CatChaAvatar border
TS
CatCha
Mbak Ini Meninggalkan Kenyamanan Demi Perpustakaan Untuk Anak-Anak, Siapakah Dia?






Hi Ganks,Tercerahkan punya kategori khusus bernama Proyek Sosial. Kategori ini akan membahas kegiatan-kegiatan anak bangsa dalam bentuk kepedulian sosial dalam bentuk gerakan atau proyek. Zen akan memberikan inspirasi dari orang-orang yang mau menyisihkan sebagian waktu bahkan seluruh waktunya untuk mengabdi pada Indonesia dengan cara menolong secara langsung orang yang membutuhkan baik dari segi kesehatan, pendidikan, kemiskinan.

Untuk post pertama ini, Zen akan membahas seorang mbak yang meninggalkan kenyamanannya sebagai seorang eksekutif dan berkeliling membuat taman bacaan yang ia namai Taman Bacaan Pelangi. Kalian sudah tahu siapa yang Zen maksud? dia adalah mbak Nila Tanzil. #prokprokprok.






Taman Bacaan Pelangi adalah sebuah proyek yang digagas oleh Nila Tanzil dengan tujuan yang sebenarnya sederhana yaitu membangun sebuah perpustakaan bagi anak-anak di daerah terpencil. Saat ini, Zen lihat di situsnya Taman Bacaan Pelangi sudah menyebutkan ada 26 Taman Bacaan yang berhasil didirikan.

Selain mendirikan Perpustakaan, Taman Bacaan Pelangi juga bertujuan mengembangkan skill anak-anak agar siap menghadapi masa depan dan tentunya otomatis bisa berkontribusi bagi komunitas di sekitarnya.

Taman Bacaan Pelangi pertama dibangun di Desa Roe pada November 2009, sebuah Desa terpencil di Flores. Nila Tanzil, pendiri Taman Bacaan Pelangi bekerja sama dengan Kepala Desa untuk membangun Taman Bacaan yang pertama tersebut. Pada saat itu baru terdapat 200 buku yang tersedia, namun sekarang di Desa Roe sudah terdapat 2000an buku untuk anak kecil.

Sebenarnya apa sih yang membuat mbak Nila Tanzil mau mendirikan Taman Bacaan seperti ini di tempat terpencil? berikut Zen petik kisahnya dari Kompas :

Mimpi dan hak anak-anak itulah mendorong TBP didirikan. TBP bermula dari pelesir Nila ke Kampung Roe di NTT. Kala itu, ia bekerja di lembaga konservasi untuk Pulau Komodo. Di sela waktu tugas, ia pelesiran di pelosok NTT. Kunjungan ke Kampung Roe membekas di benaknya.

”Sedih melihat keterbatasan di sana. Anak-anak di sana tidak punya bacaan, berbeda saat saya kecil yang punya buku,” katanya.

Sedih tidak menyelesaikan masalah. Dia memutuskan prioritas langkah menyelesaikan masalah yang dilihatnya di Roe. Nila memulai dengan mengontak keluarga Avent Abu agar keluarga guru itu mau menyediakan tempat untuk meletakkan buku.

”Halaman rumahnya luas, ada pohon dan tempat duduk di bawahnya. Saya bayangkan anak-anak membaca, sebagian lagi bermain saat lelah membaca. Apalagi rumahnya di sebelah SD, jadi mudah diakses anak-anak,” ujarnya.

Setelah keluarga Avent setuju, Nila mencari cara mendapatkan pustaka. Karena sulit mencari di NTT, ia ke Jakarta. Di Jakarta, ia menghubungi Kompas Gramedia dan meminta potongan harga untuk pembelian buku anak.

Pembelian pertama menghabiskan Rp 5 juta dari dana pribadinya dan Nila mendapat potongan harga 30 persen. ”Pada pembelian kedua, saya diberi daftar dan memilih sendiri di gudang penerbit. Saya orang spontan, kadang nekat, ha-ha…,” ujarnya.



Pola di rumah Avent diterapkan di 24 TBP lain. Ia terlebih dahulu mencari warga yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai taman bacaan. Setelah setuju, Nila akan mengirimkan rak buku serta aneka pustaka. ”Setiap tiga bulan, koleksinya ditukar antara satu taman dengan taman lain,” tuturnya.

Saat TBP baru berdiri di Flores, Nila mengurus sendiri pengantaran buku. ”Kalau terbang ke Flores, bagasi saya sering berlebih karena membawa buku anak-anak,” katanya.

Sekarang, tidak semua buku diantar sendiri. Sebagian dititipkan ke kawan-kawannya yang menuju kota terdekat dari tempat TBP berdiri. Di kota-kota itu ada relawan menjemput pustaka, lalu mengantarkan ke sejumlah TBP. ”Ada banyak orang hebat membantu taman bacaan ini,” tuturnya.

***


Katanya selama menjalankan TBP tidak selalu lancar-lancar aja lho Gan. Pernah suatu waktu di NTT, buku di dalam lemari tampak licin-licin layaknya buku baru dan mbak Nila Tanzil curiga bahwa jangan-jangan bukunya memang tidak pernah dibaca. Dan akhirnya ketahuan bahwa Nelayan yang dititipi buku sering membawa kunci karena tidak mau anak-anak membaca buku tanpa diawasi.

Selain itu mbak Nila Tanzil sedang memikirkan TBP yang harus dinaungi yayasan untuk kelancarannya berhubungan dengan hal-hal Administratif. Walau begitu TBP bertambah 1 cabang lagi yaitu di Papua, Zen tahu dari statusnya baru-baru ini di Facebook :

Spoiler for link:


Quote:


Quote:









KUNJUNGI JUGA THREAD ANE YANG LAIN GAN




Quote:
Diubah oleh CatCha 15-08-2014 07:49
0
6.3K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan