rudiasrudiAvatar border
TS
rudiasrudi
my CERPEN
Cinta datang terlambat
Perias pengantin sudah sejak jam lima pagi mendandaniku, bedak yang rasanya setebal dua sentimeter membuat ku seakan memakai topeng. Dengan panik aku mematut wajahku di cermin untuk kesekian kali dan menarik napas lega. I look perfect.
Pintu kamar di ketuk dari luar . “masuk” ibuku menghampiri searaya berkata “kenapa kok cemberut?” aku terdiam tanpa kata. “mamah tau ini bukan keiginanmu, tapi mamah harap kamu mengerti”. Tak lama tante dona sang perias pengantin memanggil kami berdua “diah calon suami mu sudah datang di luar” akupun di tuntutun oleh mereka berdua ke bawah.
“pletaak-pletaak DUUAAR” tiba-tiba suara petasan dari ukuran kecil hingga besar berbunyi menagetkanku. “duuh berisik banget” keriuhan tersebut menyambut kedatangan pengantin pria. aku duduk di depan meja penghulu dengan hati yang gemetar seolah tak percaya bahwa hari ini adalah hari dimana aku melepas masa lajangku dan harus siap meninggalkan kebiasaan lama, jujur pernikahan ini bukanlah keinginanku melainkan keinginan kedua orang tua ku, mereka menjodohkan aku dengan pria yang baru kukenal seminggu.
Dengan alasan menjamin masa depan ku kelak mereka memaksa ku menikah dengan nya. Nama pria itu fian. Kesan pertama yang aku lihat padanya dia cukup baik dan mapan perawakan tinggi besar dan kulit coklat asia memang itu adalah pria idamanku selama ini namun rasa cinta belum tumbuh untuknya, wanita mana yang mau menikah dengan pria yang baru di kenal satu minggu.
“diah siap?” tanya pak penghulu “fian?” “siap pak” jawab fian dengan senyuman. Sebelum akad nikah penghulu memberikan kami wejangan. Lalu memimpin prosesi sakral yang di tunggu. Fian dengan lancar mengucapan ijab qabul sambil menjabat erat tangan ayahku. “sah?” tanya penghulu. :saahhh” jawab para tamu. Alhamdulilah... acara akad nikah pun berlanjut dengan pesta pernikahan para tamu mengucapkan selamat pada aku dan fian. “selamat yaa fian” ucap salah satu tamu. “iyaa” jawab fian sambil menyenggol pundaku menandakan agar aku tersenyum. Akupun mencoba tersenyum walau hati kesal dan menanggis.
Sudah lima bulan aku menjalani hidup rumah tangga bersama nya. Aku membinci nya itulah kata yang ku bisikan dalam hatiku. Hampir sepanjang kebersaaman kami. Meski menikah dengan nya, aku tak pernah menyerahkan hatiku padanya.menikah karena di jodohkan membuatku membencinya.
Walau menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain.
Beberapa kali muncul keinginan ku untuk meninggalkan nya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orang tuaku sangat menyangi suamiku, karena menurut mereka fian adalah sosok suami sempurna untuk putrinya.
Ketika menikah aku menjadi amat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Fian juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugas ku sebagai seorang istri, aku selalu bergantung padanya karena aku mengangap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan pada ku, aku tlah menyerahkan hidupku padanya. Sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Dirumah kami akulah ratunya, jika ada sedikit saja salah aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka melihatnya menaruh handuk basah sembarangan, aku sebal melihat ia meletakan sendok bekas mengaduk kopi berceceran di meja makan. Aku benci ketika ia memakai laptop ku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaan nya.
Selama menikah dengan nya aku tak ingin memiliki anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Ya walapun aku tahu apa yang ia inginkan dari pernikahan ini adalah seorang anak sebagai pelengkap keluarga.
Aku sengaja memakai KB pil. Tapi rupanya fian menyembunyikan pil itu hingga aku lupa tak meminumnya selama beberapa hari. Akupun hamil dan baru menyadari usia kandunganku lebih dari empat bulan, dokter menolak untuk menggugurkanya.
Itulah kemarahan terbesar padanya “aku gak mau hamil anak ini!” ujar ku marah “tapi di’ ini sudah saat nya kamu jadi seorang ibu. Apa kau tak mau melihat senyum tawa anak kita nanti? Apa kau tak iri melihat kawan mu menggedong anak” ujar fian menasihatiku. Setelah di USG ternyata bayi dalam rahimku kembar, betapa bahagia nya fian ia pun mengabarkan berita ini pada ayah ibuku serta mertuaku.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang kedelapan. Seperti pagi sebelumnya aku bangun paling akhir.
Hari itu sebelum ia ke kantor, biasanya ia mencium pipiku dan di ikuti anak-anak. Aku berusaha mengelak dan melepaskan ciumanya. Meski akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali seakan ini adalah hari terakhirnya menciumku ia berdiri di depan pintu dengan senyuman seolah berat meninggalkan ku.
Ketika mereka pergi seperti biasa aku pergi arisan bersama teman-temanku, kami asyik mengobrol tentang kegiatan kami hingga tiba waktu membayar arisan aku tak membawa dompetku meski telah ku rogoh tas dalam-dalam rupanya dompetku ketinggalan di rumah “ting” suara ponsel ku berbunyi “sayang maaf ya dompet mu kemarin sore kupakai karena sela dan doni meminta uang jajan jadi kupakai uangmu, dompet mu ku taruh di atas meja rias mu” pesan singkat dari fian. Dengan kesal aku menelponya dan menyuruhnya mengantarkan dompeku di tempat arisan, aku tak peduli sedang sibuk atau tidak ia di kantor. Ia pun menuruti keinginanku.
Selama aku menunggu nya datang hujan dengan lebatnya turun. Aku tak peduli aku terus menelponya agar segera sampai. Karena gengsi pada teman-temanku. Tak lama suara ponsel ku berdering namu saat ku angkat suara asing yang aku dengar “maaf dengan nyonya fian araski ?” tanya suara itu dari balik ponsel “i-iyaa” jawabku gagu “kami dari kantor polisi lantas melaporkan bahwa suami anda saat ini sedang di rumah sakit karena mengalami kecelakaan” aku terenyak dan kaget hingga aku tersungkur di lantai sambil mengemgam erat ponsel ku. Semua orang yang ada di tempat arisan kaget dan bertanya heran.
Sesampainya di rumah sakit aku di sambut oleh isak tangis ayah ibuku dan kedua mertuaku mereka semua menangis. Tiba-tiba dokter keluar dari ruangan UGD dan mengabarkan bahwa sumiku telah tiada. Ia pergi karena serangan stroke yang tiba-tiba. Selesai mendengar kenyataan itu aku malah sibuk menenagkan kedua mertua dan orang tuaku. Sama sekali tak ada rasa shock atau sedih yang kurasa. Tangis kedua anakku pun tak mampu membuat ku menangis.
Ketika zenazah di bawa kerumah dan aku duduk dihadapanya, aku termangu menatap wajah pucat suamiku. Kusadari baru kali inilah aku menatap wajahnya dalam-dalam ia tertiur pulas. Ku dekati wajah nya dan kupandangi seksama.
Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia lakukan selama ini padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Ku sentuh wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama aku menyentuh wajah itu. Wajah yang dulu memberi senyuman hangat nya.
Tiba-tiba air mataku merebak di mataku, mengaburkan padanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar air mata itu tak menghalangi pandanganku. Tapi bukanya berhenti air mata itu mengalir semakin deras. Peringatan imam masjid yang mengatur prosesi pemakan tidak mampu membuat ku berhenti menangis. Aku berusa menahan nya tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah ia pebuat semasa hidupnya.
Aku teringat betapa aku tak pernah memikirkan kesehatan nya





0
1.1K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan