aribandimantraAvatar border
TS
aribandimantra
Politisi Bukan Geng Motor

Motor kerap menimbulkan kerawanan dan gangguan keamanan di Ibukota dan beberapa kota besar di Indonesia. Terbentuknya geng motor karena serangkaian fenomena. Awalnya nongkrong di pinggir jalan, berlanjut balapan liar, berkonvoi, lalu mencari musuh. Geng motor adalah mafia kecil-kecilan yang kalau dibiarkan akan membesar juga.
Kesetiaan kelompoknya diuji lewat serangkaian tindakan menyimpang. Rekrutmennya pun begitu, selalu dengan kegiatan yang melanggar aturan. Selanjutnya aktivitasnya diisi dengan kegiatan yang melanggar norma dan hukum. Lihat saja penampilan mereka yang garang dan graffiti yang mereka torehkan.
Seperti di Pekan Baru ada Mardijo alias Klewang, Panglima Besar geng motor Exalt to Coitus (XTC) punya kuasa penuh atas hidup seluruh anak buahnya. Sejumlah persyaratan harus mereka penuhi bila ingin masuk geng motor pimpinannya. Klewang member perlakuan khusus untuk anggota geng motor Sinchan (Sindikat Hantu Nekat) yang seluruh anggotanya perempuan. Kabarnya mereka sampai harus bersedia (astagfirullah) berhubungan badan dengan Klewang bila ingin bergabung.
Geng motor tidak terjadi begitu saja, melainkan ada sebab yang mengawali. Ada penjahat kambuhan yang bergabung, ada remaja yang mencari jatidiri bahkan ada juga remaja putri yang frustasi. Anggota geng motor Sinchan diperkirakan mencapai 100 orang. Tidak sedikit dari mereka adalah gadis remaja yang masih berstatus sebagai pelajar. Mereka kebut-kebutan sembari melakukan berbagai aksi kejahatan. Sudah banyak korban akibat aksi geng motor.
Geng Motor sadar bahwa mereka terseret masuk dunia preman. Kata Geng sendiri bisa merujuk kepada gangster atau kelompok destruktif. Mereka juga sudah siap bahwa sewaktu-waktu akan berhadapan dengan aparat keamanan. Meski masyarakat resah dan menolak, geng motor justru terang-terangan menampilkan dirinya.
Memang ada juga yang sekadar hobi jalan-jalan atau touring dan fanatik pada merk motor tertentu. Mereka lalu berkumpul dan mengorganisir. Kegiatannya pun diarahkan untuk hal-hal yang positif seperti bakti sosial. Tapi umumnya mereka menolak menamakan dirinya Geng Motor.
Identifikasi terhadap Geng Motor sudah jelas bahwa kegiatan mereka negatif. Keberaniannya untuk tampil terang-terangan, membuat kita yakin bahwa aksi mereka tidak akan lama, karena akan cepat digulung aparat. Asal ada bukti yang kuat, aparat pun segera bertindak menghabisi.
Tapi, sekali lagi fenomena sosial ini tidak bisa dihabisi tanpa melihat akar sebabnya. Geng motor adalah produk dari sebuah masyarakat yang sakit. Masyarakat terbentuk dari sebuah keputusan pemimpinnya. Entah karena ada program yang salah sehingga timbul penyimpangan. Bisa juga karena mereka melihat ada preman yang sangat kuasa dan tak tersentuh hukum.
Meski membahayakan, umur Geng motor singkat saja. Tapi, bagaimana dengan Preman politik. Preman-preman berjas, dasi dan wangi. Mereka juga berkomplot, aksi mereka lebih gila karena menjual asset Negara. Lebih sadis karena menghabisi semua lawan politiknya. Karakter lawan politik ditelanjangi, dikuliti dan dihabisi.
Preman politik berlindung dibalik topeng dan pencitraan. Geng motor selalu ingin menghabisi lawannya, mereka selalu ingin menambah personil, preman politik juga begitu. Senang rasanya bila semua orang bisa tunduk. Tapi, membasmi preman politik sangat sulit karena kekuasannya yang besar.
Di era demokratisasi ini, semoga kita terhindar dari Politisi yang bergaya seperti Geng Motor yang bekerja memperkuat kelompoknya saja. Memperluas kekuasaan untuk menindas sambil khotbah soal moral. Topeng mereka tak hanya dimuka, tapi sekujur tubuhnya sudah melakukan aktivitas yang dibalut pencitraan. Preman politik hanya berpikir, kekuasaan, kekuasaan dan kekuasaan saja.
Kita lihat fenomen terkini, gegap gempita Kubu Jokowi-JK menyambut keputusan MK (yang menolak gugatan Prabowo) hanya berlangsung singkat. Selanjutnya Jokowi dan PDIP sebagai partai pengusung harus berpikir keras mengkomunikasikan siapa Menteri di Kabinetnya. Karena meski diawal sudah dikatakan Koalisi Non Traksansional, tetap saja orang-orang tak memercayai, partai-partai pendukung itu pasti minta jatah. Seperti orang Barat bilang No Free Lunch.
Justru hal ini dibuka sendiri oleh seorang Politisi PDIP Eva Sundari sendiri yang nyeplos. Kata Eva PDIP masih menerima partai yang ingin bergabung dengan koalisi. Tapi partai yang baru bergabung itu akan diperlakukan beda dengan partai yang sudah bergabung sejak awal. Hah? Apa ini bukan transaksional namanya?
Setali tiga uang, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengakui sempat ada pembicaraan antara Partai Amanat Nasional (PAN) dengan kubu Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK), soal koalisi. Hasto mengatakan pascakeputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengandaskan gugatan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa yang didukung PAN, Hasto menduga situasi sudah cukup stabil untuk membicarakan kemungkinan koalisi pasca pemilihan presiden (pilpres).

"Kedua-duanya sama ingin bertemu, sama-sama punya komitmen terhadap bangsa negara, dan hal itu ada, ada suatu niatan setelah putusan MK tidak ada beban psikologis lagi, maka kita semua berdiri sama-sama untuk mengedepankan kepemimpinan bangsa. Ada juga dialog seperti itu," jelasnya.

Hasto mengakui bahwa Jokowi - JK juga membutuhkan dukungan di parlemen, untuk meluluskan program-program Jokowi - JK untuk membangun bangsa. Itu kata Hasto, tapi dengar-dengar, Puan Maharani anaknya Bu Mega sangat berhasrat untuk menjadi Ketua DPR. Namun kenyataannya kubu Prabowo - Hatta memiliki suara lebih banyak di parlemen. Jadi gerilya pun segera dilakukan untuk menambah kekuatan di Parlemen.
Eva dan Hasto tak sendiri justru Jokowi dalam sebuah kesempatan menyebutkan PAN dan Partai Demokrat adalah dua partai yang berpotensi merapat ke koalisi, pasca kekalahan pasangan Prabowo - Hatta. Namun hal itu disangkal oleh Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) melalui kicauannya di Twitter. Wakil Ketua Umum DPP PAN, Drajad Wibowo dalam sebuah kesempatan pun menyangkal hal itu.

Drajad bahkan menyayangkan pernyataan tersebut. Ia menambahkan seharusnya yang harus dicurigai tidak solid adalah kubu Jokowi - JK, karena perebutan kekuasaan, mulai dari kursi di kabinet hingga kursi pimpinan parlemen.

"Kami menanggapi dengan bijak saja, bahwa kami tidak punya kepentingan untuk campur tangan rumah tangga partai politik lain," ujar Hasto.

"Tapi sekiranya memang PAN dengan tegas mengatakan ingin bergabung, dan memilih di luar pemerintahan kami akan hormati," tandasnya.
Begitulah, kita sangat membenci prilaku geng motor. kit abaca taawudsz, aku berlindung kepada Allah dan Geng motor yang terkutuk dan juga politisi busuk. Semoga kekhawatiran ini sesuatu yang berlebihan saja. Tapi tak ada salahnya kan Pembaca terus mengawasi negeri. Agar kita tidak tertipu dan tertipu lagi. Kapan penyimpangan itu terjadi, kita harus sigap meluruskan kembali.

Tentang hal ini, Sun Tzu sudah pernah berpesan, "Know your enemy, know yourself; your victory will never be endangered."
sumber Politisi Bukan Geng Motor
0
1.3K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan