unknownoneAvatar border
TS
unknownone
WHO Kutuk Tes Keperawanan


TEMPO.CO, Jakarta: Human Right Watch meminta kepada semua negara melaksanakan rekomendasi World Health Organization (WHO) untuk menghapus tes keperawanan. Sebabnya, hal itu dapat merendahkan dan mendiskriminasikan perempuan.

Berdasarkan rekomendasi yang dimuat dalam buku panduan WHO, yakni Health Care for Women Subjected to Intimate Partner Violence or Sexual Violence, dinyatakan bahwa petugas kesehatan tidak mesti melakukan tes tersebut. Sebab, hak asasi dan kenyamanan perempuan harus diutamakan. (Baca: Tes Keperawanan Polwan Bikin Heboh Polri)

"Pemeriksaan fisik dilakukan hanya bila mendapat persetujuan dan fokus pada perawatan medis yang diperlukan seorang perempuan," ujar Liesl Gerntholtz, Direktur Human Right Watch Bidang Hak Perempuan, melalui keterangan tertulis, Selasa, 2 Desember 2014. Adapun, menurut Liesl, fokus pemeriksaan dalam buku panduan tersebut dapat dilakukan setelah terjadi kekerasan seksual dan rumah tangga. (Baca: Cerita Tes Keperawanan yang Bikin Polwan Pingsan)

Meskipun demikian, Liesl berujar, penerapan tes keperawanan sudah terjadi di sejumlah negara. Salah satunya Afganistan. Pemerintah Afganistan melakukan tes tersebut untuk membuktikan apakah warga perempuan di sana pernah melakukan kejahatan moral, seperti zina. "Untuk membuktikan berzina, harus melewati tes keperawanan dulu," katanya.

Liesl menjelaskan tes keperawanan ini bisa dilakukan dua atau tiga kali terhadap perempuan yang sama. Hal ini untuk menghindari prosedur keputusan yang dianggap keliru. "Kadang tes ini bisa dipaksakan pada perempuan yang dituduh terkena kejahatan, seperti perampokan dan penyerangan," katanya. (Baca: Ini Cara Mabes Polri Tes Keperjakaan Calon Polisi)

Bahkan, kata Liesl, tes keperawanan juga menjadi patokan hakim untuk menentukan vonis. "Tentu saja ini rawan kesalahan. Karena korban pemerkosaan sering tidak melaporkan maupun mencari bantuan karena berisiko dianggap berzina. Bahkan banyak pejabat yang percaya tes ini," katanya.

Di Indonesia, tes keperawanan menimbulkan kontroversi. Untuk menjadi polisi, pelamar wanita harus menjalani tes tersebut. Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan Yuniyanti menganggap tes keperawanan merupakan tindak serangan seksual yang merendahkan derajat manusia dan diskriminatif terhadap perempuan. (Baca: Komnas Perempuan: Stop Tes Keperawanan)

TRI SUSANTO SETIAWAN

Source:
http://www.tempo.co/read/news/2014/1...es-Keperawanan

emoticon-Hot News emoticon-Hot News emoticon-Hot News
0
1.3K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan