tiwerAvatar border
TS
tiwer
Alasan Mengapa Saya Tidak Memilih Prabowo
Sekedar Share cerita, yang Menurut Saya sih menarik untuk di baca


Pemilu presiden semakin dekat, beberapa tokoh sudah memastikan diri sebagai calon, salah satunya adalah Prabowo Subianto.
Pada pemilu tahun 2009, Prabowo merupakan pasangan cawapres dari Megawati.
Saat itu Gerindra masih merupakan partai kecil dan Prabowo belum sepopuler sekarang. Kini, setelah beberapa tahun, popularitas Prabowo meningkat tajam, beberapa kader Gerindra yang sukses memenangkan pilkada seperti Ahok dan Ridwan Kamil ikut berkontribusi terhadap pamor Prabowo, masyarakat pun banyak menaruh harapan pada beliau.

Pada awalnya saya beranggapan bahwa Prabowo adalah calon presiden yang layak untuk dipilih.
Ketika melihat iklannya di media massa, terutama ketika pencalonan Jokowi dan Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, saya merasa bersemangat dan optimis akan masa depan Indonesia jika dipimpin oleh beliau.
Tapi lama-lama, seperti orang yang baru sadar dari hipnotis, saya kemudian mempertanyakan kembali, siapa Prabowo, bagaimana rekam jejaknya, dan benarkah dia layak untuk dipilih?
Hingga pada akhirnya saya menemukan beberapa alasan untuk mengatakan TIDAK, saya tidak akan memilih Prabowo.

Perlu dicatat bahwa dalam menilai calon presiden, saya lebih melihat integritas, karakter, dan kapasitas dibanding visi dan misi.
Visi dan misi bisa dibuat oleh siapa saja, tapi integritas, karakter, dan kapasitas hanya ada pada masing-masing calon.

Nah, berikut adalah beberapa alasan yang membuat saya tidak akan memilih Prabowo dalam pemilu Presiden mendatang:

I. Karakter Prabowo
Karakter adalah salah satu faktor penting dalam menilai pemimpin, terlebih dalam pemilu presiden dimana kita bukan hanya memilih seorang kepala pemerintahan tapi juga kepala negara yang notabene adalah simbol sebuah negara.
Sebagai sebuah simbol tentu kita ingin pemimpin dengan karakter yang baik, sesuai dengan nilai moral dan etika yang kita anut.

Harus diakui Prabowo memiliki beberapa karakter baik, diantaranya :

1. Bertanggung Jawab Atas Tindakan Bawahan
Saya tidak tahu bagaimana kejadian sesungguhnya dari isu keterlibatan Prabowo atas penculikan aktivis di tahun 1997-1998 yang katanya dilakukan oleh Tim Mawar, namun kenyataan bahwa Prabowo menerima pemberhentiannya cukup untuk mengatakan bahwa Prabowo orang yang bertanggung jawab. Selain itu saya juga tidak pernah beliau menyalahkan orang lain apalagi anak buahnya atas kasus apapun.
Dibandingkan dengan Jokowi yang jarang mengakui suatu kasus sebagai tanggung jawabnya dan lebih sering menyalahkan pihak lain, mulai dari kondisi alam, anak buahnya sendiri, hingga presiden, (yang walaupun esensinya benar) maka Prabowo jelas lebih unggul.
Tidak heran ketika anak buah Jokowi banyak yang mengeluh, Prabowo justru punya anak buah yang sangat loyal, bahkan ketika dia sudah tidak berada di militer beliau tetap mendapat dukungan dari mantan-mantan anak buahnya.

2.Cepat Mengambil Keputusan
Disini saya melihat bahwa Prabowo adalah antitesis dari SBY, dimana jika Pak SBY seringkali lambat dalam bertindak dan terlalu banyak hal yang dipikirkan, Prabowo tampil sebagai sosok yang mampu bertindak cepat tanpa harus berpikir panjang.
Walau beberapa keputusannya saya anggap terlalu terburu-buru yang berujung pada koreksi dan ralat, namun menurut saya karakter ini dibutuhkan agar bisa cepat memperbaiki kondisi negara.

Walau demikian, ada banyak karakter Prabowo, yang kurang saya sukai yang membuat saya enggan memilih beliau sebagai presiden, diantaranya:

a. Ambisius
Melihat dari sikap, tindakan, dan sejarah masa lalunya, saya menilai bahwa Prabowo sangat berambisi untuk menjadi seorang presiden.
Mengeluarkan banyak uang dan beriklan selama bertahun-tahun cukup untuk membuat saya meyakini hal itu, bahkan saya menduga bahwa pernikahannya dengan Titiek adalah sebuah batu loncatan agar beliau bisa memimpin negeri ini.
Memang semua orang punya ambisi, dan wajar saja jika orang punya cita-cita untuk menjadi presiden, tapi apa yang dilakukan Prabowo terlalu berlebihan.
Apa iya untuk membangun negeri ini harus dengan menjadi seorang presiden?
Apa iya mengeluarkan uang dengan nilai fantastis untuk iklan dan kampanye lebih baik dibanding dengan menggunakannya langsung untuk kepentingan rakyat?
Ambisi Prabowo ini kemudian membuat saya ragu akan dedikasi dan tujuan sebenarnya yang ingin dicapai oleh beliau.
Berbeda dengan Jokowi dimana beliau menjadi ketika menjadi calon gubernur maupun sekarang sebagai calon presiden bukan atas ambisinya sendiri melainkan atas desakan dari pihak lain, baik itu masyarakat maupun permintaan ketua umumnya, maka saya melihat bahwa Jokowi lebih ikhlas dan tidak memiliki agenda yang disembunyikan.

b. Feodal
Yang saya maksud dengan feodal disini bukanlah feodalisme dalam sistem politik, melainkan feodal dalam istilah awam yang sering dikonotasikan negatif, misalnya sikap yang tidak demokratis, sikap selalu ingin dihormati dan dilayani.
Saya melihat hal ini dalam diri Prabowo, tercermin dari bagaimana beliau dan adiknya mengendalikan partai yang bisa dibilang dikendalikan oleh mereka sepenuhnya, kemudian dari bagaimana mereka bangga akan status kebangsawanannya yang bahkan menulis hal itu dalam “10 alasan kenapa memilih Prabowo dan Hatta” (lihat poin ke 4), dan dari bagaimana beliau memperlakukan anak buahnya sendiri.
Walaupun belum tentu anak buahnya merasa diperlakukan tidak layak (Prabowo dikenal punya anak buah yang sangat loyal) namun sungguh saya nyaman menyaksikan hal tersebut.

Alasan Mengapa Saya Tidak Memilih Prabowo
Pernahkah Prabowo memikirkan, atau setidaknya memandang ekspresi orang yang telah menggendongnya ini?


c.Tempramental
Isu lempar handphone, tembak pistol, tampar anak buah, menggunakan kata umpatan, sudah pernah saya dengar.
Memang saya percaya pada semua pemberitaan tersebut, namun setidaknya pasti ada salah satu cerita yang benar, dan dari gaya bicara Prabowo terutama saat pidato dan debat, saya bisa menilai bahwa Prabowo termasuk orang yang meledak-ledak dan tempramental.
Oh, dan bukan hanya saya, teman bahkan adiknya sendiri mengakui bahwa Prabowo memang memiliki karakter seperti itu.
Oke lah Hasyim mengatakan Prabowo cepat marah tapi cepat juga minta maaf, tapi apakah orang lain mudah memaafkan? Belum tentu.
Bagaimana jika kasusnya Prabowo menyindir sebuah negara, mengatakan negara lain sebagai negara boneka, negara penipu, negara bodoh dan naif, tentu hal ini bisa memicu konflik, pun ketika negara lain memaafkan, citra buruk akan tetap melekat pada kita.

d. Penjilat
Ini tuduhan yang kasar, namun kenyataan memang itu yang saya lihat. Semua orang beliau puji, mulai dari Abu Rizal Bakrie, kinerja pemerintahan SBY (padahal sering dikritik), hingga kinerja Surya Dharma Ali dalam mengelola dana haji yang jelas-jelas bermasalah, hanya demi mendapatkan dukungan politik.

e. Asal Ngomong
Prabowo sering menggunakan istilah yang kasar yang kadang menimbulkan ketersinggungan banyak pihak,
misalnya ketika pidato di Bandung beliau sempat mengidentikkan petani dan nelayan sebagai pekerjaan orang miskin, kemudian mengidentikkan bahwa para pekerja migran sebagai pramuria hingga sempat diprotes oleh salah seorang TKI di Hong Kong, dan mengidentikkan bangsa Indonesia sebagai orang yang bodoh dan naif.

Oke, Prabowo memang bermaksud baik dan kenyataan di lapangan memang demikian, tapi sebagai calon kepala negara setidaknya gunakanlah kalimat yang lebih baik. Diksi, susunan kalimat, dan gaya bicara harus dipikirkan baik-baik agar tetap santun dan meminimalisir kesalahpahaman.

II. Minim Pengalaman
Prabowo memiliki latar belakang militer.
Walau kariernya berakhir berakhir dengan pemberhentian, harus diakui bahwa beliau juga memiliki prestasi tersendiri, mulai dari keberhasilan perang hingga penyelamatan WNA.
Di luar karier militernya pun Prabowo memiliki banyak sumbangsih bagi negara, namun hal itu tidak lantas membuat Prabowo dikatakan cukup berpengalaman untuk dikatakan siap sebagai seorang Presiden, karena prestasinya itu bukanlah di bidang yang ada hubungannya dengan kepemimpinan sipil.

Kepemimpinan sipil Prabowo yang saya tahu hanya sebagai ketua HKTI dan APPS, sayangnya saya tidak menemukan prestasi besar dari kedua kepemimpinannya itu.

• Sebagai Ketua HKTI
Prabowo adalah ketua dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, tapi sungguh saya belum menemukan apa keberhasilan yang sudah diperoleh di masa kepemimpinan Prabowo.
Jika tujuan organisasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, harkat, dan martabat petani, maka sudahkah itu terwujud?
Petani mana yang sudah berhasil ditingkatkan kesejahteraan, harkat, dan martabatnya?
Pada kenyataannya berdasarkan data BPS, jumlah petani di Indonesia semakin berkurang, ini jelas menandakan bahwa petani tidak dianggap sebagai profesi yang menguntungkan oleh masyarakat.

Sekarang HKTI justru dikabarkan sedang punya masalah dengan kepemimpinan ganda, di satu sisi ada munas tandingan yang telah memutuskan Oesman Sapta sebagai ketuanya, namun di sisi lain Prabowo tetap mengklaim diri sebagai ketuanya.
Kenapa mesti ngotot sih Pak? Memangnya membantu petani harus melalui HKTI dan tidak bisa secara langsung?
Kesan yang saya tanggap beliau menggunakan lebel Ketua HKTI hanya untuk mendongkrak popularitas dan untuk memberikan citra bahwa Prabowo dekat dengan petani.

• Sebagai Ketua APPSI
Selain sebagai ketua HKTI, Prabowo juga merupakan ketua dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, dan seperti halnya HKTI, saya pun bertanya-tanya tentang apa peran dan keberhasilan organisasi semasa kepemimpinan Prabowo.
Pedagang pasar mana yang sudah berhasil disejahterakan?
Apa yang dilakukan APPSI ketika kemarin sempat terjadi krisis, lonjakan harga, dan kelangkaan barang?
Saya tidak mendapatkan informasi seperti itu, bahkan saya bertanya-tanya, ketika kemarin ada santer ada pemberitaan mengenai pemindahan pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang ke Blok G, mereka APPSI kemana saja?
Sekarang pedagang di Blok G Tanah Abang kembali mengeluh karena sepinya pembeli, kok APPSI diam saja?

Sempat mencoba mencari informasi di situs APPSI, yang walaupun belum lengkap dan masih banyak ada kalimat “Lorem ipsum dolor sit amet, …”, setidaknya saya menemukan beberapa program kerja dari APPSI ini, sayangnya ketika hal tersebut saya tanyakan pada pedagang pasar di pasar kesenian di sekitar tempat tinggal, mereka mengaku tidak pernah mendengar APPSI apalagi sampai ada program dan kegiatannya.

Dibandingkan dengan Jokowi yang sebelumnya telah menjabat sebagai Walikota Solo selama 7 tahun dan Gubernur Jakarta selama 1,5 tahun lengkap dengan prestasi yang telah dilakukan, maka saya pikir Prabowo kalah jauh dibanding Jokowi.
Perbedaan ini nyata terlihat ketika debat antar capres berlangsung, dimana Prabowo lebih banyak menggunakan kata “akan” yang artinya dia hanya bisa berjanji, sedang Jokowi lebih banyak menggunakan kata “telah” yang artinya Jokowi sudah melakukan hal tersebut dan bisa memberikan bukti nyata.
Kita boleh percaya pada setiap orang, tapi bagi saya kepercayaan yang baik adalah kepercayaan yang disertai dengan bukti.

Faktor kurangnya pengalaman ini juga berimbas pada pola kampanye pendukungnya yang lebih mengedepankan kampanye negatif (bahkan kampanye hitam) ketimbang kampanye positif mengenai calon yang mereka usung.
Jadi ketika pendukung Prabowo ditanya apa alasan mereka memilih Prabowo umumnya menjawab dengan cara menjelek-jelekan calon lain, jadi jawabannya bukan “Saya memilih Prabowo karena Prabowo bla bla bla” melainkan “Saya memilih Prabowo karena Jokowi bla bla bla”

II. Koalisi Besar : Transaksional, Tanpa Perubahan
Prabowo Hatta diusung oleh banyak partai, diantaranya adalah Gerindra, PAN, PKS, PPP, PBB, Golkar, dan kini ditambah Demokrat maka lengkap sudah lah bahwa koalisi ini tidak jauh berbeda dengan koalisi yang dilakukan oleh Koalisi Indonesia Bersatu jilid II yang digagas Pak SBY.
“Koalisi Merah Putih = Koalisi Indonesia Bersatu II + Gerindra – PKB”

Awalnya saya menganggap komposisi koalisi ini cukup aneh mengingat Prabowo sering kali mengkritik kebijakan pemerintah terdahulu, bahkan pada periode sebelumnya Gerindra berperan sebagai partai oposisi, kemudian semakin aneh ketika Prabowo menggandeng Hatta Rajasa yang notabene adalah menteri perekonomian sebagai wakilnya,
padahal Prabowo sendiri sering bicara soal kebocoran anggaran yang terjadi pada pemerintahan SBY.
Lha bagaimana mau membuat perubahan ketika yang diajak bekerja adalah orang yang sama dengan yang sebelumnya?
Selain ini koalisi ini juga penuh nuansa transaksional.
Sekalipun pada awalnya Prabowo menolak dikatakan melakukan politik transaksional, namun belakangan setelah pengumuman pencapresaannya diketahui bahwa Golkar memberikan dukungan pada Prabowo karena telah dijanjikan kursi menteri utama, ada juga pengakuan bahwa partai ini akan mendapatkan sekian kursi menteri dengan jabatan di kementerian ini dan ini, terbongkarnya praktik bagi-bagi kursi ini kemudian oleh Fadli Zon disebut sebagai praktik bagi-bagi tugas, lol.

Kabinet yang dibentuk oleh politik transaksional umumnya tidak akan mampu menjalani pemerintahan secara efektif karena yang menjadi menteri adalah politikus, bukan dari kalangan profesional atau akademisi, yang ada malah ribet, menteri yang seharusnya bertugas membantu pekerjaan presiden cuma jadi pajangan dan butuh yang namanya wakil menteri seperti kabinetnya SBY.

Saya tidak mengatakan bahwa koalisinya Jokowi tidak ada unsur transaksional, bohong kalau dibilang tidak ada balas jasa, namun koalisi yang kecil ditambah keberanian mereka menolak tawaran koalisi dari Golkar membuat saya lebih yakin bahwa praktik transaksional dalam koalisi Jokowi lebih minim sehingga kemungkinan para profesional untuk duduk di kabinet juga lebih besar.

Lagipula yang selama ini diajak kerjasama sebagai tim sukses Jokowi-JK memang orang-orang yang punya kemampuan dan cocok duduk di kabinet, sebut saja Anies Baswedan yang cocok sebagai menteri pendidikan, Dahlan Iskan yang cocok sebagai menteri BUMN, sehingga jika ada balas jasa pun maka hal itu tidak perlu dipermasalahkan.

IV. Misi Tidak Jelas dan Tidak Realistis
Kebanyakan orang berpendapat bahwa Visi Misi Prabowo itu jelas, hal itu terutama dirasakan ketika Prabowo jauh-jauh hari mengeluarkan visi misinya sedang Jokowi bahkan belum menemukan pasangan cawapres. Namun setelah Jokowi mengeluarkan visi misi, kemudian setelah keduanya resmi terdaftar menjadi capres kemudian melakukan kampanye dan debat, maka semakin terasa bahwa visi misi Prabowo lah yang tidak jelas.

a. Visi Kok Membangun?
Visi itu adalah tujuan, misi adalah upaya atau program yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Karena visi merupakan tujuan besar, maka sifatnya harus lah ideal, menyatakan suatu keadaan, dan tidak mesti harus terwujud untuk dikatakan berhasil.
Yang menarik, Prabowo dan Hatta tidak menulis visi sebagaimana mestinya, mereka menyatakan bahwa visi mereka adalah: “Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta bermarabat”

Lha, tujuan kok membangun, jika membangun adalah sebuah tujuan, maka kita sudah mencapai tujuan, karena sekarang kita sampai saat ini memang sedang melakukan pembangunan.
Visi yang benar seharusnya adalah: “Terwujudnya Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta bermartabat”.

Walau kesalahan ini tidak wajar dilakukan oleh seorang capres yang seharusnya terbiasa berorganisasi dan membaca banyak visi misi, tapi oke lah, ini cuma masalah penyusunan kalimat, kurang begitu penting, yang penting adalah poin-poin setelah ini.

b. Bagaimana Pandangan Prabowo Mengenai Soeharto?
Pada poin setelah ini saya menyebutkan bahwa Prabowo itu memiliki cita rasa orde baru, lebih dari itu tampaknya Prabowo mengidolakan Soeharto, bahkan ingin menjadikannya pahlawan nasional.
Oke lah, semua orang punya pendapat yang berbeda, tapi yang membuat saya bingung adalah pernyataan dari Pius, korban penculikan yang kini mendukung Prabowo.
Dia masih menganggap Soeharto sebagai musuh, namun tetap bergabung di Gerindra mendukung Prabowo yang Pro Soeharto.
Tidak hanya Pius, pendukung Prabowo lain yang saya lihat juga ada yang ngotot mengatakan bahwa Prabowo itu anti pada orde baru.
Lha, mereka ini sebenarnya mau kemana sih?

c. Mengaku Pluralis Kok Mau Melakukan Pemurnian Agama?
Ini poin yang sangat menarik.
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Prabowo adalah pribadi yang pluralis. Hal ini tidak terbantahkan dengan kenyataan bahwa dalam lingkungan keluarga Prabowo sendiri yang beragam, tidak hanya dalam hal agama dimana Prabowo yang muslim bisa hidup berdampingan dengan saudaranya yang Kristen dan Katolik, namun juga kenyataan bahwa Prabowo bisa tetap menerima anaknya yang LGBT dengan baik.
Tapi apakah Prabowo tetap mempertahankan pribadinya yang pluralis ketika berpolitik?
Ini masih menjadi pertanyaan.

Politik itu kejam, orang bisa berubah ketika sudah masuk ke dunia politik. Mereka yang aktivis HAM bisa mendukung pelanggar HAM ketika berpolitik, mereka yang dulunya akademisi mendadak pura-pura bodoh ketika berpolitik, mereka yang biasanya pemalu menjadi berani melakukan pembohongan publik ketika berpolitik, aneh-aneh lah.

Ketika dalam misinya Prabowo menulis bahwa beliau ingin menjaga kemurnian agama, ditambah dengan bagaimana Prabowo mendapat dukungan dari ormas radikal seperti FPI dan Pemuda Pancasila, maka jujur saya sangat meragukan pluralitas yang diusung oleh Prabowo, minimal saya ragu apakah konsep pluralitas versi saya sama dengan beliau.

Bagi saya yang namanya pemurnian agama adalah suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai pluralisme.
Saya mendukung kebebasan berkeyakinan (bukan hanya beragama) dalam arti semua orang bebas meyakini apapun selama keyakinan itu tidak merugikan pihak lain.
Konsep ajaran agama itu sebenarnya bergantung pada tafsir, sedang tafsir setiap orang biasa berbeda-beda. Siapa sih yang berhak mengatakan bahwa kelompok masyarakat A itu sesat dan tidak sesat?

Siapa yang pantas menerapkan standar bahwa Agama X itu harus ini dan itu sedang nabinya sudah wafat?
Memangnya Agama X itu punya mereka saja?
Maka dari itu tidak pantas kita melarang orang meyakini apapun.
Ada muslim yang berkeyakinan bahwa babi itu halal?
Silahkan.
Ada Hindu yang berkeyakinan bahwa cerita Mahabharata dan Ramayana itu cuma mitos?
Silahkan juga.

Jika kita ingin melakukan pemurnian agama, yang saya takutkan adalah bahwa kita bisa saling bunuh membunuh hanya demi persamaan pandangan tentang agama.
Yang Kristen harus setuju bahwa Muhammad dalah nabi terakhir, yang tidak setuju dibunuh,
yang Hindu harus percaya bahwa Siwa adalah dewa tertinggi, yang tidak setuju dikatakan sesat dan dibunuh.
Jangan sampai hal seperti itu terjadi. Ahmadiyah dan Syiah sudah merasakan bagaimana perbedaan pandangan agama membuat mereka mendapatkan perlakukan yang tidak pantas dan menciderai nilai-nilai hak asasi manusia.


Lanjuuut..... >>>>>
Diubah oleh tiwer 27-07-2014 05:07
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
10.7K
54
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan