trafalgal92Avatar border
TS
trafalgal92
BATAL TERBANG KARENA POLITIK
M enjelang Operasi Trikora untuk
membebaskan Irian Barat (1962) TNI AU
mendapat berbagai jenis pesawat dan
helikopter dalam jumlah cukup signifikan.
Selain pesawat transpor, diterima pula
pesawat pengebom dan tempur pancar gas
seperti Tupolev Tu-16, Ilyushin Il-28,
MiG-15, MiG-17, MiG-19, dan MiG-21.
Semua perangkat keras persenjataan itu
mengubah Indonesia dalam seketika kuat
secara militer dan disegani di seantero
kawasan Selatan.
Kedatangan berbagai jenis pesawat dalam
jumlah besar itu harus didukung sumber
daya manusia atau personel yang
memadai. Baik pilot, teknisi maupun
personel pendukung/kejuruan lainnya
seperti material, elektro, persenjataan, dan
sebagainya. Cara paling mudah dan
singkat untuk memperolehnya adalah
dengan mengirim mereka ke negara asal
pesawat yaitu Uni Soviet (Rusia),
Cekoslovakia dan Yugoslavia. Bahkan juga
ke Mesir, yang sebelumnya telah menjadi
pengguna banyak pesawat militer eks-
Rusia/Blok Timur.
Para perwira dan kadet penerbang AURI
pun dikirim secara bertahap ke berbagai
negara itu, antara lain lewat program yang
dinamakan Tjakra I, II, dan III. Sejumlah
personel yang dikirim untuk mampu
mengoperasikan MiG-17, di antaranya Tri
Suharto, Butje Waas, Hardadi, Zainudin
Sikado, Isbandi, dan Rudi Taran. Kemudian
ada pula program untuk MiG-21, yang
kala itu merupakan pesawat tempur yang
lebih baru. Mereka yang dikirim untuk
belajar dan berlatih MiG-21 antara lain
Sukardi, Saputro, Sobirin Misbach,
Yachman, Martin Teletepta, dan Firman
Siahaan. Ada pula pelatihan di dalam
negeri dengan mendatangkan instruktur
Rusia. Mereka yang berlatih di dalam
negeri antara lain Mayor Roesman, yang
dipersiapkan menjadi komandan skadron
MiG-21 pertama.
Melalui program yang diberi nama
Tjiptoning, berangkatlah rombongan
pertama kadet penerbang AURI ke Rusia,
dari Angkatan 66 dan 67. Dari Angkatan
66, hampir semuanya akan dididik dan
dilatih untuk pengebom Tu-16 Badger,
lainnya untuk pesawat transpor Antonov
An-12 Cub, yang mirip-mirip Hercules.
Sedangkan dari Angkatan 67 sebagian
besar untuk An-12.
Januari 1965, ketika Rusia sedang dilanda
musim dingin hebat, mereka naik kapal
dari Pelabuhan Tanjung Priok ke
Vladivostok, bandar laut “air hangat”
Rusia di kawasan timur jauhnya. Dari kota
ini mereka dikirim ke Tokmak di Kirgistan
dan di Rysan, yang merupakan pangkalan
pengebom Tu-16. Para kadet penerbang
ini, pertama berlatih dengan pesawat latih
dasar bermesin piston Yakovlev Yak-18
Max, sejenis dengan T-34 Mentor.
Selanjutnya calon penerbang transpor
transisi berlatih menggunakan Ilyushin
Il-14 Crate, yang mirip DC-3/C-47 Dakota,
sebelum mereka terbang dengan An-12.
Sedangkan sebelum terbang dengan
Tu-16, para calon pilot bomber itu terbang
transisi menggunakan jet pengebom taktis
Ilyushin Il-28 Beagle. Rombongan pertama
antara lain Richard Haryono, Bambang
Yogyanto, Suhendar, Suparno, Zainal
Abidin, Udin Kurmadi, Rusli, dan Haryanto.
Sedangan untuk An-12 antara lain Sutria,
Haryono, Haryoko, Suharso, Maksum
Harun, dan Saleh Budiono.
KAMERA DISITA
Saya sendiri termasuk rombongan
Tjiptoning kedua, yang diberangkatkan
Maret 1965. Rombongan ini selain untuk
menerbangkan Tu-16 dan An-12, juga
untuk MiG-21. Kami dari Angkatan 67 dan
68, berpangkat Sersan Taruna dan Kopral
Karbol. Kami naik pesawat komersial
maskapai penerbangan Rusia, Aeroflot dari
Bandara Kemayoran.
Sebelum meninggalkan Lanud Halim
Perdanakusuma, kami memperoleh briefing
dari Komodor Sukotjo dan Komodor Ign.
Dewanto. Mereka antara lain menekankan
agar kami belajar dan berlatih sebaik-
baiknya, jangan sampai mempermalukan
bangsa. Kami juga diingatkan agar
berhati-hati dalam bersikap dan bertindak,
termasuk jangan mengambil foto
sembarangan di Rusia, karena memang
ada larangan untuk itu.
Rombongan kami berjumlah 60 orang,
termasuk dua perwira pengawas. Salah
seorang bernama Mayor Sutjipto. Sempat
saya berpikir, jangan-jangan program
kami dinamakan Tjiptoning karena
pengawas kami adalah Mayor Sutjipto.
Ingat ini, saya hanya bisa menertawakan
diri sendiri.
Pesawat Aeroflot bertolak malam hari
sekitar pukul 21.00, dan singgah di
Kolombo serta Teheran untuk mengisi
bahan bakar. Maklum, mesinnya belum
seefisien pesawat sekarang yang semakin
hemat bahan bakar. Setiba di Moskwa
esok harinya, kami pun disambut cuaca
dingin bersalju. Di bandara dijemput oleh
Atase Udara Letkol (Pnb) Sutiharsono,
yang di kemudian hari menjadi Pangkodau
V dan berpangkat marsekal muda.

★ Angkasa
0
2K
0
Thread Digembok
Thread Digembok
Komunitas Pilihan