sunjawAvatar border
TS
sunjaw
[Kisah Nyata] Menabrak Polisi, Dapat Jodoh
Bismillahir-Rahmaanir-
Rahim … Aku tak tahu, apakah ini
kesialanku atau keberuntunganku. Satu
yang kutahu, inilah jalan yang diberikan
Allah untuk bertemu jodohku. Meski
awalnya, aku merasa sial karena
kecelakaan itu dan aku harus mengganti
rugi tidak sedikit. Toh akhirnya justru
kesialanku itu membawaku ketemu jodoh.
Ceritanya begini, secara tak sengaja aku
menabrak seorang polisi sepulang kuliah.
Tak kusangka “motor butut”-ku bisa
merusak total motornya yang bernilai
puluhan juta. Perasaan, mataku sudah
fokus ke jalan, tak jelalatan kemana-mana.
Doa juga sudah kubaca saat aku
menyalakan mesin motor di parkiran I
kampus.
Memang sudah apes dan inilah yang
dinamakan takdir. Nggak diminta dan
meski sudah hati-hati eh… nabrak juga, …
polisi lagi.
Aku dan motorku sempat juga jungkir balik,
Alhamdulillah lukaku tak seberapa parah,
meski jidatku sempat berdarah-darah dan
tanganku terkilir, serta luka lecet hamper
diseluruh tubuh. Meski tak sampai
membuatku pingsan, aku harus merasakan
mondok tiga hari di rumah sakit.
Sementara polisi yang kutabrak tak separah
aku. Tapi justru motornya yang parah,
sempat aku ciut nyali saat temen-temen
polisi dan orang-orang mengerumuniku. Di
TKP teman-teman polisi itu justru yang
marah-marah dan bersikap agak keras
padaku, tapi mas polisi itu justru minta
teman-temannya bersikap baik dan sabar
padaku.
“Sudah, nggak papa namanya juga nggak
sengaja, memang ada orang mau nabrak
atau ditabrak? Jangan kasarlah aku baik
saja kok. Kayaknya motor yang kena, nanti
kan bisa diselesaikan baik-baik”.
Aku dibuat kagum bahkan polisi yang
kutabrak itu berbaik hati mengantarku ke
rumah sakit dan mengabari keluarga
dirumah. Selama tiga hari itu dia juga
menyempatkan diri menjengukku di rumah
sakit. Kami jadi akrab karenanya.
Nah, setelah keluar dari rumah sakit aku
mulai disibukkan urusan ganti rugi onderdil
motor senilai puluhan juta itu. Ganti rantai
saja nilainya jutaan rupiah, itu pun belum
spare part lain.
Makanya hampir seluruh tabungan hasil
kerja sampinganku ludes semua. Tapi aku
memang harus bertanggungjawab bukan?
Aku tak mau menyusahkan orangtua soal
ganti rugi, hingga aku bilang ke mas polisi
cuma bisa mencicil sedikit demi sedikit.
Seperti biasa, kali ini aku ke rumah mas
polisi untuk mencicil ganti rugi. Ini keempat
kalinya aku kesana. Sambil tersenyum dan
mengucapkan terima kasih dia menerima
“setoranku”. Dan seperti biasa pula kami
ngobrol sejenak. Tak kusangka dia tiba-tiba
bertanya, “sudah ada gambaran nikah
belum?” tanyanya padaku sambil mesem-
mesem.
“Ya kadang pingin juga mas, kerja kecil-
kecilan insya Allah sudah ada, pinginnya
nggak nunda-nunda, tapi jodohnya belum
ada”. Jawabku sambil cengar-cengir.
“Mau sama adikku? Serius nih, orangnya
pake jilbab gedhe kamu carinya kan yang
kayak gitu”. Mas polisi bilang gitu mungkin
karena celanaku yang “kayak orang
kebanjiran” seperti temen-temen kampus
yang suka meledekku.
“Bener kok, serius!” Ujarnya menegaskan.
Sore itu aku pulang dan berjanji
memikirkan tawarannya. Setelah
berkonsultasi dengan orang tua dua pekan
kemudian kuberikan jawaban “Ya”. Tentu
saja, akhwat dan keluarganya sudah tahu
keadaanku yang perbedaannya ibarat langit
dan bumi dengan mereka yang dari
keluarga berada. Meski awalnya minder,
sikap bapak akhwat yang begitu baik
membuatku percaya diri, pesannya padaku
singkat.
“Laki-laki yang bisa menjadi imam dan
tanggungjawab, satu lagi jaga anak
perempuan saya, dia sepenuhnya saya
titipkan ke kamu”.
Meski diberi tanggungjawab yang tak
ringan, hatiku serasa diguyur es, sejuk….
Rasanya. Aku segera pulang ke awang-
awang sepulang nazhar. Mas Har, si mas
polisi yang kutabrak itu mencegatku, ia
menyerahkan amplop tebal padaku.
“Ini uang yang kamu titipkan padaku, ini
hadiahku tapi bener ya cepet jemput
bidadarimu! Ia memukul pundakku ringan
dan pergi tanpa memberiku kesempatan
bertanya lagi.
Masya Allah, di rumah, begitu kubuka
amplop ternyata isinya uang sesuai ganti
rugi motor yang kuberikan kepada mas
Har. Segera kuhubungi mas Har lewat
telepon, tapi ia tertawa ringan.
“Aku sudah bilang, itu untuk calon adikku”.
Berkaca-kaca saat kututup telepon sambil
tak henti-hentinya bersyukur. Sudah nabrak
orang, dikasih adiknya, dipercaya
orangtuanya, uang ganti ruginya masih
dikembalikan padaku.
Semalaman aku tak bisa tidur entah karena
senang atau bingung. Uang senilai hampir
sepuluh juta itu, kuberikan sebagai mahar
saat akad nikah buat istri. Tepat sebulan
sebelum Ramadhan.
Kini kami sudah punya 2 momongan, insya
Allah beberapa bulan lagi akan bertambah
seorang lagi. Mas Har menikah 2 tahun
kemudian, ia baru punya satu momongan,
Alhamdulillah kami semua hidup bahagia.
Mas har dan istrinya juga mulai tertarik
manhaj mulia ini. Dan itu menambah
kebahagiaan kami.
Wallahua’lam bish Shawwab ….
Barakallahufikum ….

Sumber : Majalah nikah sakinah volume 9
no 6 dengan sedikit perbaikan tulisan via
AsliBumiAyu.wordpress.com kemudian
dipublikasikan ulang oleh kisahmuslim.com
0
1.7K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan