bo_tak
TS
bo_tak
Elpiji Naik Lagi, Kenali Lebih Dekat Si Tabung Biru 12 Kilogram Non Subsidi
Elpiji non subsidi yang digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak, ternyata harus melalui 8 (delapan) tahapan sebelum sampai di dapur kita. Serangkaian dari jalur distribusi ini ternyata menjadi salah satu penyebab kenaikan harga jual gas elpiji non subsidi yang terjadi pada 10/09/14. Berikut pemaparan skema penyebaran dari elpiji untuk bisa tembus ke rumah-rumah penduduk Indonesia:

1. Sumber Suplai Elpiji

Seperti kita ketahui, hampir seluruh penduduk Indonesia menggunakan hasil bumi yang berupa minyak tanah sebelumnya yang disubsidi oleh pemerintah. Pada saat itu, tahun 2007 terjadi konversi besar-besaran terhadap minyak tanah yang digunakan sebagai bahan bakar kompor untuk memasak menjadi gas elpiji. Perubahan ini ternyata memiliki dampak yang signifikan terhadap belanja pengeluaran pemerintah. Elpiji mampu menekan subsidi sebesar Rp 127 triliun.

Elpiji yang kita gunakan ini sebesar 58% didapatkan dari kegiatan impor. Sedangkan sisanya, sebanyak 42% diperoleh dari kilang Pertamina dan lapangan kontraktor pihak ketiga yang bekerja sama dengan pemerintah. Kegiatan mengimpor ini tentunya dibeli dari harga ekonomi yang berlaku di dunia. Sedangkan produksi elpiji dalam negeri, memerlukan biaya-biaya yang terus meningkat setiap tahunnya karena inflasi. Inilah yang menjadi salah satu penyebab penyesuaian harga elpiji non subsidi di Indonesia.

2. Pengangkutan LPG Ke Depot Terminal

Elpiji Non Subsidi yang telah diimpor maupun diproduksi sendiri, diangkut dengan menggunakan kapal refrigerated very large gas carrier (VLGCC) bersuhu -40ᴼ C dan bermuatan 44.000 Mton. Kemudian, diproses menjadi pressurized saat pembongkaran menuju depot dengan menggunakan kapal pressurized. Terdapat dua jenis kapal pressurized yang digunakan oleh pertamina, yaitu kapal semireferigerated yang didalamnya bisa memproses perubahan gas LPG refrigerated menjadi pressurized (bermuatan 10.000 Mton) dan kapal yang LPG didalamnya sudah melalui proses dan digunakan hanya untuk pengangkutan LPG pressurized (bermuatan 1.800 ton) ke terminal.

Selain menggunakan kapal, penyaluran gas elpiji ke depot terminal juga menggunakan pipa apabila lokasi sumber suplai elpiji berdekatan dengan depot tersebut. Sehingga bisa menghemat biaya pengangkutan. Namun, tidak semua sumber suplai elpiji non subsidi yang dimiliki sekarang ini berjarak dekat dengan depot terminal. Biaya yang diperlukan untuk pengangkutan ini terbilang cukup besar dan kerap mengalami peningkatan di tiap tahunnya. Sehingga, mau tidak mau Pertamina harus menyesuaikan harga jual elpiji non subsidi 12 kg untuk menutupi biaya pengangkutan ini dan biaya-biaya produksi yang terkait lainnya.

3. Penyimpanan Di Floating LPG Dan Floating Storage

Setelah dilakukan pengangkutan, elpiji akan diletakkan dalam tiga jenis penyimpanan:

  1. Terminal LPG Refrigerated
  2. Terminal LPG Pressurized
  3. Terminal LPG Floating (di atas kapal)


Produk-produk elpiji yang tersimpan di seluruh terminal atau depot penyimpanan ini diuji kelayakannya dan harus dipastikan telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi di bawah naungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

4. Pengangkutan Dari Terminal LPG Ke Stasiun Pengisian

Proses selanjutnya, setelah elpiji non subsidi berada di terminal-terminal penyimpanan adalah pengangkutan ke stasiun pengisian. Sebanyak 1.189 mobil tangki elpiji digelontorkan untuk mendistribusikan elpiji yang sudah siap untuk diisi ke dalam tabung-tabung biru elpiji non subsidi 12 kg.

Biaya yang timbul dalam proses ini adalah pemeliharaan angkutan tangki seperti perawatan dan penyusutan, bensin untuk bahan bakar mobil yang harganya mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, supir yang mengemudikan tangki yang setiap tahunnya mengalami penyesuaian upah atau gaji dsb. Inflasi terhadap biaya produksi ini menyebabkan Pertamina melakukan peningkatan harga pada elpiji non subsidi 12 kg.

5. Pengisian Tabung Di Stasiun Pengisian

Sebanyak 100 stasiun pengisian dioperasikan oleh Pertamina. Dari jumlah tersebut, 97 stasiun pengisian dijalani dengan bekerjasama dengan pihak ketiga, sedangkan 3 stasiun pengisian dimiliki sendiri oleh Pertamina untuk elpiji 12 kg non subsidi. Dalam setiap pengisian elpiji, Pertamina selalu menjaga kualitas dengan melakukan pengawasan yang ketat dalam pengoperasian agar sejalan dengan standar Pertamina way yang diterapkan. Jaminan kualitas dan isi tabung pun dipastikan supaya terjaga dengan baik.

6. Pengetesan Ulang Tabung Elpiji 12 KG

Secara berkala, Pertamina melakukan pengetesan terhadap kualitas tabung elpiji 12 kilogram. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi para penggunanya. Pengecatan ulang juga kerap dilakukan supaya tampilan elpiji non subsidi tetap menarik dan bisa terus menjadi produk unggulan dan memenangi persaingan penjualan dari para kompetitor gas elpiji yang kini mulai banyak bermunculan.

Pertamina memiliki 63 bengkel untuk pemeliharaan dan pengetesan elpiji 12 kilogram non subsidi saat ini. Pada tahun 2013, bengkel tersebut menelan biaya sebesar Rp 57 milyar. Dan di tahun 2014, diperkirakan anggaran untuk pemeliharaan tersebut akan mengalami peningkatan menjadi Rp 93 milyar. Mau tidak mau, akibat dari kenaikan anggaran biaya ini berimbas pada peningkatan harga jual elpiji 12 kilogram non subsidi.

7. Pendistribusian Produk LPG 12 Kg Ke Para Agen

Skema selanjutnya, gas elpiji yang telah dites ulang oleh tim quality control akan didistribusikan ke para agen dengan menggunakan truk. Di sini Pertamina berperan sebagai penjaga standar kualitas yang harus dipatuhi oleh para agen elpiji non subsidi 12 kilogram. Salah satunya, yang saya tahu adalah dengan menyediakan plastic wrap sebagai identitas dan ciri dari agen resmi elpiji 12 kilogram non subsidi.

8. Penjualan Produk LPG Ke Pengecer Atau Konsumen

Terakhir, sebelum gas elpiji mampir untuk kita gunakan di dapur-dapur rumah tangga, penjualan elpiji 12 kilogram non subsidi tersebar dan bisa kita peroleh di beberapa tempat seperti SPBU, Minimarket, dan outlet-outlet resmi Pertamina. Dan banyak dari kita yang kerap mendapatkan produk elpiji non subsidi ini di agen atau warung-warung sekitar.

Harga jual yang dibanderol untuk satu tabung gas elpiji 12 kilogram non subsidi, biasanya berbeda antara wilayah yang satu dan lainnya, seperti artikel-artikel yang telah saya baca di Kompasiana. Hal ini dikarenakan, perbedaan biaya distribusi yang harus dikeluarkan untuk masing-masing daerah yang tidak sama. Untuk wilayah yang jauh dari sumber suplai elpiji, terminal gas elpiji, dan daerah yang jaraknya tidak dekat dengan stasiun pengisian, tentu harga yang ditetapkan lebih tinggi dibanding area yang berjarak dekat dengan poin-poin tersebut.

Melihat banyaknya aktifitas yang harus dilalui sebelum elpiji 12 kilogram non subsidi sampai ke tangan kita, menjadi wajar bila Pertamina melakukan penyesuaian harga secara berkala. Belum lagi biaya produksi dan biaya distribusi yang kerap meningkat dari waktu ke waktu. Kebijakan Pertamina untuk menaikkan harga elpiji 12 kilogram non subsidi tiap enam bulan sekali, harus kita maklumi. Toh, produk ini adalah salah satu barang produksi dalam negeri yang wajib kita cintai. Laba atau penghasilan dari penjualan pun akan disetorkan oleh Pertamina kepada negara. Bukankah itu untuk kemaslahatan kita-kita juga sebagai penduduk Indonesia nantinya?

Sumur
Sumur 2

Gadai BPKB Motor

Spoiler for Gadai BPKB Motor:
Diubah oleh bo_tak 19-08-2017 19:02
0
3.4K
28
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan