vajoenzoAvatar border
TS
vajoenzo
pengalaman pertama bersama sembrani
Pengalaman pertama bersama Sembrani
Jam menunjukkan pukul 21.00 bbwi, ketika saya dan rombongan menginjakkan kaki di stasiun tawang. Masih ada sekitar 1 jam lebih sebelum keberangkatan sembrani dari Semarang tawang ke Gambir, seperti jadwal yg tercetak di tiket. Sembrani akan tiba di stasiun tawang dari stasiun pasar turi surabaya pukul 22.10 bbwi. Waktu tunggu yang masih lumayan lama saya gunakan untuk berkeliling, melihat-lihat suasana stasiun tawang yg sangat menakjubkan malam itu. Lalu lalang calon penumpang ,pria-wanita, tua-muda, sendirian maupun rombongan, menghadirkan nuansa cheerful. Wajah-wajah ceria berbalut dandanan nan modis semakin menyemarakkan suasana. Dulu wajah-wajah seperti itu, Cuma bisa ditemui di bandara sobat. Tapi sekarang lihatlah, penumpang kereta tak kalah kerennya. Wanitanya modis-modis, prianya pun tak kalah dandynya. Barang bawaannya pun ikut bertransformasi. Tak banyak lagi kardus-kardus indomie berbalut lakban. Semuanya berganti koper-koper. kebanyakan bermerk polo dan ada beberapa yg bermerk samsonite. Merk yang saya sebut terakhir, tentu meneguhkan citarasa penentengnya. Seperti prada maupun hermes pada perempuan yang mencitrakan si empunya, samsonite pun seakan menunjukkan bahwa sang penentengnya bukan traveller karbitan seperti saya. Setelah sekian lama travelling, saya menemukan bakat baru pada diri saya, yaitu membaca raut muka orang beserta barang bawaanya. Bakat ini berawal dari sekedar iseng semata, ketika bertemu dengan berbagai macam individu, di banyak tempat yg saya kunjungi. Lama-lama keisengan ini mengasyikkan. Lantas jadilah hobi baru. Saya bisa membedakan antara raut muka orang yg sedang kebelet, sama raut muka orang yg lagi dikejar-kejar hutang. Contohnya seperti seorang ibu yang berdiri dihadapan saya. Dilihat dari raut mukanya, kelihatan kalau sang ibu begitu ngebet banget diangkat jadi PNS, setelah sekian tahun merasa sebagai honorer yg terdzalimi. Trus kalo dilihat dari caranya memegang tasnya erat-erat, kelihatan kalau dia khawatir tasnya akan saya jambret....huahauahaua. Di stasiun kereta seperti inilah hobi baru saya menemukan ladangnya, seperti seorang pelukis yg menemukan kanvasnya.
“satu,dua,tiga, cheers “! Kalimat ini seakan menjadi mars wajib para narsiser. Lantas kemudian disusul dengan kilatan-kilatan lampu blitz serta pose-pose konyol yg menggelikan. Tua-muda, pria-wanita, individu-kelompok, kompak terkena syndrom narsis. Semuanya tiba2 merasa berbakat menjadi fotomodel, dan setiap jengkal area stasiunpun, sontak berubah menjadi studio photo dadakan. Posenya pun macam-macam dan berganti-ganti. Dari yang selfie sambil melet-melet sampai gropie sambil jingkrak-jingkrak. Semua heboh. Bukan cuma ganti2 pose aja, ganti2 background juga tak kalah hebohnya. Semua punya favorit background sendiri. Untuk bacground-background tertentu yang sangat diminati, seperti area pintu masuk ruang tunggu, harus menunggu giliran saking padatnya antrean. Bagi yg ngga sabar menunggu, bisa memilih alternatif area lain seperti bangku tunggu ato area check in penumpang. Bahkan saya menjumpai beberapa remaja mengabadikan momen di depan toilet. Mungkin mereka mau posting status “kebelet di stasiun tawang” ato “ga ada rotan, toilet pun jadi”. Saya sendiri lebih memilih mengabadikan momen –momen tersebut dalam bentuk coretan. Bukan karena saya ngga suka narsis seh, tapi karena Hape saya memang ngga ada kameranya.
‘’ning...nong...ning...nong....ning....nong” bunyi ringtone khas stasiun mengalun merdu. Asoy sekali. Diikuti kemudian, suara lembut wanita yg memberitahukan tentang kedatangan Sembrani sebentar lagi. Suara pengumuman inipun, tak kalah merdunya sobat. Intonasinya, artikulasinya, maupun diksinya. Semuanya natural, jauh dari kesan dibuat-buat. Kontras sekali dengan gaya intonasi dan narasi presenter infotainment. Menurut saya, gaya narasi model infotainment, hanya akan membuat si naratornya cepat terkena wasir, karena terlalu sering mengejan. Atau mungkin juga, si presenternya memang ada niatan berlatih mengejan sekalian, buat persiapan kelahiran banyinya kelak. Bunyi ringtone dan suara pengumuman yang merdu, bagi perut lapar, ibarat sop iga berpadu dengan es blewah di siang hari. klop sekali!. Rasa lapar kadang memang memicu halusinasi partial, seperti yang saya alami barusan sobat. Efek dari menunggu nasi kardus yg ngga kunjung dibagikan. Setelah puas menikmati “sop iga plus es blewah gratisan”, Saya pun lalu bergegas menuju ke antrean check in. Sambil tak lupa mempersiapkan tiket dan kartu identitas. Satu persatu calon penumpang menghampiri counter pengecekan. Petugas menscan tiket dan kemudian mencocokkan kartu identitas dengan nama yg tertera di tiket. Setelah urusan scan-menscan tiket selesai, sayapun segera masuk ke bagian dalam stasiun. Bagian yang langsung berhadap-hadapan dengan jalur rel kereta. Ditepian jalur ada beberapa deret bangku tunggu. Semuanya penuh terisi. Tak ada lagi bangku reot, pecah maupun patah. Tak ada corat-coret layaknya euphoria perayaan lulusan sekolah. Ya, tak ada corat-coret sobat. Ajaib kan?. Tak ada lagi “ I lop u forever, cinta ditolak dukun beranak” ato coretan yang rada2 memelas penuh harap macam “kutunggu jandamu”. Semuanya bersih dan rapi, jauh dari kesan kumuh. Dari sini bisa ditarik kesimpulan sobat, bahwa penjualan tipe-x dan spidol, pastilah menurun drastis sekarang. Eh salah ding!......maksud saya, transformasi PT KAI yg didengung-dengungkan itu, ternyata memang bukan slogan semata. Memang masih jauh dari excellent, tapi yang pasti lebih baik dari terminal kampung rambutan.
“tooooooooooooooooot!”,bunyi klakson Sembrani membahana. Lajunya melambat. Badannya yang bongsor bergoyang-goyang seiring dengan bunyi rem yg berdecit. kemudian berhenti di jalur 2. Ada delapan rangkaian gerbong. Para calon penumpang bergegas naik ke gerbongnya masing-masing. Saya sendiri kebagian gerbong yang paling depan. Beberapa remaja masih sempat bernarsis ria. Kondektur hanya tersenyum menyaksikan adegan itu. Tentu ia mahfum sepenuhnya. Bahwa up date status plus foto-foto, sekarang telah menjadi rukun iman yang ke tujuh. Satu per satu penumpang masuk kedalam kereta. masing –masing anggota rombongan memastikan bahwa nomor tempat duduk sudah sesuai dengan yg tercetak di tiket. Saya sendiri mendapatkan tempat duduk yg terpisah dengan istri dan anak saya. saya duduk tepat di depan mereka berdua, bersebelahan dengan bapak-bapak yang wajahnya mirip dg bintang film thn 80 an. Sekilas wajahnya mirip WD moctar, tapi posturnya tinggi, macam arafiq. Kumisnya terpelihara rapi. Mungkin pada masa mudanya, kumis inilah yg menyetrum hati para wanita. Sembrani kemudian bergerak perlahan meninggalkan stasiun tawang. beberapa saat kemudian kondektur memeriksa tiket. selesai melaksanakan tugasnya, kondektur memberitahukan bahwa kereta akan tiba di stasiun gambir pukul 04.00 BBWI. Masih sekitar 6 jam lagi. Laju kereta semakin bertambah kencang selepas melewati perbatasan semarang-kendal. Hening sekali suasana dalam kabin. Beberapa penumpang sudah terbuai dalam mimpi, sebagian lagi asyik dengan gadgetnya. Tak ada kegaduhan. Tak ada riuh rendah layaknya dulu piknik jaman sma. Semuanya serba asing. Saya seperti berada di lawang sewu, sendirian, jam 1 malam. Naluri usil saya seperti terpenjara. Ibarat belalang tak menemukan ladangnya. Tak ada yang saya kenal. Kalaupun ada, kenalnya hanya sebatas basa-basi saja. si WD moctar di sebelah saya, mulai menarik selimut, setelah mendapatkan setelan yang pas untuk sandaran kakinya. Postur tubuhnya yg tinggi menjulang telah memberinya masalah. Jarak kursi menjadi tak bersahabat baginya. Berulang kali dia menyetel derajat kemiringan sandaran kursinya. Dia nampak tersiksa. Saya tertawa dalam hati. Postur saya yg pendek, menguntungkan saya. Tuhan selalu bersama hambanya yang berpostur pendek..........
“nasi goreng pak” ujar seorang wanita lirih. Saya tak merespon, masih beringsut dibalik selimut. “bapak mau nasi goreng, pak ?” ujarnya lagi. Kali ini saya buka selimut penutup, sebatas leher, lalu bertanya “apa mbak?”. Diulangi olehnya tawaran yang sama,” ini nasi goreng pak, buat di perjalanan nanti”. Alamak , mimpi apa aku tadi. Malam-malam perut lapar, ada makhluk cantik menawarkan nasi goreng. Pucuk dicinta ulampun tiba. Sekali lagi sobat, Tuhan selalu bersama hambanya yang kelaparan......... Tanpa ba bi bu langsung saya ambil kotak sterefoam dari tangan-tangan mungil itu. “dua sekalian mbak” celetuk perempuan dari arah belakang. Suara itu tampak familiar sekali di telinga saya. Jelas saja suara itu familiar, lha wong itu suara istri saya. Rupanya dia juga lapar. Lapar kadang memang sering menular sobat, sama seperti kantuk. “satunya dua puluh delapan ribu bu” kata si mbak pramugari. Istri saya lalu menyodorkan uang pecahan 50 ribuan dan 10 ribuan. Alamak, ternyata nasi gorengnya tidak gratis. Saya kira nasi gorengnya sudah include dengan tarif. Dengan cekatan si mbak langsung memberi kembalian seraya berkata, “terima kasih ya bu”. Dalam batin saya,” Aih, sudah cantik pandai berdagang pula kau!”. Dalam kasus ini, dalil tak ada yang gratis di dunia, berlaku mutlak sobat. Segera saya buka kotak stereofoam. Saya lihat isinya, nasi goreng ayam. Lumayanlah, bukan nasi goreng babat. Saya memang kurang suka dengan nasi goreng babat. Bukan apa-apa sobat, saya selalu membayangkan hal yg kurang baik tentang babat. Babat itu sebelas-duabelas dengan handuk. Saya membayangkan, jangan-jangan kalo si penjualnya kehabisan babat, rendaman handuk di cucian diembat juga. Dasar perut lapar, segera saya makan dengan lahap suapan pertama. Rasanya ada yang aneh. Belum pernah seumur-umur saya makan nasi goreng dengan rasa yang rame seperti ini. Layaknya iklan permen saja sobat. Manis, asin plus kecut berbaur jadi satu. Mirip nasi kebuli dicampur gudeg. Batin saya menjerit, “mbak kau telah mencopet hati saya...eh uang saya!”. Saya memang selalu merasa kecopetan sobat, bila setiap kali makan, menjumpai harga menunya ngga sepadan dengan rasanya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, kenapa ngga sekalian aja dikasih ayam, biar jadi bubur ayam. Enak ngga enak, harus saya sikat semuanya dengan lahap. Tanggung, udah dibayar, sekalian aja dihabiskan. Yang pertama, Saya ingat nasehat guru saya, bumbu masakan yg paling enak itu rasa lapar. Yang kedua, akal sehat saya berkata, lebih baik kecopetan daripada kerampokan . kalau nasi gorengnya ngga saya habiskan, saya serasa dalam posisi habis kerampokan maksudnya. Tak lupa saya juga berdoa secara khusus, semoga kokinya segera dipertemukan dengan resep yang sebenarnya, agar nasi gorengnya tidak menyesatkan lidah banyak orang. Akhirnya nasi goreng dengan resep dari negeri antah berantah itu, sukses mengisi perut saya. Tak ada yg lebih menyenangkan, selain tidur dipulas-pulasin dengan perut kenyang sobat.
“maaf pak, selimutnya boleh saya ambil?”. Masih dalam suasana kantuk, saya tengadahkan kepala. Ternyata suara pramugari yang mau mengambil selimut penumpang. “kereta udah mau nyampai stasiun gambir sebentar lagi pak”, tukasnya lagi. Saya amati dalam-dalam wajahnya, oh ternyata bukan pramugari yang jualan nasi goreng tadi. Padahal, jika mbak pramugarinya adalah orang yang jualan nasi goreng, hati ini sudah berencana mau menodong pin bbmnya, sebagai ganti atas uang saya yg kecopetan.....huahauahaua. Lantas saya gulung selimut saya, lalu dengan cekatan diambilnya. “terima kasih pak” katanya sambil tersenyum ramah. “sama-sama mbak” jawab saya tak kalah ramahnya. berapa saat kemudian Sembrani sampai di rumahnya, stasiun gambir. Ciao sobat!, sampai jumpa dalam kisah selanjutnya........selamat bergembira.
0
1.4K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan