Selamat siang, kaskus.

Sebuah karya tidak signifikan dari seorang kuli bersama kopi dan pisang goreng yang selalu menemani.



Sebuah pertanyaan terbesit sesaat, ketika otak yang kurang ajar ini, melontarkan topik bagaimana jika PS (ya, salah satu calon presiden) yang keluar menjadi pemenang pilpres kemarin. Terkait dengan lahirnya RUU kontroversial kontra produktif yang dilabeli 'MD3 dan Pilkada'.



Banyak analisa bertebaran dimana2, mengatakan bahwa 2 produk itu lahir akibat semangat balas dendam, namun seruput kopi yang mencerahkan otag yang lelah ini, kembali gempita. Berikut lonatarn si 'kurang ajar' tersebut:





Lucu memang jika saya yang notabene orang gunung ini, meminjam istilah secanggih itu. Karena, menurut hemat saya, 2 RUU tersebut sebelumnya sudah di wacanakan di internal koalisi oposisi.



Bukan senjata balas dendam? Ya, memang inilah rancangan kerja asli dari koalisi oposisi. Skenario nya tetap 2, yang mana kalau PS berhasil menang jadi presiden, maka mungkin beliau akan dimintai untuk menanda-tangani RUU tersebut. Dan mana jika PS kalah, tetap harus diupayakan dengan mendesak 'pemerintah incumbent', sebagai upaya memperlemah pemerintahan Indonesia Hebat. Satu produk, 2 skenario (lagi-lagi istilah sulit hahahaha)



Kalau bukan motif balas dendam, lantas motifnya apa? Perlu diingat semenjak 2012, Indonesia sebenarny mengalami 'transisi' ke 2 di tingkat daerah. Kok bisa? Karena transisi sistem sudah mulai mencapai titik konstan, sehingga yang mengalami transisi adalah tokoh-tokohnya.

Hal ini ditandai dengan mulai disorotnya tokoh-tokoh yang lahir dari rahim rakyat, yang perlahan2 kinerjanya ditampilkan media ke permukaan dunia persilatan politik (meski sebelumnya mereka ada disana, tidak tersentuh media secara jor-joran seperti sekrang ini).

Kemunculan tokoh-tokoh ini, mulai berkesinambungan, kontinu, dan melahirkan harapan 'Indonesia bisa bersih dan Hebat'. Sesuatu yang harus dihentikan oleh penganut masa lalu, mental wani piro, guekasilu lukasigue. Yang berharap Indonesia tetap bisa jadi 'sapi perah'. Yang berharap mereka tidak bisa 'disentuh' siapapun. Yang berharap rakyat tetap cukup jadi 'barang dagangan'.



In the end: terlepas lahirny RUU tersebut, saya baru menyadari betapa pentingny pemilu legislatif ke depan ny (19). Karena wakil rakyat, tidak semuanya wakil partai, ada juga yang benar2 wakil rakyat. Pilihlah ideologi yang terbaik diantara yang buruk. Yang setidaknya, tingkah laku elite ny, bisa kita tuntut pertanggung jawabanny di pengadilan rakyat (bukan 'rakyat') nanti (jika rakyat akhirnya mengadili). Semoga generasi pemilu selanjutnya, bisa berpikir demikian, semoga tulisan inipun bisa sampai ke generasi pemilu selanjutny.





Salam dari warung kopi di tepi jalan
King Trade