wajahnya aneh, bengkak di
pipi, dahi, dagu, serta hidung karena silikon. Rambutnya
beruban dan lebih mirip nenek sihir sehingga mereka kian
diabaikan masyarakat. Bahkan, banyak yang ’’tidak berani’’
menatap wajah mereka.
’’Kak Bon dan Kak Tesi (panggilan dua waria itu, Red) sudah
lama tinggal di sini. Keduanya sudah terima Yesus,’’ ujar
Agus.
Masa lalu yang kelam dan keterbatasan ekonomi orang-
orang pinggiran itu mendorong Agus untuk menjangkau
mereka. Sebab, dia pernah berada di titik terkelam
manusia. Berkawan dengan iblis dan menjadi budaknya.
Namun, nama Yesus jualah yang akhirnya mengentaskan
Agus dari titik kelam tersebut.
Dibesarkan oleh orang tua yang keras membentuk karakter
dan watak Agus yang keras pula. Tontonan live show
tindak kekerasan sang ayah itu menyemai dendam dan
kepahitan dalam diri Agus.
’’Saya pernah menantang ayah untuk berantem. Sempat
menyesal punya ayah seperti dia,’’ ungkap lelaki yang
sempat diisi ilmu kebal tubuh oleh ayahnya tersebut.
Sejak itu, Agus tumbuh menjadi anak yang suka melawan
orang tua. Hidupnya hanya bermabuk-mabukan dan
menjadi penguasa jalanan. Namun, seiring perjalanan
waktu, hati Agus melunak. Timbul kesadaran dalam hatinya
untuk berdamai dengan Tuhan. Karena itu, dia pun
bertobat.
Hanya, lantaran chasing fisiknya telanjur seperti preman,
ketika Agus memutuskan untuk menjadi pelayan doa,
kesannya jadi pendeta yang sangar.
’’Tuhan Yesus kan sudah mengasihi saya. Kenapa dengan
orang pinggiran kita jadi jaga jarak?’’ tegas lelaki yang
pernah terlibat dalam kejahatan narkoba dan segala jenis
kekerasan jalanan itu.
Sejak kedatangannya pada 2005 di kawasan tepian Kanal
Banjir Timur Semarang, satu per satu warga tersentuh oleh
sikap dan pengajaran Agus akan kebaikan Kristus. Tidak
bermaksud mengkristenkan warga. Bahkan, Agus tidak
peduli apakah warga yang dibina beragama Kristen atau
beragama lain.
’’Saya hanya ingin membaur dengan mereka. Mendampingi
mereka dalam suka dan duka,’’ tegas pria kelahiran 17
Agustus 1975 itu.
Pendeta yang hingga kini tetap memelihara tato di sekujur
tubuh itu memberikan pelayanan doa kepada umat
binaannya. Dalam aktivitas pelayanan doa, Agus
mengisinya dengan memberikan les pelajaran kepada
anak-anak TK dan SD.
”Saya dan istri merangkap jadi guru. Tapi, kalau
pelajarannya susah, ya saya nggak bisa ajari mereka,” ujar
bapak seorang anak itu, lantas tertawa.
Mata pelajaran yang diajarkan adalah matematika, bahasa
Indonesia, IPA, IPS, dan kesenian. Lulusan Sekolah Alkitab
Magelang itu juga siap memberikan pelajaran agama apa
saja. ”Ada anak yang minta diajari sejarah para nabi dalam
Alquran, ya saya usahakan,” tuturnya.

Selama sejam, belasan anak ingusan duduk anteng hingga
pukul 18.00 di atas spanduk bekas di gubuk. Di pojok
tempat les sederhana beraroma kali dan sampah tersebut,
cita-cita mereka dibentuk.
”Tapi, pernah ada anak yang tiba-tiba nangis saat les. Dia
melihat ibunya dibawa tamu pria masuk ke kamar,”
katanya lirih.
Meski demikian, pelayanan pria yang ingin berpuasa 40 hari
meniru Yesus itu penuh liku dan terjal. Dia pernah patah
arang dalam memberikan pelayanan doa kepada kaum
pinggiran. Tiga kali dia berniat kabur, namun selalu gagal.
”Saya sempat kelelahan, merasa sebatang kara berjuang
menyelamatkan mereka,” jelasnya.

Kini, selain pelayanan tiap Minggu di gereja, Agus fokus
mengayomi para penghuni tepian Kanal Banjir Timur
Semarang. Bahkan, secara rutin tiap pukul 05.00 dia
melakukan pelayanan doa pribadi bagi keluarga yang
membutuhkan.
”Meski cuma satu orang, saya tetap akan layani. Seperti
yang Tuhan bilang untuk selalu taat pada panggilannya,”
tandas Pendeta Agus Tato. (*/c15/c10ari)

http://m.jpnn.com/news.php?id=277573


nih di semarang ada garapan,missionary ato pengemban dakwah yg mo ikutan di area pendeta agus tato

btw don't judge the book by the cover,tampilan boleh preman tp jabatan pendeta orang pinggiran





Diubah oleh ahmadliem 25-12-2014 16:48
0
2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan