“Piye kabare, isih penak jamanku tho” (Apa kabar, masih enak zamanku, bukan?) Itulah kalimat yang tertera pada sticker yang begitu banyak bertebaran, dari bak truk hingga pepohonan dan pagar tembok. Sticker dengan gambar “the Smiling General” beredar massif dan melalui media-media yang mudah mudah ‘dijangkau’ warga. Tak heran bila kalimat itu jadi demikian populer.

Pertanyaan retoris di atas muncul di saat yang tepat. Pertama, di saat beban hidup masyarakat dari sisi ekonomi meningkat. Masyarakat, khususnya kalangan tua pun diajak bernostalgia ke periode Orde Baru (Orba) terutama dari sisi biaya hidup yang lebih murah. Kedua, peredaran sticker “piye kabare” berlangsung jelang Pemilu dan selama periode kampanye. Secara cerdik, pesan ini disampaikan pada momen politik yang tepat. Apa maksudnya?

Pada periode kampanye pemilu legislatif, ada partai politik yang secara gamblang mengangkat tema legacy dari tiap pemerintahan. Intinya untuk menyadarkan masyarakat bahwa setiap era kepresidenan ada hal positif yang layak diapresiasi. Masyarakat banyak tentunya paham akan hal itu. Tukang ojek dan sopir angkot pun kerap membanding-bandingkan kelebihan dari tiap presiden. Lantas, mengapa materi tersebut harus mendapat penekanan selama masa kampanye? Apa maksudnya?

Warna lama yang diusung sebagai visi-misi salah satu parpol. Melalui spanduk spanduk dan alat peraga kampanye lainnya, visi-misi itu dapat diringkas menjadi pembangunan serta keamanan dan ketertiban. Bagi warga berusia 40-an ke atas, kedua istilah magis itu sangat lekat dengan Indonesia di era 80-90-an. Atas nama pembangunan dan tamtib semua kepentingan lain bisa dikalahkan, diabaikan, bahkan disingkirkan. Mengapa kedua istilah yang tentunya bisa membuat miris para mahasiswa 98 itu bisa diangkat lagi? Apa maksudnya?

Selengkapnya
- See more at: http://www.siperubahan.com/read/1521....6KT0yVS6.dpuf