jimmy.kAvatar border
TS
jimmy.k
[Analisa] Ironi Tentang Hutan Kita


Oleh: Erwin Sipahutar. Hutan kita yang begitu luas (dulu) lama menjadi kawasan primadona diantara hutan di dunia (Amerika, Brazil, Kuba, dan lain-lain). Permasalahannya, deforestasi dan pembakaran hutan yang begitu masif kian hari kian menggila. Berbagai catatan-catatan tragis tentang (di)gundulnya hutan, entah itu dibabat atau dibakar semakin mengenaskan. Status sebagai paru-paru dunia yang kita genggam, sudah menjadi pertanyaan.

Dalam kurun satu dekade terakhir, jutaan hektar hutan musnah. Apa penyebabnya? Beberapa tahun terakhir, pembakaran hutan  terutama di Sumatra dan Kalimantan menimbulkan jutaan ton asap yang menyelimuti Asia Tenggara, utamanya Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand. Belum lagi pembalakan liar dan pengalihfungsian ribuan bahkan jutaan hektar lahan menjadi tanaman komoditi ekspansi seperti kelapa sawit (palm oil). Bisa dibayangkan betapa luasnya hutan kita yang rusak. Rentet realitas penghancuran terhadap hutan ini ibarat borok lama yang  tak kunjung sembuh dari tubuh bangsa ini.

Vandalisme dan Kerakusan

Perusakan hutan merupakan vandalisme besar. Vandalisme sederhananya berarti pengerusakan yang dilakukan secara sengaja, baik pengerusakan yang dilakukan tanpa motif tertentu (keisengan) maupun tindakan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri seperti halnya pengerusakan terhadap hutan. Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia tidak terjadi secara alamiah, ada tangan-tangan manusia yang menjadi pelaku dibalik semua ini.

Dalam penentuan siapa pelakunya, seringkali yang dikambinghitamkan adalah masyarakat kecil. Dalam perbincangan sehari-hari, masyarakat perkotaan seringkali merujuk pada  keberadaan masyarakat kecil yang berdiam di sekitar hutan tersebut sebagai biang keladi. Hal ini wajar. Mengingat, mereka berada di kota, fakta di lapangan berada jauh dari pengamatan langsung mereka.

Memang ada kemungkinan bahwa masyarakat kecil merupakan salah satu pelaku. Misalnya, pengerusakan dilakukan demi orientasi pembukaan lahan pertanian baru, pengambilan kayu bakar atau pembuatan tiang-tiang rumah. Tetapi perlu kita pahami masyarakat sekitar hutan selama ini juga berperan dalam menjaga dan melestarikan eksistensi hutan.

Sebagai contoh, kita bisa melihat masyarakat yang ada di Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir. Masyarakat disana menolak keras terhadap pembabatan hutan yang ada di sekitar Tele. Dengan alasan bahwa hutan adalah sumber kehidupan bagi masyarakat desa. Seperti sumber air untuk diminum, mengairi lahan persawahan, juga sebagai tempat pengambilan ramuan-ramuan tradisional yang digunakan sebagai obat alami.

Ada sebuah budaya unik yang diturunkan para orang tua kepada anak-anak mereka disana. Apabila seorang anak kedapatan melakukan tindakan yang merusak hutan atau sumber air, maka para orang tua akan menakut-nakuti anak tersebut dengan mengatakan bahwa disana adalah tempat Oppung Penjaga Hutan (leluhur) yang akan marah apabila hutan dirusak. Penulis mengetahui hal ini sebab penulis pernah tinggal disana selama 2 tahun.

Berbicara kemungkinan, justru perusahaan besar yang lebih layak dituduh sebagai dalang kerusakan hutan daripada msyarakat kecil, mengingat kerusakan hutan di Indonesia tidak lagi dalam skala minor. Tujuannya apalagi kalau bukan dimaksudkan sebagai mesin penghasil miliaran bahkan triliunan rupiah yang dikeruk selama bertahun-tahun.

Berbagai motif pengerusakan tersebut misalnya konversi hutan menjadi lahan ekspansi sawit, pengerukan bahan tambang, pengolahan bubur kertas (pulp) dan sebagainya. Dengan peralatan canggih seperti alat berat tentunya dengan modal raksasa hanya dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Celakanya proyek raksasa ini juga sering berjalan tanpa memperhatikan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Posisi masyarakat sekitar hutan justru menjadi korban.

Kondisi paling menyita akhir-akhir ini adalah masalah kebakaran hutan di Riau. Fenomena kabut asap yang begitu tebal menjadikan Riau sebagai daerah yang udaranya masuk pada tingkat dengan udara yang berbahaya. Sumatra Utara, utamanya Medan juga menerima dampak walau belum sampai dalam tingkatan berbahaya. Tak pelak ini menjadi masalah cukup serius bagi masyarakat kita dewasa ini. Selain ancaman bagi kesehatan, produktifitas kerja di berbagai sektor juga pasti akan berimbas

Inilah realita ketamakan yang luar biasa besar. Sifat rakus yang menyedihkan mengalamatkan kita menjadi mahkluk termiskin yang hanya memandang kucuran-kucuran dolar sebagai sebuah kekayaan utama diatas segalanya. Tidak memandang hutan, pohon dan berbagai hal lain didalamnya sebagai sebuah kekayaan besar yang perlu dirawat. Menafikan fakta bahwa sebatang pohon mampu memberikan oksigen untuk hidup dua orang manusia dewasa.

Perubahan iklim, polusi udara dan berbagai efek lainnya menjadi ganjarannya. Bisa kita rasakan pemanasan global yang semakin meningkat, cuaca yang tak menentu, polusi udara atau bencana alam dan sebagainya menjadi akibat yang sudah,  sedang dan akan kita tanggung.

Kontribus Holistik

Tindakan dari pemerintah sangat penting dalam menghempang maraknya pengerusakan hutan dan berbagai akibatnya ini. Bukan hanya mengeluarkan kebijakan namun harus juga diikuti dengan pelaksaanaan kontrol di lapangan. Dalam berbagai kasus, kebijakan yang dikeluarkan lalu dibiarkan begitu saja umumnya hanya berbuah mandul. Tinggallah kebijakan sebatas kebijakan diatas kertas tanpa berbuah sesuatu yang berarti.

Jika ditelisik, sepanjang satu dekade terakhir rezim Presiden SBY (2004-2014) telah dua kali menetapkan moratorium pemberian ijin baru yakni, Inpres no 10 tahun 2011 tentang Penundaan Izin Baru Pengelolaan Hutan hingga 2013, dan Inpres no 6 Tahun 2013 tentang Perpanjangan Penundaan Izin Baru Pengelolaan Hutan hingga 2015. Namun faktanya berbagai ‘perselingkuhan-perselingkuhan’ pengerusakan hutan masih tetap terjadi

Di satu sisi, ketegasan pemerintah dalam mengeksekusi perusahaan-perusahaan yang tetap membandel masih sangat lemah dan terkesan dibiarkan. Sementara disisi lain, masyarakat sekitar (sipil) yang ketahuan menebang atau membuka lahan pertanian sekalipun dalam skala kecil justru dihantam dengan hukuman yang cukup berat lantas dijadikan sebagai biang utama. Fakta belum adanya satu perusahaan raksasa pun yang ditetapkan sebagai tersangka, menimbulkan berbagai spekulasi negatif. Seakan ada tindakan pembiaran. Tak ayal kesan  ini membuat pengrusakan hutan secara masif semakin menjadi-jadi.

Era baru pemerintahan Jokowi-JK pada 2014-2019 mendatang diharapkan menjadi era baru untuk  pemeliharaan dan pemanfaatan hutan yang lebih waras. Moratorium kedua yang berlaku hingga 2015, yang dikeluarkan oleh rezim SBY, patut diawasi pelaksanaannya secara efektif di era yang lebih segar ini.

Persoalan hutan adalah tanggungjawab bersama. Partisipasi menyeluruh dari berbagai elemen lain seperti NGO, pemerhati lingkungan dan masyarakat juga akan sangat berarti kontribusinya dalam membantu pemerintah memerangi ‘hantu-hantu’ perusak ini. Untuk pemanfaatan hutan yang lebih sehat, demi terciptanya keadilan iklim, lingkungan, serta rakyat makmur dan sejahtera. Sebab amanah undang-undang sejatinya adalah untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat banyak. ***   emoticon-Angel

http://analisadaily.com/news/read/ir...026/2014/10/06
0
1.8K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan