yinluckAvatar border
TS
yinluck
Minum BBM Subsidi, Kaya-Miskin itu Punya Hak Sama Didepan Hukum. Jangan Diskriminatif
Mobil Mewah Bersubsidi BBM ....





Pengurangan BBM Subsidi Memerlukan Payung Hukum
Selasa, 26 Agustus 2014 | 19:37

Surabaya - Pengamat Energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria, mengimbau, pemerintah perlu segera menetapkan payung hukum untuk Pertamina agar perusahaan migas tersebut punya dasar dalam pengurangan BBM bersubsidi kepada SPBU.

"Tanpa adanya surat BPH Migas dan atau Menteri ESDM, Pertamina berpotensi bisa digugat masyarakat. Terutama, ketika Pertamina melakukan pengurangan (pemotongan) pasokan BBM bersubsidi ke SPBU," kata Sofyano saat dihubungi dari Surabaya, Selasa (26/8).

Selain itu, tambahnya, hal tersebut sekaligus bertujuan menghindarkan Pertamina dan sejumlah SPBU di Tanah Air dari protes masyarakat konsumen pengguna BBM bersubsidi.

"Urgensi payung hukum untuk melaksanakan pembatasan BBM bersubsidi, dikarenakan kebijakan pengurangan komoditas itu menyangkut hajat hidup orang banyak," ujarnya.

Meski begitu, menurut dia, pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi di Indonesia juga sangat sulit, bahkan perlu upaya yang sangat luar biasa dan data kendaraan atau konsumen yang detail.

"Di sisi lain, sepanjang masyarakat membeli dalam jumlah yang wajar (sesuai besarnya tanki BBM sepeda motor atau kendaraan roda empat atau lebih) maka pemerintah tidak bisa melarangnya," katanya.

Dengan catatan, tambah dia, memang belum ada Permen ESDM yang khusus mengatur tentang pembelian BBM oleh masyarakat. Akan tetapi, pemerintah justru hanya punya kewenangan membatasi ketersediaan BBM dari Pertamina ke berbagai SPBU.

"Namun, pemerintah tidak memiliki dasar hukum untuk membatasi atau melarang masyarakat dalam membeli BBM bersubsidi untuk kendaraan bermotor nonpertambangan dan nonperkebunan," kata Sofyano.

Kecuali, kata dia, untuk kendaraan bermotor bagi angkutan pertambangan dan perkebunan yang memang sudah ada dasar hukumnya yaitu Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2012.

Di lain pihak, secara umum peran Pertamina terhadap pada pemenuhan energi masyarakat Indonesia dinilai memiliki pola distribusi yang paling rumit dan canggih di dunia.

"Bahkan, Pertamina telah mendedikasikan 70 persen aktifitas perusahaan untuk menyalurkan energi ke 2.352 pulau berpenghuni di Indonesia," katanya.

Sofyano menyatakan untuk menjangkaunya sekitar 200 kapal ukuran kecil, sedang, dan besar melintasi perairan Indonesia, 118 terminal BBM, 513 LPG filling plant, dan 5.095 unit SPBU dilibatkan.
http://www.beritasatu.com/ekonomi/20...ung-hukum.html


Dua Capres Soal Pengelolaan Energi
Jokowi Mau Hapuskan, Prabowo Siap Pangkas Subsidi BBM
Senin, 02 Jun 2014 07:11 WIB

MedanBisnis - Jakarta. Dua calon presiden, baik Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto gencar melakukan sosialisasi visi dan misi program kerja mereka kepada masyarakat. Salah satu program kerja yang akan dilakukan adalah pengelolaan sektor energi.

Tim Sukses Pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla, Darmawan Prasojo mengatakan, Jokowi sudah mempunyai konsep yang matang mengelola sektor energi nasional bila terpilih menjadi presiden dan wakil presiden."Masalah energi sebenarnya sangat sederhana tetapi implementasinya memang yang cukup sulit," kata Darmawan di acara Polemik Masalah Energi Nasional di Warung Daun, Cikini, Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Darmawan, ada beberapa program utama di sektor energi yang akan dilakukan Jokowi bila terpilih menjadi presiden seperti menghapus subsidi BBM dalam 4 tahun mendatang, melakukan program konversi minyak ke gas di sektor transportasi, dan membangun banyak infrastruktur pendukung produksi minyak dan gas di Indonesia.

"Gas ini energi murah tetapi sayangnya kita tidak mempunya infrastruktur yang masif di dalam negeri sehingga banyak gas kita diekspor dengan harga murah. Kemudian bagaimana cara menurunkan energi di sektor minyak, kita akan lakukan konversi dari minyak ke gas di sektor transportasi," katanya.

Calon Presiden Prabowo dan wakilnya Hatta Rajasa memilih tidak menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM). Program subsidi BBM tetap akan dilanjutkan, tetapi hanya untuk orang miskin. Sedangkan untuk orang kaya, subsidi BBM akan dibatasi dengan sistem pajak dan cukai.

Tim Sukses Prabowo-Hatta, Dradjad Wibowo menegaskan, berat untuk menghapus subsidi BBM secara total. Karena mayoritas masyarakat Indonesia masih miskin dan perlu subsidi.

"Kami mengatakan hanya akan mengurangi subsidi BBM khususnya untuk orang kaya dengan pengenaan pajak dan cukai. Memang kita akui subsidi BBM sudah terlalu boros, tetapi kalau dihapuskan rakyat akan menjadi korban," kata Dradjad dalam acara yang sama.

Dradjad mengklaim kubu Prabowo yakin sistem ini efektif menekan defisit neraca perdagangan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi positif di Indonesia.
"Kebijakan ini tentunya akan membuat kesenjangan sosial sehingga kita cari jalan tengah, yaitu subsidi yang ditarik hanya untuk orang kaya dengan pajak dan cukai, jadi kenaikan BBM akan dirasakan pada orang kaya saja. Kalau ada kesenjangan, kita punya cara untuk menangani itu," imbuhnya.

Dia menjelaskan dalam visi misi Prabowo-Hatta, pihaknya akan mengurangi subsidi BBM khususnya untuk orang kaya melalui mekanisme pajak dan cukai. "Kalau subsidi dihapus dalam waktu 4 tahun maka harga BBM premium akan menjadi Rp 10.750 atau hampir sama dengan Pertamax," kata Dradjad yang juga menanggapi program penghapusan subsidi BBM Jokowi.

Selain membatasi subsidi BBM, Prabowo juga akan menggunakan energi terbarukan seperti biomassa dan biodiesel. Penggunaan biomassa dilakukan untuk mengurangi impor elpiji yang cukup memberatkan. "Jadi 60% elpiji kita dari impor dan ini justru membebankan subsidi. Gas rumah tangga harus menggunakan biomassa dengan bahan bakar pelet dan bebas asap," kata Dradjad.
http://medanbisnisdaily.com/news/rea.../#.U_0vMKhi7-s


Pengendalian BBM Bersubsidi: Merugikan Rakyat
7 Juli 2011 pukul 6:10

[Al Islam 564] Pemerintah tengah mengkaji sejumlah opsi guna mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak dalam APBN 2011. Menurut Menkeu, tanpa pengendalian konsumsi BBM bersubsidi atau kenaikan harga BBM, anggaran subsidi BBM pada akhir tahun 2011 diperkirakan akan melonjak dari target awal Rp 95,9 triliun menjadi Rp 120,8 triliun (lihat, Kompas, 5/7).

Saat ini, pemerintah menurut UU sebenarnya sudah mendapat mandat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Dalam UU no 10 tahun 2010 tentang APBN 2011 Pasal 7 ayat 4 dinyatakan: “Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) dalam setahun meningkat lebih dari 10 persen dari harga yang diasumsikan dalam APBN 2011, pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi“. Realisasi s/d 22 Mei 2011, angka ICP adalah US$ 107,3 per barel. Pemerintah sendiri memperkirakan ICP hingga akhir tahun 2011 sekitar US$ 95 per barel, jauh di atas target APBN 2011, yakni US$ 80 per barel (Kompas, 5/7).

Namun menkeu menegaskan, pihaknya belum memutuskan menggunakan opsi kenaikan harga BBM. Meski demikian, Kementerian Keuangan tetap memperhitungkan kemungkinan itu jika memang disetujui DPR (Kompas, 5/7).

Pengkondisian Suasana untuk Pembatasan BBM/Kenaikan Harga BBM

Menkeu mengatakan, “Sebenarnya, kami sudah berencana mengendalikan volume BBM ini mulai Oktober 2010 tetapi tertunda. Lalu direncanakan pada 1 April 2011, tetapi tidak jadi. Kami berharap nanti (pada 2011) kebijakan ini jadi diberlakukan” (Kompas, 5/7).

Semua itu pada akhirnya tidak jadi dijalankan karena mendapat reaksi penolakan dari para tokoh, ulama, ormas, sebagian ekonom dan masyarakat secara umum. Namun bukan berarti keinginan untuk mengendalikan BBM bersubsidi itu sudah berakhir. Yang ada hanya ditunda dan akan diambil pada waktunya. Hal itu tampak jelas dari pernyataan menkeu di atas. Jika sekarang opsi kenaikan harga BBM belum diambil, meski secara UU pemerintah sudah memiliki mandat untuk melakukan hal itu, bisa jadi karena saat ini dinilai bukan waktu yang tepat. Jika waktunya dianggap tepat, maka nanti kebijakan itu akan diambil oleh pemerintah.

Agar pembatasan BBM bersubsidi atau pun kenaikan harga BBM nanti bisa berjalan mulus, pemerintah butuh dua hal, yaitu persetujuan DPR dan penerimaan oleh rakyat yang ditandai oleh minimnya reaksi penolakan di masyarakat. Untuk persetujuan DPR agaknya hal itu akan sangat mudah didapat. Sebab secara UU pun pemerintah telah memiliki mandat untuk melakukannya. Kalangan DPR sendiri sebenarnya senafas dan seide dengan pemerintah.

Untuk yang kedua, segala cara pun digunakan untuk “meyakinkan” masyarakat. Di antaranya dengan terus mengulang-ulang dan mengopinikan alasan dan argumentasi yang dinilai bisa membenarkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi atau kenaikan harga BBM. Itulah yang terus disampaikan dan diopinikan melalui keterangan menkeu di forum DPR dan para pejabat dan politisi, lalu diblow up oleh media. Begitu pula opini itu dibentuk melalui berbagai iklan, spanduk dan pamflet dan media lainnya yang disebar di tengah masyarakat. Untuk menguatkannya ditampilkan pernyataan dari para ekonom dan lembaga kajian yang mendukung kebijakan itu.

Dari rencana pembatasan BBM bersubsidi pada Oktober tahun lalu dan April lalu, penolakan keras diantaranya berasal dari kalangan tokoh, ulama, dan Ormas Islam. Agaknya untuk meyakinkan para ulama, ormas, dan kaum Muslim umumnya, digunakanlah fatwa yang mendukung hal itu. Maka mucullah fatwa kontroversial seputar haramnya orang kaya menggunakan premium. Fatwa itu muncul setelah pertemuan antara kementerian ESDM dengan MUI (27/6/2011). Meski kemudian terungkap bahwa fatwa itu lebih merupakan pendapat pribadi dan bukan fatwa MUI.

Melihat gencarnya pembentukan opini yang sedang dilakukan saat ini, sampai-sampai menggunakan fatwa, agaknya saat ini merupakan pengkondisian bagi diterapkannya kebijakan itu. Sekaligus menandakan bahwa waktunya makin dekat. Bisa jadi, melihat kebiasaan selama ini, waktu yang dianggap tepat itu adalah pasca idul fitri nanti. Umat harus mewaspadai hal ini.


Pengurangan/Pencabutan Subsidi BBM: Agenda Penjajahan

Rencana pengendalian BBM bersubsidi merupakan buah dari kebijakan pengurangan bahkan pencabutan subsidi, termasuk subsidi BBM. Kebijakan tersebut banyak dipengaruhi (didektekan) oleh Bank Dunia dan IMF. Kebijakan itu merupakan syarat utang yang diberikan Bank Dunia. Dalam rilisnya, Bank Dunia menyatakan: “Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi …” (Indonesia Country Assistance Strategy - World Bank, 2001).

Kebijakan itu juga menjadi bagian dari LoI pemerintah dengan IMF. Di dalam Memorandum of Economic and Financial Policies-MEFP (LoI IMF, Jan 2000) dinyatakan, “Pada sektor migas, pemerintah berkomitmen: mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi, dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional.” Di dalam LoI IMF July 2001 juga dinyatakan, “…. Menteri Pertambangan & Energi telah menyiapkan rencana jangka menengah untuk menghapus secara bertahap subsidi BBM dan mengubah tarif listrik sesuai dengan tarif komersil.”

Kebijakan itu juga dipengaruhi dan dikawal oleh USAID. Di dalam Energy Sector Governance Strengthened (USAID, 2000) dinyatakan: … Para penasihat USAID memainkan peran penting dalam membantu pemerintah Indonesia mengembangkan dan menerapkan kebijakan kunci, perubahan UU dan peraturan).

USAID juga menyatakan, “Pada tahun 2001 USAID berencana menyediakan US$ 850 ribu untuk mendukung sejumlah LSM dan Universitas dalam mengembangkan program yang dapat meningkatkan kesadaran dan mendukung keterlibatan pemerintah lokal dan publik pada isu-isu sektor energi, termasuk menghilangkan subsidi energi dan menghapus secara bertahap bensin bertimbal“.

Pengurangan (penghapusan) subsidi BBM pasti mengakibatkan kenaikan harga BBM hingga sesuai harga internasional (harga pasar). Kenaikan harga BBM itu merupakan bagian dari liberalisasi sektor hilir Migas. Menteri ESDM ketika itu, Purnomo Yusgiantoro, menyatakan, “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14 Mei 2003).

Jelaslah bahwa kebijakan pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan harga BBM (pengurangan atau pencabutan subsidi BBM) merupakan agenda penjajahan dan menguntungkan pihak asing. Sebaliknya yang buntung adalah rakyat. Selain harus membayar harga BBM lebih mahal, rakyat juga harus membayar ongkos transportasi lebih mahal dan memikul dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM serta dampak lainnya.

Apa yang ditempuh dan direncanakan oleh negara saat ini justru merugikan rakyat. Karena, selain BBM murah dihilangkan, keuntungan dari kenaikan harga BBM itu juga tidak dikembalikan kepada rakyat. Sebab, subsidi kesehatan, pendidikan dan layanan yang lain justru dipangkas. Artinya, terjadi kenaikan harga, BBM murah dihilangkan dan rakyat dipaksa mengkonsumsi BBM tak bersubsidi yang ujungnya lebih menguntungkan kepentingan asing.
https://id-id.facebook.com/note.php?...16610345048489

--------------------------

Betulkan .. enakan zaman eyang Harto dulu!


emoticon-Ngakak
Diubah oleh yinluck 27-08-2014 01:18
nona212Avatar border
nona212 memberi reputasi
1
9.8K
128
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan