- Beranda
- Komunitas
- Debate Club
[Trending Topic 1.9.14 - 9.9.14]Subsidi BBM dikurangi, BBM naik. Sudah tepatkah?
TS
unwell
[Trending Topic 1.9.14 - 9.9.14]Subsidi BBM dikurangi, BBM naik. Sudah tepatkah?
Quote:
Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia Rp 6.500 per liter. Harga ini merupakan yang termurah di kawasan ASEAN. Di negara lain harga BBM bersubsidi mencapai Rp 9.300 per liter. Perbedaan yang jauh ini membuat pemerintah berencana menaikkan harga BBM.
Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan, ada beragam opsi yang sudah disiapkan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk menanggulangi masalah BBM ini. "Opsi-opsi sudah dibuat, nanti tinggal Pak Jokowi memutuskan," kata Andi di kantor Tim Transisi, Jakarta, Rabu (27/8/2014).
Salah satu opsi itu adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. Batas kenaikan tertinggi pun sudah ditetapkan angkanya.
"Opsi-opsi sudah disampaikan, mulai dari opsi 500, 1.000, 1.500, akan dimusyawarahkan bareng-bareng antara SBY dan Jokowi, opsi kenaikan paling tinggi 3.000 langsung di 2014 atau disebar beberapa kali," ungkap Andi.
Sebulan, Harga Minyak Mentah Turun 4 Persen
ICP terpantau turun sebesar US$ 4,32 per barel, dari US$ 108,95 pada bulan Juni menjadi US$ 104,63 per barel pada bulan
berikutnya.
Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) membenarkan bila subsidi bahan bakar minyak (BBM) hanya dinikmati oleh masyarakat golongan mampu. Artinya kebijakan subsidi BBM selama ini kurang tepat sasaran.
Supervisor SPBU Bungur 3410604, Zahri mengungkapkan, dirinya kerap mendapati tunggangan mewah seperti Alphard, BMW, Mercedes Benz dan lainnya membeli BBM bersubsidi jenis Premium dengan harga Rp 6.500 per liter.
"Memang benar subsidi BBM cuma dinikmati orang-orang mampu. Sebab saya sering lihat mobil mewah masih konsumsi premium," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com di bilangan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat, seperti ditulis Selasa (26/8/2014).
Zahri menghitung, orang-orang kaya tersebut mengantongi subsidi BBM dari pemerintah hingga jutaan rupiah setiap bulannya. Dia mengasumsikan, jika satu keluarga mempunyai empat mobil dengan rata-rata pemakaian 10 liter per hari, maka total konsumsi mencapai 40 liter premium setiap hari.
"Jika dikalikan harga solar Rp 6.500 per liter, subsidi BBM yang diperoleh Rp 260 ribu per hari, sedangkan per bulan mencapai Rp 7,8 juta. Itu yang nikmati mereka yang punya mobil, sementara kita yang nggak punya mobil, nggak dapat subsidi itu. Jadi kebijakan subsidi kurang tepat dan terlalu memaksakan," terang dia.
Menurut Zahri, masyarakat golongan mampu tidak akan beralih ke BBM non subsidi apabila BBM bersubsidi tetap dijual di Indonesia. Pasalnya, kualitas BBM bersubsidi dengan non subsidi tak berbeda jauh. Namun harganya berbeda hampir dua kali lipat.
(Fik/Ahm)
Subsidi BBM memang memakan porsi yang cukup besar dari APBN. Bisa dikatakan subsidi BBM yang selama ini berjalan adalah subsidi yang salah sasaran. Bukannya masyarakat tidak boleh menerima subsidi, hanya saja, subsidi seharusnya diterima oleh mereka yang berhak menerimanya. Dengan subsidi BBM selama ini, masyarakat yang memiliki mobil mewah sekalipun mendapat subsidi, jika mereka menggunakan premium.
Subsidi seperti ini sulit dikontrol. Kalau cara subsidi seperti ini terus dilakukan maka akan terjadi subsidi salah sasaran, dan terbukanya penyimpangan (penjualan BBM ke industri). Akibatnya subsidi akan sia-sia. Padahal jika anggaran subsidi itu dialihkan, bisa digunakan untuk program yang penting, seperti pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan.
Sekarang merupakan saat yang tepat untuk mengurangi subsidi BBM. Untuk menaikkan harga BBM memang sulit dilakukan pemerintah, karena merupakan kebijakan yang tidak populis. Pemerintah memilih untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM. Namun kebijakan itu harus jelas, agar tidak menimbulkan kekisruhan dan menimbulkan masalah sosial.
Masyarakat hanya bisa menerima kebijakan pemerintah. Untuk itu alangkah baiknya jika pemerintah membuat kebijakan yang jelas dan sosialisasi yang maksimal. Kedepan diharapkan pemerintah mempunyai program 5 tahunan, agar ada kesinambungan, sehingga kebijakan tidak terputus-putus. Dalam masalah subsidi BBM misalnya, kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak akan mendadak dan mengejutkan masyarakat.
Terkait
Megawati Bantah PDI-P Tak Konsisten soal Wacana Kenaikan Harga BBM
Cara Sopir Angkot Hadapi Kelangkaan Bensin dan Solar Bersubsidi...
Dipaksa Antre dan BBM Langka, Orang "Mampu" Baru Beralih ke BBM Non-Subsidi?
Antrean di SPBU Parah, Pertamina Normalisasi Pasokan BBM Malam Ini
8
JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatasan pasokan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang sempat dilakukan Pertamina, termasuk di DKI Jakarta, membuat para karyawan bermobil pribadi di kawasan perkantoran Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin Jakarta beralih ke BBM non-subsidi. Alasannya, terpaksa.
"Kalau sudah langka kayak begini ya mau gimana lagi? Daripada malah ngantre mulu kalau mau beli premium, jadi pake Pertamina dex saja. Sudah mulai dari pagi ini kok," ujar Ryan, salah satu pekerja di perusahaan swasta yang berkantor pusat di Jalan MH Thamrin, Rabu (27/8/2014).
Setali tiga uang, Bima yang bekerja di satu perusahaan dengan Ryan, mengatakan berencana beralih ke BBM non-subsidi. "Soalnya (bbm subsidi) lagi langka kan. Mending karyawan berpenghasilan kayak kita gini pakai yang non-subsidi biar yang subsidi dipakai sama rakyat yang emang kurang (pendapatannya)," kata dia.
Kolega perempuan kedua lelaki itu, Resti, menimpali percakapan dengan mengakui dia pun telah beralih menggunakan BBM non-subsidi. "Iya, saya juga sudah mulai ganti (ke) Pertamax dari dua hari kemarin," timpal dia.
Sebelumnya diberitakan, Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir meminta masyarakat, terutama pengguna mobil pribadi yang terbiasa mengonsumsi BBM bersubsidi, agar beralih menggunakan BBM non-subsidi.
Tujuan imbauan ini, kata Ali, adalah agar pasokan BBM bersubsidi bagi masyarakat tidak mampu bisa mencukupi sampai akhir 2014. "Untuk tetap menjamin ketersediaan BBM di masyarakat, Pertamina menyediakan BBM non-subsidi, yaitu Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan solar non-subsidi," imbuh dia.
Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan, ada beragam opsi yang sudah disiapkan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk menanggulangi masalah BBM ini. "Opsi-opsi sudah dibuat, nanti tinggal Pak Jokowi memutuskan," kata Andi di kantor Tim Transisi, Jakarta, Rabu (27/8/2014).
Spoiler for Rentang harga BBM di dunia:
"Opsi-opsi sudah disampaikan, mulai dari opsi 500, 1.000, 1.500, akan dimusyawarahkan bareng-bareng antara SBY dan Jokowi, opsi kenaikan paling tinggi 3.000 langsung di 2014 atau disebar beberapa kali," ungkap Andi.
Spoiler for Harga minyak dunia:
Sebulan, Harga Minyak Mentah Turun 4 Persen
ICP terpantau turun sebesar US$ 4,32 per barel, dari US$ 108,95 pada bulan Juni menjadi US$ 104,63 per barel pada bulan
berikutnya.
Spoiler for Subsidi salah sasaran:
Spoiler for Primadona mobil mewah:
Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) membenarkan bila subsidi bahan bakar minyak (BBM) hanya dinikmati oleh masyarakat golongan mampu. Artinya kebijakan subsidi BBM selama ini kurang tepat sasaran.
Supervisor SPBU Bungur 3410604, Zahri mengungkapkan, dirinya kerap mendapati tunggangan mewah seperti Alphard, BMW, Mercedes Benz dan lainnya membeli BBM bersubsidi jenis Premium dengan harga Rp 6.500 per liter.
"Memang benar subsidi BBM cuma dinikmati orang-orang mampu. Sebab saya sering lihat mobil mewah masih konsumsi premium," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com di bilangan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat, seperti ditulis Selasa (26/8/2014).
Zahri menghitung, orang-orang kaya tersebut mengantongi subsidi BBM dari pemerintah hingga jutaan rupiah setiap bulannya. Dia mengasumsikan, jika satu keluarga mempunyai empat mobil dengan rata-rata pemakaian 10 liter per hari, maka total konsumsi mencapai 40 liter premium setiap hari.
"Jika dikalikan harga solar Rp 6.500 per liter, subsidi BBM yang diperoleh Rp 260 ribu per hari, sedangkan per bulan mencapai Rp 7,8 juta. Itu yang nikmati mereka yang punya mobil, sementara kita yang nggak punya mobil, nggak dapat subsidi itu. Jadi kebijakan subsidi kurang tepat dan terlalu memaksakan," terang dia.
Menurut Zahri, masyarakat golongan mampu tidak akan beralih ke BBM non subsidi apabila BBM bersubsidi tetap dijual di Indonesia. Pasalnya, kualitas BBM bersubsidi dengan non subsidi tak berbeda jauh. Namun harganya berbeda hampir dua kali lipat.
(Fik/Ahm)
Spoiler for Salah sasaran:
Subsidi BBM memang memakan porsi yang cukup besar dari APBN. Bisa dikatakan subsidi BBM yang selama ini berjalan adalah subsidi yang salah sasaran. Bukannya masyarakat tidak boleh menerima subsidi, hanya saja, subsidi seharusnya diterima oleh mereka yang berhak menerimanya. Dengan subsidi BBM selama ini, masyarakat yang memiliki mobil mewah sekalipun mendapat subsidi, jika mereka menggunakan premium.
Subsidi seperti ini sulit dikontrol. Kalau cara subsidi seperti ini terus dilakukan maka akan terjadi subsidi salah sasaran, dan terbukanya penyimpangan (penjualan BBM ke industri). Akibatnya subsidi akan sia-sia. Padahal jika anggaran subsidi itu dialihkan, bisa digunakan untuk program yang penting, seperti pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan.
Sekarang merupakan saat yang tepat untuk mengurangi subsidi BBM. Untuk menaikkan harga BBM memang sulit dilakukan pemerintah, karena merupakan kebijakan yang tidak populis. Pemerintah memilih untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM. Namun kebijakan itu harus jelas, agar tidak menimbulkan kekisruhan dan menimbulkan masalah sosial.
Masyarakat hanya bisa menerima kebijakan pemerintah. Untuk itu alangkah baiknya jika pemerintah membuat kebijakan yang jelas dan sosialisasi yang maksimal. Kedepan diharapkan pemerintah mempunyai program 5 tahunan, agar ada kesinambungan, sehingga kebijakan tidak terputus-putus. Dalam masalah subsidi BBM misalnya, kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak akan mendadak dan mengejutkan masyarakat.
Spoiler for Dipaksa antri:
Terkait
Megawati Bantah PDI-P Tak Konsisten soal Wacana Kenaikan Harga BBM
Cara Sopir Angkot Hadapi Kelangkaan Bensin dan Solar Bersubsidi...
Dipaksa Antre dan BBM Langka, Orang "Mampu" Baru Beralih ke BBM Non-Subsidi?
Antrean di SPBU Parah, Pertamina Normalisasi Pasokan BBM Malam Ini
8
JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatasan pasokan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang sempat dilakukan Pertamina, termasuk di DKI Jakarta, membuat para karyawan bermobil pribadi di kawasan perkantoran Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin Jakarta beralih ke BBM non-subsidi. Alasannya, terpaksa.
"Kalau sudah langka kayak begini ya mau gimana lagi? Daripada malah ngantre mulu kalau mau beli premium, jadi pake Pertamina dex saja. Sudah mulai dari pagi ini kok," ujar Ryan, salah satu pekerja di perusahaan swasta yang berkantor pusat di Jalan MH Thamrin, Rabu (27/8/2014).
Setali tiga uang, Bima yang bekerja di satu perusahaan dengan Ryan, mengatakan berencana beralih ke BBM non-subsidi. "Soalnya (bbm subsidi) lagi langka kan. Mending karyawan berpenghasilan kayak kita gini pakai yang non-subsidi biar yang subsidi dipakai sama rakyat yang emang kurang (pendapatannya)," kata dia.
Kolega perempuan kedua lelaki itu, Resti, menimpali percakapan dengan mengakui dia pun telah beralih menggunakan BBM non-subsidi. "Iya, saya juga sudah mulai ganti (ke) Pertamax dari dua hari kemarin," timpal dia.
Sebelumnya diberitakan, Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir meminta masyarakat, terutama pengguna mobil pribadi yang terbiasa mengonsumsi BBM bersubsidi, agar beralih menggunakan BBM non-subsidi.
Tujuan imbauan ini, kata Ali, adalah agar pasokan BBM bersubsidi bagi masyarakat tidak mampu bisa mencukupi sampai akhir 2014. "Untuk tetap menjamin ketersediaan BBM di masyarakat, Pertamina menyediakan BBM non-subsidi, yaitu Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan solar non-subsidi," imbuh dia.
Spoiler for Papua BBM 50.000:
JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi Papua Rosiyati MH Thamrin mengatakan, jika dibandingkan dengan di Papua, harga BBM bersubsidi di Jawa relatif kecil.
"Di Jawa, harga BBM bersubsidi mau naik, orang demo-demo. Kami di Papua bisa Rp 50.000 biasa saja," ujar Rosiyati MH Thamrin di kantor Kadin, Jakarta, Rabu (27/8/2014).
Dia menjelaskan, harga BBM di Papua sangatlah bervariasi. Di puncak-puncak gunung di Wamena, misalnya, harga BBM ada yang Rp 35.000, ada juga yang Rp 50.000. Hal tersebut terjadi karena biaya logistik yang sangat tinggi di Papua.
Rosiyati juga mengajak membayangkan jika situasi tersebut terjadi di Pulau Jawa. Dia pun mengaku heran dengan keadaan seperti itu. Pasalnya, kata dia, Papua sangatlah kaya akan hasil bumi dan pertambangan, tetapi malah menderita dengan keadaan tersebut.
Untuk memutus hal tersebut, Rosiyati pun mengusulkan agar dana otonomi khusus jangan dipakai untuk pembangunan infrastruktur, tetapi diperuntukkan kepada pendidikan dan kesehatan masyarakat Papua.
Selain itu, dia juga sangat mendukung usulan Jokowi mengenai tol laut. Dengan begitu, kata dia, harga kebutuhan pokok dan BBM di Papua akan turun.
"Di Jawa, harga BBM bersubsidi mau naik, orang demo-demo. Kami di Papua bisa Rp 50.000 biasa saja," ujar Rosiyati MH Thamrin di kantor Kadin, Jakarta, Rabu (27/8/2014).
Dia menjelaskan, harga BBM di Papua sangatlah bervariasi. Di puncak-puncak gunung di Wamena, misalnya, harga BBM ada yang Rp 35.000, ada juga yang Rp 50.000. Hal tersebut terjadi karena biaya logistik yang sangat tinggi di Papua.
Rosiyati juga mengajak membayangkan jika situasi tersebut terjadi di Pulau Jawa. Dia pun mengaku heran dengan keadaan seperti itu. Pasalnya, kata dia, Papua sangatlah kaya akan hasil bumi dan pertambangan, tetapi malah menderita dengan keadaan tersebut.
Untuk memutus hal tersebut, Rosiyati pun mengusulkan agar dana otonomi khusus jangan dipakai untuk pembangunan infrastruktur, tetapi diperuntukkan kepada pendidikan dan kesehatan masyarakat Papua.
Selain itu, dia juga sangat mendukung usulan Jokowi mengenai tol laut. Dengan begitu, kata dia, harga kebutuhan pokok dan BBM di Papua akan turun.
Spoiler for Saran:
Spoiler for Relawan projo:
Liputan6.com, Jakarta - Para relawan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SB) bertanggung jawab atas ketidakstabilan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berujung pada wacana menaikkan harga BBM bersubsidi.
Ketua Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Mohammad Yamin mengatakan kenaikan harga BBM seharusnya dilakukan saat pemerintahan SBY.
"SBY tidak antisipasi soal BBM. Ini tanggung jawab SBY. Kenaikan harga BBM ini kan terjadi sejak zaman pemerintahannya," kata Yamin dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2014).
Menurut Yamin, selama 10 tahun pemerintahan SBY berjalan, SBY tidak pernah serius mengantisipasi kenaikan harga BBM.
"Mulai dari pengalihan kebutuhan akan BBM beralih ke gas, tidak pernah ada kebijakan serius untuk ini. Penggunaan BBM kan sebenarnya bisa dihemat," ujar Yamin.
Yamin menambahkan, pemerintahan SBY masih belum maksimal dalam mengatasi masalah BBM. Selain itu, penggunaan anggaran negara tidak efektif dan efisien, sehingga pemerintahan selanjutnya yang harus menanggung.
"Pengelolaan anggaran tidak baik selama Presiden SBY memimpin, sehingga pemerintahan ke depan yang menanggungnya," tukas Yamin.
Ketua Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Mohammad Yamin mengatakan kenaikan harga BBM seharusnya dilakukan saat pemerintahan SBY.
"SBY tidak antisipasi soal BBM. Ini tanggung jawab SBY. Kenaikan harga BBM ini kan terjadi sejak zaman pemerintahannya," kata Yamin dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2014).
Menurut Yamin, selama 10 tahun pemerintahan SBY berjalan, SBY tidak pernah serius mengantisipasi kenaikan harga BBM.
"Mulai dari pengalihan kebutuhan akan BBM beralih ke gas, tidak pernah ada kebijakan serius untuk ini. Penggunaan BBM kan sebenarnya bisa dihemat," ujar Yamin.
Yamin menambahkan, pemerintahan SBY masih belum maksimal dalam mengatasi masalah BBM. Selain itu, penggunaan anggaran negara tidak efektif dan efisien, sehingga pemerintahan selanjutnya yang harus menanggung.
"Pengelolaan anggaran tidak baik selama Presiden SBY memimpin, sehingga pemerintahan ke depan yang menanggungnya," tukas Yamin.
Spoiler for Genjot pajak:
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dinilai tidak perlu terburu-buru untuk melakukan pencabutan subsidi BBM dan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng mengatakan, masih ada jalan yang bisa tempuh pemerintah baru untuk menghindari kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Pemerintah Jokowi-JK tidak perlu terlalu terburu-buru membuat kesimpulan mencabut subsidi BBM dan menaikkan harga BBM sebelum secara benar melakukan upaya mengoptimalisasi penerimaan dan efisiensi pengeluaran rutin," ujar Salamuddin di Kantor IGJ, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (29/8/2014).
Sementara itu, Research and Monitoring Manager IGJ Rachmi Hertanti menjelaskan tekanan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sebenarnya merupakan efek dari defisit necara pembayaran akibat impor migas yang tinggi karena pelemahan rupiah dan kebijakan the fed yang menaikkan suku bunga.
"Ini karena ketergantungan ekonomi kita pada negara asing, ini yang tidak pernah dibuka. Pencabutan subsidi ini seharusnya menjadi solusi jangka pendek. Kita menghentikan ketergantungan kita dari dana asing," kata Rachmi.
Menurut Rachmi, yang harus dilakukan oleh pemerintahan mendatang yaitu melakukan penghematan anggaran dan meningkatkan penerimaan pajak sehingga masih ada ruang bagi pemerintah untuk memberikan subsidi.
"Menggenjot penerimaan pajak bisa dilakukan dengan mendorong pengolahan di dalam negeri. Selama ini PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) kita masih kecil. Itu yang harus dilakukan oleh pemerintah. Kemudian anggaran belanja itu selama ini efektif atau tidak," tandasnya.
Seperti diketahui, dalam RAPBN tahun 2015 direncanakan subsidi mencapai Rp 443.512,2 miliar. Jumlah tersebut meningkat Rp 30.476,6 miliar bilang dibandingkan dengan pagu program pengelolaan subsidi yang ditetapkan dalam APBNP 2014 sebesar Rp 403.035,6 miliar.
Sebagian besar anggaran program pengelolaan subsidi dalam RAPBN 2015 tersebut rencananya akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar Rp 363.534,5 miliar antara lain untuk subsidi BBM, BBN, elpiji tabung 3 kg dan LGC sebesar Rp 291.111,8 miliar dan subsidi listrik sebesar Rp 72.422,7 miliar. (Dny/Ahm)
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng mengatakan, masih ada jalan yang bisa tempuh pemerintah baru untuk menghindari kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Pemerintah Jokowi-JK tidak perlu terlalu terburu-buru membuat kesimpulan mencabut subsidi BBM dan menaikkan harga BBM sebelum secara benar melakukan upaya mengoptimalisasi penerimaan dan efisiensi pengeluaran rutin," ujar Salamuddin di Kantor IGJ, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (29/8/2014).
Sementara itu, Research and Monitoring Manager IGJ Rachmi Hertanti menjelaskan tekanan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sebenarnya merupakan efek dari defisit necara pembayaran akibat impor migas yang tinggi karena pelemahan rupiah dan kebijakan the fed yang menaikkan suku bunga.
"Ini karena ketergantungan ekonomi kita pada negara asing, ini yang tidak pernah dibuka. Pencabutan subsidi ini seharusnya menjadi solusi jangka pendek. Kita menghentikan ketergantungan kita dari dana asing," kata Rachmi.
Menurut Rachmi, yang harus dilakukan oleh pemerintahan mendatang yaitu melakukan penghematan anggaran dan meningkatkan penerimaan pajak sehingga masih ada ruang bagi pemerintah untuk memberikan subsidi.
"Menggenjot penerimaan pajak bisa dilakukan dengan mendorong pengolahan di dalam negeri. Selama ini PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) kita masih kecil. Itu yang harus dilakukan oleh pemerintah. Kemudian anggaran belanja itu selama ini efektif atau tidak," tandasnya.
Seperti diketahui, dalam RAPBN tahun 2015 direncanakan subsidi mencapai Rp 443.512,2 miliar. Jumlah tersebut meningkat Rp 30.476,6 miliar bilang dibandingkan dengan pagu program pengelolaan subsidi yang ditetapkan dalam APBNP 2014 sebesar Rp 403.035,6 miliar.
Sebagian besar anggaran program pengelolaan subsidi dalam RAPBN 2015 tersebut rencananya akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar Rp 363.534,5 miliar antara lain untuk subsidi BBM, BBN, elpiji tabung 3 kg dan LGC sebesar Rp 291.111,8 miliar dan subsidi listrik sebesar Rp 72.422,7 miliar. (Dny/Ahm)
Spoiler for Solusi pengusaha:
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Poltak Sitanggang mendukung penuh langkah pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun penghematan anggarannya dialihkan untuk membangun infrastruktur agar dapat menekan angka kemiskinan.
"Kenaikan harga BBM nggak bisa ditolak dan cari substitusinya juga. Cari cara bagaimana angka kemiskinan nggak bertambah akibat inflasi yang melonjak gara-gara harga BBM naik," ungkap dia kepada wartawan di kantor Kadin Indonesia, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Solusi paling ampuh, Poltak mengimbau, agar penghematan dari kebijakan tersebut dapat digunakan membangun proyek infrastruktur, seperti jalan, jembatan, listrik dan sebagainya.
"Jangan harga BBM naik untuk mempersempit defisit anggaran, tapi menunda pembangunan infrastruktur. Infrastruktur ini dibangun supaya tercipta lapangan kerja, karena biasanya saat harga BBM naik, inflasi tinggi dan kemiskinan bertambah," tutur dia.
Bagi pengusaha tambang, dijelaskannya, tak terpengaruh dengan kenaikan harga BBM subsidi mengingat sektor ini telah mengonsumsi bahan bakar industri yang non subsidi. "Kami sih nggak pengaruh, tapi kalau harga BBM industri naik, kami bisa naikkan harga produk," ujar Poltak.
Poltak berharap, sektor pertambangan memperoleh perhatian khusus dari pemerintah. Pengusaha tambang, sambungnya, hanya memiliki harapan sederhana agar pemerintah menyediakan kebutuhan listrik.
"Suruh bangun smelter, hilirisasi, tapi nggak pernah ada listriknya. Padalah pemerintah sudah janji sejak lama. Makanya kami cuma ingin ada listrik, supaya kegiatan menambang tidak terganggu," pungkas dia. (Fik/Ahm)
"Kenaikan harga BBM nggak bisa ditolak dan cari substitusinya juga. Cari cara bagaimana angka kemiskinan nggak bertambah akibat inflasi yang melonjak gara-gara harga BBM naik," ungkap dia kepada wartawan di kantor Kadin Indonesia, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Solusi paling ampuh, Poltak mengimbau, agar penghematan dari kebijakan tersebut dapat digunakan membangun proyek infrastruktur, seperti jalan, jembatan, listrik dan sebagainya.
"Jangan harga BBM naik untuk mempersempit defisit anggaran, tapi menunda pembangunan infrastruktur. Infrastruktur ini dibangun supaya tercipta lapangan kerja, karena biasanya saat harga BBM naik, inflasi tinggi dan kemiskinan bertambah," tutur dia.
Bagi pengusaha tambang, dijelaskannya, tak terpengaruh dengan kenaikan harga BBM subsidi mengingat sektor ini telah mengonsumsi bahan bakar industri yang non subsidi. "Kami sih nggak pengaruh, tapi kalau harga BBM industri naik, kami bisa naikkan harga produk," ujar Poltak.
Poltak berharap, sektor pertambangan memperoleh perhatian khusus dari pemerintah. Pengusaha tambang, sambungnya, hanya memiliki harapan sederhana agar pemerintah menyediakan kebutuhan listrik.
"Suruh bangun smelter, hilirisasi, tapi nggak pernah ada listriknya. Padalah pemerintah sudah janji sejak lama. Makanya kami cuma ingin ada listrik, supaya kegiatan menambang tidak terganggu," pungkas dia. (Fik/Ahm)
Spoiler for BBG:
JAKARTA - Pemerintah telah mengambil langkah dalam menanggulangi masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di beberapa daerah. Pasalnya, kelangkaan tersebut diakibatkan oleh pembatasan BBM bersubsidi.
Menurut keterangan tertulis Supply Chain Indonesia, Untuk mengatasi masalah BBM bersubsidi dalam jangka panjang, Pemerintah perlu mempertimbangkan program terobosan berupa konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).
"Dengan harga BBG yang jauh lebih murah, yaitu Rp3.100 per liter setara premium, program konversi ini juga akan berdampak terhadap efisiensi biaya transportasi barang dan logistik nasional," ujarnya keterangan tertulis tersebut, Jumat (29/8/2014).
Untuk program tersebut, salah satu yang terpenting adalah penyediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dengan sebaran dan jumlah yang memadai.
"Selain itu, diperlukan insentif bagi perusahaan-perusahaan transportasi untuk pengadaan kendaraan berbahan bakar gas yang jauh lebih mahal daripada kendaraan dengan BBM. Sebagai perbandingan, untuk truk ber-BBM sekitar Rp800 juta, harga truk sejenis ber-BBG bisa mencapai Rp1,5 miliar," jelasnya.
Selain untuk pengembangan infrastruktur guna mengefisienkan transportasi dan logistik, Pemerintah bisa mengalihkan subsidi BBM untuk kedua hal tersebut.
"Keberhasilan Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden pada pemerintahan terdahulu dalam program konversi minyak tanah ke gas menjadi modal penting bagi pemerintahan Jokowi-JK melakukan program terobosan tersebut," tutupnya. (mrt)
Menurut keterangan tertulis Supply Chain Indonesia, Untuk mengatasi masalah BBM bersubsidi dalam jangka panjang, Pemerintah perlu mempertimbangkan program terobosan berupa konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).
"Dengan harga BBG yang jauh lebih murah, yaitu Rp3.100 per liter setara premium, program konversi ini juga akan berdampak terhadap efisiensi biaya transportasi barang dan logistik nasional," ujarnya keterangan tertulis tersebut, Jumat (29/8/2014).
Untuk program tersebut, salah satu yang terpenting adalah penyediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dengan sebaran dan jumlah yang memadai.
"Selain itu, diperlukan insentif bagi perusahaan-perusahaan transportasi untuk pengadaan kendaraan berbahan bakar gas yang jauh lebih mahal daripada kendaraan dengan BBM. Sebagai perbandingan, untuk truk ber-BBM sekitar Rp800 juta, harga truk sejenis ber-BBG bisa mencapai Rp1,5 miliar," jelasnya.
Selain untuk pengembangan infrastruktur guna mengefisienkan transportasi dan logistik, Pemerintah bisa mengalihkan subsidi BBM untuk kedua hal tersebut.
"Keberhasilan Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden pada pemerintahan terdahulu dalam program konversi minyak tanah ke gas menjadi modal penting bagi pemerintahan Jokowi-JK melakukan program terobosan tersebut," tutupnya. (mrt)
Spoiler for Dampak:
Spoiler for Harga BBM Naik, Gubernur BI Khawatir Inflasi Meleset:
Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia/BI Agus Martowardojo mengaku khawatir isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) membuat target inflasi tidak tercapai pada 2014 . Pasalnya, kenaikan harga BBM belum masuk perhitungan target inflasi.
"Pertanyaan terkait BBM kami akan terus waspadai. Kalau seandainya ada kebijakan administered prices karena ada BBM. Target kami tidak perhitungkan administered prices 2014," kata dia di Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Dia mengatakan, Indonesia memang sedang menghadapi tantangan fiskal yang berat. Jika ada kebijakan pasti ada perubahan harga tetapi ini belum memperhitungkan harga BBM bersubsidi naik.
"Kalau seandainya perubahan administered prices. Penyesuaian listrik ada yang konsumen dan produsen, elpiji juga akan disesuaikan. Itu semua sudah kami monitor," lanjutnya.
Meski demikian, untuk saat ini Agus mengaku optimistis tingkat inflasi masih terjaga sesuai target di kisaran 4,5 persen plus minus 1 sampai akhir tahun. Hal itu terlihat dari gerak inflasi dalam beberapa minggu ini
"Agustus cukup baik, kami lihat sampai minggu ketiga inflasi bisa di 0,3 persen atau lebih rendah dari 0,3 persen. Ini kondisi baik yang sudah kami capai. Kami harapkan 4 bulan terakhir betul-betul bisa koordinasi pemantauan jaga stabilitas sistem ekonomi," tukas Agus. (Amd/Ahm)
"Pertanyaan terkait BBM kami akan terus waspadai. Kalau seandainya ada kebijakan administered prices karena ada BBM. Target kami tidak perhitungkan administered prices 2014," kata dia di Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Dia mengatakan, Indonesia memang sedang menghadapi tantangan fiskal yang berat. Jika ada kebijakan pasti ada perubahan harga tetapi ini belum memperhitungkan harga BBM bersubsidi naik.
"Kalau seandainya perubahan administered prices. Penyesuaian listrik ada yang konsumen dan produsen, elpiji juga akan disesuaikan. Itu semua sudah kami monitor," lanjutnya.
Meski demikian, untuk saat ini Agus mengaku optimistis tingkat inflasi masih terjaga sesuai target di kisaran 4,5 persen plus minus 1 sampai akhir tahun. Hal itu terlihat dari gerak inflasi dalam beberapa minggu ini
"Agustus cukup baik, kami lihat sampai minggu ketiga inflasi bisa di 0,3 persen atau lebih rendah dari 0,3 persen. Ini kondisi baik yang sudah kami capai. Kami harapkan 4 bulan terakhir betul-betul bisa koordinasi pemantauan jaga stabilitas sistem ekonomi," tukas Agus. (Amd/Ahm)
Spoiler for Subsidi BBM Hilang, Nilai Tukar Rupiah Bisa Menguat ke 10 Ribu:
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini terus bergerak melemah di di kisaran Rp 11.600 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Rp 11.700 per dolar AS. Bahkan rupiah sempat menyentuh level RP 12.000 per dolar AS di akhir tahun 2013.
Pengamat ekonomi, Toni Prasetyantono menilai, angka pergerakan rupiah saat ini sudah sesuai dengan kondisi fundamental Indonesia terlebih dilihat dari segi neraca transaksi perdagangan.
Secara lebih spesifik, dari neraca transaksi perdagangan tersebut yang lebih disorot oleh Toni terkait tingginya impor minyak dan gas (migas) yang kemudian mempengaruhi tingginya subsidi yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014.
"Rupiah sulit menembus di bawah Rp 11.000 per dolar AS karena subsidi BBM dan listrik yang mencapai Rp 350 triliun sudah tidak masuk akal sehingga APBNP sudah tidak kredibel," kata Toni saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (24/8/2014).
Terlebih, hingga saat ini rupiah juga masih menunggu keputusan Jokowi-JK dalam menentukan siapa saja yang mengisi jabatan dalam kabinet masa pemerintahannya lima tahun ke depan.
"Ini memberi beban berat bagi rupiah sehingga sulit menguat," tegas pengamat alumni Universitas Gadjah Mada itu.
Perlu diketahui, kurs rupiah terhadap dolar AS menguat 0,17 persen ke Rp 11.673 per US. Sementara untuk program pengendalian subsidi dalam APBNP 2014 telah ditetapkan sebesar Rp403 triliun, yang terdiri atas subsidi energi Rp350,3 triliun yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp246,5 triliun dan subsidi listrik Rp103,8 triliun, serta subsidi non energi Rp52,7 triliun. (Yas/Gdn)
Pengamat ekonomi, Toni Prasetyantono menilai, angka pergerakan rupiah saat ini sudah sesuai dengan kondisi fundamental Indonesia terlebih dilihat dari segi neraca transaksi perdagangan.
Secara lebih spesifik, dari neraca transaksi perdagangan tersebut yang lebih disorot oleh Toni terkait tingginya impor minyak dan gas (migas) yang kemudian mempengaruhi tingginya subsidi yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014.
"Rupiah sulit menembus di bawah Rp 11.000 per dolar AS karena subsidi BBM dan listrik yang mencapai Rp 350 triliun sudah tidak masuk akal sehingga APBNP sudah tidak kredibel," kata Toni saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (24/8/2014).
Terlebih, hingga saat ini rupiah juga masih menunggu keputusan Jokowi-JK dalam menentukan siapa saja yang mengisi jabatan dalam kabinet masa pemerintahannya lima tahun ke depan.
"Ini memberi beban berat bagi rupiah sehingga sulit menguat," tegas pengamat alumni Universitas Gadjah Mada itu.
Perlu diketahui, kurs rupiah terhadap dolar AS menguat 0,17 persen ke Rp 11.673 per US. Sementara untuk program pengendalian subsidi dalam APBNP 2014 telah ditetapkan sebesar Rp403 triliun, yang terdiri atas subsidi energi Rp350,3 triliun yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp246,5 triliun dan subsidi listrik Rp103,8 triliun, serta subsidi non energi Rp52,7 triliun. (Yas/Gdn)
1. Sudah tepatkah kenaikan BBM menurut anda?
2. Berapakah jumlah rupiah kenaikan / penurunan BBM yang anda sarankan?
3. Kapan BBM sebaiknya dinaikkan?
4. Apakah ada solusi lain dari kenaikan BBM?
monggo dishare bacotannya..
Diubah oleh Makavelli 01-09-2014 04:30
0
12.3K
Kutip
420
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan