- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Catatan Perjalanan OANC
CatPer Pendakian Tanah Celebes : Bawakaraeng 2830 mpl
TS
bolakbalik92
CatPer Pendakian Tanah Celebes : Bawakaraeng 2830 mpl
Halo Agan & Aganwati yang Budiman
Welcome To My First Thread
Setelah Rinjani, kali ini saya melakukan pendakian gunung lagi di luar pulau Jawa. Tanah Celebes alias Makassar yang akan jadi tujuan saya. Awalnya saya berencana mendaki Latimojong, tapi karena ada lebih dari 1 hal yang tidak memungkinkan, akhirnya saya melipir untuk mendaki Gunung Bawakaraeng, dengan julukan yang cukup terkenal untuk gunung yang satu ini, “Si Mulut Tuhan”.
Okay, mari kita mulai ceritanya…
Melakukan perjalanan ke Makassar dan mendaki Gunung Bawakaraeng ini sebenarnya tidak pernah terpikirkan bisa saya wujudkan di tahun 2014 ini. Walaupun keinginan untuk mendaki gunung di luar pulau jawa itu ada, tapi keinginan itu saya taruh di nomor sekian dari rencana saya. Karena rencana saya masih ingin mendaki gunung-gunung di Jawa.
Eh, tapi ternyata yang namanya takdir emang nggak bisa kita tolak. Saya mendapat tugas dari kantor untuk berangkat ke Makassar mengikuti sebuah diklat di bulan Februari. Tentu saja kesempatan ini tidak saya sia-siakan begitu saja. Seperti kata pepatah, Sekali Menyelam, satu dua gunung harus saya datangi..hehe. Jadwal keberangkatan pun, masih agak lama, sekitar 2 minggu lagi, jadi saya masih sempat untuk membuat itinerary dan persiapan “peralatan tempur”.
Segera saya cari kontak kawan-kawan se-hobi yang tinggal di Makassar. Saya berkenalan dengan Agus dan Bang Ceba. Kemudian ber-chit-chat ria, saya menanyakan ini itu tentang makassar dan khususnya rencana pendakian saya di tanah celebes itu. Awalnya keinginan saya bisa mendaki Latimojong, tapi karena terbatasnya waktu, dan budget juga sih, akhirnya diputuskan untuk mendaki Gunung Bawakaraeng. It’s OK. No Big Problem.
Pada pertengahan Februari, saya bersama 2 teman kerja berangkat dari Surabaya menuju Makassar menggunakan pesawat. Tapi awalnya sempat khawatir, karena saat itu masih baru-barunya terjadi Erupsi gunung Kelud, yang lontaran abu vulkaniknya sempat melumpuhkan bandara Juanda Surabaya selama 3 hari. Tapi untungnya, hari itu Bandara Juanda bisa kembali beroperasi secara normal, dan jadwal penerbangan kami tidak mengalami pembatalan.
1,5 jam perjalanan, kami tiba di Tanah Celebes, Makassar. Kemudian saya menghubungi Agus untuk menanyakan rute menuju rumahnya. Kami berencana untuk mampir di rumahnya, untuk jalan-jalan lebih dulu sebelum menuju tempat diklat. Lalu dengan menggunakan taksi, kami berangkat menuju rumah Agus di daerah Tamarunang.
Oke, kita skip cerita jalan-jalan di kota Makassar dan kegiatan diklat saya. Dan kita langsung menuju Cerita Pendakian Ke Gunung Bawakaraeng.
Bersama agus, saya menemui Bang Ceba. Bang Ceba juga bersama seorang kawannya, Bang Gian. Kami berempat membicarakan tentang rencana pendakian ke Bawakaraeng besok hari. Tapi si Agus memilih untuk tidak ikut mendaki. Jadilah hanya kami bertiga yang akan mendaki ke Bawakaraeng.
Besok harinya, kami persiapkan kebutuhan untuk pendakian, mulai dari peralatan sampai logistik yang akan dibawa. Kami akan melakukan pendakian Bawakareng selama 3 hari. Setelah semua siap, menggunakan motor, kami segera berangkat menuju desa Lembana karena hari juga sudah cukup siang. Perjalanan dari Makassar menuju Desa Lembana kurang lebih 4 jam.
Sampai di Lembana, sudah cukup sore sekitar jam 16.00 dengan kabut cukup tebal menutupi desa waktu itu. Kebetulan ada warung yang masih buka, kami mampir untuk mengisi perut yang dari tadi sudah keroncongan..hehe. Seporsi mie ayam jadi hidangan mantap di sore itu. Dan setelah kenyang, kami bersiap untuk mulai pendakian. Untuk melakukan pendakian, Gunung-gunung di Sulawesi, termasuk Bawakaraeng masih tidak memberlakukan sistem registrasi. Masih belum ada pengelolaan resmi seperti gunung-gunung di jawa pada umumnya. Jadi, kalau kita akan mendaki gunung bawakaraeng, cukup memberitahu kepada warga setempat. Dan di Bawakaraeng ini, walaupun juga tidak perlu registrasi untuk melakukan pendakian, di awal pendakian terdapat Gapura Selamat Datang bagi para pendaki. Dan dari sinilah, pendakian dimulai.
Jam 5 sore kami mulai pendakian. Kabut yang cukup tebal masih menemani perjalanan kami, tapi jarak pandang masih cukup jelas. Perjalanan dari pintu gerbang menuju pos 1, trek yang kami lalui masih cukup landai. Sekitar 1 jam perjalanan, kami sudah sampai di pos 1.
Melanjutkan perjalanan menuju pos 2, trek yang kami lalui juga masih dominasi landai dengan beberapa tanjakan yang tidak terlalu curam. Perjalanan menuju pos 2 ini, beberapa kali kami melewati aliran air di tengah jalur pendakian, sisa aliran air hujan yang turun. Sepertinya hujan turun cukup deras, karena aliran air juga cukup banyak kami temukan dan mengalir cukup deras. Jarak tempuh dari pos 1 ke pos 2 kurang lebih sekitar 30 menit.
Melewati pos 2, jalur pendakian mulai didominasi tanjakan, tapi tidak terlalu curam. Vegetasi hutan cukup rapat, dan beberapa kali kami menemui jalur pendakian yang masih tertutup semak belukar. Aliran air hujan di jalur pendakian juga masih banyak kami temui. Jarak antara pos 2 menuju pos 3, cukup dekat, hanya sekitar 15 menit perjalanan. Di pos 3 ini, biasanya sering digunakan untuk tempat bermalam bagi pendaki. Ada areal cukup lapang untuk mendirikan tenda, dan yang paling penting, stok air melimpah, karena dekat dengan sungai kecil. Jadi, sangat cocok jika pos 3 ini dipilih untuk tempat bermalam. Pos 3 ini berada di ketinggian 1835 mdpl.
Setelah cukup istirahat di pos 3, kami lanjutkan perjalanan menuju pos 4. Hujan sudah mulai reda, tapi trek yang kami lalui masih cukup licin. Variasi trek dari tanjakan dan menurun, harus kami lalui untuk bisa sampai di pos 4. Sekitar 45 menit perjalanan, kami sampai di pos 4. Di tempat ini, juga ada cukup tanah lapang untuk bisa mendirikan tenda. Tapi kami tidak mendirikan tenda di pos 4, karena kami berencana untuk mendirikan tenda di pos 5.
Hari sudah semakin malam, kami lebih mempercepat langkah untuk bisa segera sampai di pos 5. Tanjakan yang kami lalui semakin terjal, di beberapa titik, aliran air sisa hujan tadi, mengalir cukup deras di tengah-tengah jalur pendakian. Ditambah lagi, kondisi tanah dan batu yang cukup licin sewaktu dipijak. Sekitar 45 menit perjalanan dari pos 4, kami akhirnya tiba di pos 5. Segera kami mencari tanah lapang, dan mendirikan tenda. Karena badan sudah terasa capek dan ditambah lagi hujan gerimis mulai turun, kami putuskan untuk tidak masak malam itu, dan memilih langsung tidur, mengistirahatkan badan.
Pagi hari di pos 5, kabut masih sempat terlihat, tapi perlahan menghilang tergantikan sinar matahari. Syukurlah cuaca pagi itu cukup cerah, setidaknya kami bisa mengeringkan baju maupun perlengkapan yang sempat basah karena hujan kemarin. Dan semoga cuaca hari ini tetap cerah, setidaknya sampai kami tiba di pos 10, dimana kami berencana untuk mendirikan tenda.
Sepertinya kami akan berangkat cukup siang untuk melanjutkan ke pos berikutnya. Karena kami masih berlama-lama untuk mengisi waktu dengan…tidur, hehe. Urusan makan, masih belakangan.
Dan benar juga, kami baru selesai me-repacking barang bawaan dan bersiap melanjutkan perjalanan, sekitar jam 11 siang. Perjalanan menuju pos 6, kami mulai dengan melewati kawasan hutan yang terdapat bekas kebakaran ketika musim kemarau. Matahari sudah tertutup kabut sejak kami berangkat dari pos 5, tapi semoga tidak sampai turun hujan. Jarak tempuh dari pos 5 menuju pos 6 sekitar 45 menit perjalanan.
Selanjutnya perjalanan dari pos 6 ke pos 7, adalah salah satu momen yang paling saya sukai. Kenapa? Karena view pada jalur ini, Awesome!! Kita akan melewati areal hutan lumut. Ini pertama kalinya saya mendaki gunung dengan trek yang melewati hutan lumut. Dan nggak ada yang bisa saya katakan lagi tentang view hutan lumut di Bawakaraeng ini selain : Keren Parah !! Waktu itu saya serasa masuk ke dalam dunia dongeng. Berlebihan?? No, saya rasa memang seperti itu adanya. Saya mungkin nggak bisa terlalu menjelaskan dengan kata-kata tentang perasaan saya yang takjub dengan pemandangan alam yang saya lihat seperti itu. Biarkan gambar yang berbicara. #Sish…
Setelah 1 jam berjalan di tengah hutan lumut, akhirnya kami tiba di pos 7. Dan, ketika sedang istirahat di pos 7, bang ceba dan bang gian bilang kalau sesudah pos 7 menuju pos 8, adalah trek yang paling ‘dibenci’ pendaki yang sudah pernah ke Bawakaraeng. Kenapa? Mereka hanya menjawab santai “Buktikan saja sendiri”.
Oke, kita buktikan. Trek awal dari pos 7 menuju pos 8, diawali dengan turunan yang cukup curam. Karena trek yang kami lewati adalah turunan, kami bisa lebih cepat untuk berjalan. Jalur yang kami lalui Turun terus , terus sampai bertemu dengan aliran air yang kecil. Barulah dari aliran air ini, trek yang kami lalui berubah menjadi tanjakan yang terjal. Paling terjal saya rasa dari seluruh trek menuju pos-pos sebelumnya. Terjal dan sama sekali tidak berperkegunungan. Beberapa kali harus berpijak dan berpegangan pada akar pohon. Dagu dan dengkul juga seringkali bertemu untuk naik ke area yang lebih tinggi. Hehe…Oke..rasanya saya sudah paham kenapa trek dari pos 7 menuju pos 8, ‘dibenci’ pendaki. Kata si Bang Gian : “Trek Gunung di Sulawesi, Ancuur!!”
Dan, setelah 2,5 jam melewati trek penuh keringat, kami tiba di pos 8. Dan hujan juga turun deras waktu itu. Kami langsung memasang flysheet dan menunggu hujan reda sebelum melanjutkan ke pos 9. Cukup lama hujannya, sekitar 2 jam baru reda, itupun masih sedikit gerimis. Tapi, karena pertimbangan waktu, kami putuskan untuk segera berangkat menuju pos 9.
10 menit berjalan dari pos 8, kami menemukan sungai. Aliran airnya cukup deras dan cukup segar untuk membasuh wajah. Perjalanan menuju pos 9, kabut cukup tebal menghadang kami. Penglihatan menjadi terbatas. Kami harus berjalan beriringan sedekat mungkin. Hujan juga masih turun, walaupun tidak terlalu deras. Kemudian, 1 jam berikutnya akhirnya kami sampai di pos 9. Awalnya kami berencana untuk mendirikan tenda di pos 10. Tapi karena pertimbangan cuaca yang saat itu berkabut, hari juga sudah mulai gelap, kami putuskan untuk bermalam di pos 9. Untungnya kami menemukan area datar untuk mendirikan tenda.
Semakin malam, kabut tebal masih belum hilang juga. Kalau masih tetap berkabut, rasanya besok pagi kami tidak bisa berjumpa dengan sunrise di puncak. Tapi, semoga saja besok pagi cuaca berubah sangat cerah. Kami merencanakan untuk mulai summit attack jam 3 pagi. Estimasi waktu menuju puncak sekitar 1,5 jam perjalanan. Jadi, kami masih bisa mendapatkan momen sunrise.
Tapi ternyata, jam 3 pagi, kabut masih cukup tebal, kami menunda untuk summit attack sampai kabut sudah mulai menghilang. Dan, kami tunggu sampai jam 5, kabut memang sudah berkurang, tapi sinar matahari masih belum terlihat. Akhirnya kami putuskan untuk tetap berangkat saat itu juga untuk summit attack, sambil berharap kabut sudah benar-benar hilang begitu kami sampai di puncak.
Selama perjalanan, sinar matahari masih belum terlihat, bahkan sesekali kabut menjadi cukup tebal, dan semakin mendekati area puncak, angin terasa cukup kencang. 1 jam perjalanan, kami sampai di pos 10. Di pos ini, kami menemukan tenda pendaki yang bermalam. Dari pos 10, puncak Bawakaraeng sudah sangat dekat. Kalau saja cuaca cerah, puncak bawakaraeng sudah terlihat dari pos ini, tapi karena waktu itu berkabut, sama sekali tidak terlihat puncak bawakaraeng.
Kami lanjutkan perjalanan, angin terasa semakin kencang. Perlahan kami berjalan mendekati puncak Bawakaraeng. Dan 20 menit kemudian, tepat jam 06.00, akhirnya kami sampai di Puncak Bawakaraeng. 2830 mdpl. Syukurlah, kami bisa menjejakkan kaki di Puncak Bawakaraeng, walaupun dengan cuaca yang sangat tidak bagus, kabut dan berangin. Waktu itu, hanya kami bertiga yang berada di Puncak Bawakaraeng. Tidak ada siapa-siapa lagi.
Dan, walaupun tidak mendapatkan momen sunrise, walaupun tidak mendapatkan view dari puncak, saya pribadi sudah sangat senang bisa berdiri di salah satu puncak tertinggi di tanah Sulawesi, Bawakaraeng.
Terima kasih tanah Celebes, Bawakaraeng yang sudah menjadi salah satu memori perjalanan dalam hidup saya. Alammu begitu indah, dan semoga suatu hari nanti saya bisa kembali berdiri di puncak 2830 mdpl.
Dan semoga, Puncak Bawakaraeng bukan menjadi puncak terakhir yang bisa saya jejaki, tapi semoga saya masih bisa dan sanggup untuk berjalan menyusuri alam Indonesia untuk menjejakkan kaki di puncak-puncak tertinggi negeri ini. Indonesia.
Welcome To My First Thread
Setelah Rinjani, kali ini saya melakukan pendakian gunung lagi di luar pulau Jawa. Tanah Celebes alias Makassar yang akan jadi tujuan saya. Awalnya saya berencana mendaki Latimojong, tapi karena ada lebih dari 1 hal yang tidak memungkinkan, akhirnya saya melipir untuk mendaki Gunung Bawakaraeng, dengan julukan yang cukup terkenal untuk gunung yang satu ini, “Si Mulut Tuhan”.
Quote:
Sekilas pandang tentang Gunung Bawakaraeng
Gunung Bawakaraeng memiliki ketinggian 2830 mdpl, dengan julukannya yang cukup terkenal, “Si Mulut Tuhan”. Bawakaraeng merupakan Gunung yang cukup dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Dan uniknya, setiap Hari raya idul kurban, gunung ini selalu ramai oleh masyarakat setempat yang mendatanginya, dan beberapa diantaranya membawa sapi hingga ke puncak gunung, kemudian dilakukan penyembelihan di sana. Dan bagi masyarakat setempat, masih ada kepercayaan dari leluhur yang dilestarikan hingga saat ini, yaitu bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji, terlebih dulu harus melakukan pendakian ke puncak gunung Bawakaraeng, kemudian melakukan ritual tertentu di puncak. Mungkin pernah mendengar Julukan “Haji Bawakaraeng”? Ya, merekalah masyarakat sekitar gunung Bawakaraeng yang masih percaya jika mereka berangkat ke puncak Bawakaraeng, mereka sama saja telah berhaji.
Desa terakhir untuk melakukan pendakian ke Gunung Bawakaraeng, yaitu Desa Lembana. Berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari makassar. Jalur pendakian Bawakaraeng memiliki 10 pos sebelum mencapai puncak, dan dibutuhkan waktu 2-3 hari perjalanan.
Gunung Bawakaraeng memiliki ketinggian 2830 mdpl, dengan julukannya yang cukup terkenal, “Si Mulut Tuhan”. Bawakaraeng merupakan Gunung yang cukup dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Dan uniknya, setiap Hari raya idul kurban, gunung ini selalu ramai oleh masyarakat setempat yang mendatanginya, dan beberapa diantaranya membawa sapi hingga ke puncak gunung, kemudian dilakukan penyembelihan di sana. Dan bagi masyarakat setempat, masih ada kepercayaan dari leluhur yang dilestarikan hingga saat ini, yaitu bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji, terlebih dulu harus melakukan pendakian ke puncak gunung Bawakaraeng, kemudian melakukan ritual tertentu di puncak. Mungkin pernah mendengar Julukan “Haji Bawakaraeng”? Ya, merekalah masyarakat sekitar gunung Bawakaraeng yang masih percaya jika mereka berangkat ke puncak Bawakaraeng, mereka sama saja telah berhaji.
Desa terakhir untuk melakukan pendakian ke Gunung Bawakaraeng, yaitu Desa Lembana. Berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari makassar. Jalur pendakian Bawakaraeng memiliki 10 pos sebelum mencapai puncak, dan dibutuhkan waktu 2-3 hari perjalanan.
Quote:
Okay, mari kita mulai ceritanya…
Melakukan perjalanan ke Makassar dan mendaki Gunung Bawakaraeng ini sebenarnya tidak pernah terpikirkan bisa saya wujudkan di tahun 2014 ini. Walaupun keinginan untuk mendaki gunung di luar pulau jawa itu ada, tapi keinginan itu saya taruh di nomor sekian dari rencana saya. Karena rencana saya masih ingin mendaki gunung-gunung di Jawa.
Eh, tapi ternyata yang namanya takdir emang nggak bisa kita tolak. Saya mendapat tugas dari kantor untuk berangkat ke Makassar mengikuti sebuah diklat di bulan Februari. Tentu saja kesempatan ini tidak saya sia-siakan begitu saja. Seperti kata pepatah, Sekali Menyelam, satu dua gunung harus saya datangi..hehe. Jadwal keberangkatan pun, masih agak lama, sekitar 2 minggu lagi, jadi saya masih sempat untuk membuat itinerary dan persiapan “peralatan tempur”.
Segera saya cari kontak kawan-kawan se-hobi yang tinggal di Makassar. Saya berkenalan dengan Agus dan Bang Ceba. Kemudian ber-chit-chat ria, saya menanyakan ini itu tentang makassar dan khususnya rencana pendakian saya di tanah celebes itu. Awalnya keinginan saya bisa mendaki Latimojong, tapi karena terbatasnya waktu, dan budget juga sih, akhirnya diputuskan untuk mendaki Gunung Bawakaraeng. It’s OK. No Big Problem.
Pada pertengahan Februari, saya bersama 2 teman kerja berangkat dari Surabaya menuju Makassar menggunakan pesawat. Tapi awalnya sempat khawatir, karena saat itu masih baru-barunya terjadi Erupsi gunung Kelud, yang lontaran abu vulkaniknya sempat melumpuhkan bandara Juanda Surabaya selama 3 hari. Tapi untungnya, hari itu Bandara Juanda bisa kembali beroperasi secara normal, dan jadwal penerbangan kami tidak mengalami pembatalan.
1,5 jam perjalanan, kami tiba di Tanah Celebes, Makassar. Kemudian saya menghubungi Agus untuk menanyakan rute menuju rumahnya. Kami berencana untuk mampir di rumahnya, untuk jalan-jalan lebih dulu sebelum menuju tempat diklat. Lalu dengan menggunakan taksi, kami berangkat menuju rumah Agus di daerah Tamarunang.
Oke, kita skip cerita jalan-jalan di kota Makassar dan kegiatan diklat saya. Dan kita langsung menuju Cerita Pendakian Ke Gunung Bawakaraeng.
Bersama agus, saya menemui Bang Ceba. Bang Ceba juga bersama seorang kawannya, Bang Gian. Kami berempat membicarakan tentang rencana pendakian ke Bawakaraeng besok hari. Tapi si Agus memilih untuk tidak ikut mendaki. Jadilah hanya kami bertiga yang akan mendaki ke Bawakaraeng.
Besok harinya, kami persiapkan kebutuhan untuk pendakian, mulai dari peralatan sampai logistik yang akan dibawa. Kami akan melakukan pendakian Bawakareng selama 3 hari. Setelah semua siap, menggunakan motor, kami segera berangkat menuju desa Lembana karena hari juga sudah cukup siang. Perjalanan dari Makassar menuju Desa Lembana kurang lebih 4 jam.
Sampai di Lembana, sudah cukup sore sekitar jam 16.00 dengan kabut cukup tebal menutupi desa waktu itu. Kebetulan ada warung yang masih buka, kami mampir untuk mengisi perut yang dari tadi sudah keroncongan..hehe. Seporsi mie ayam jadi hidangan mantap di sore itu. Dan setelah kenyang, kami bersiap untuk mulai pendakian. Untuk melakukan pendakian, Gunung-gunung di Sulawesi, termasuk Bawakaraeng masih tidak memberlakukan sistem registrasi. Masih belum ada pengelolaan resmi seperti gunung-gunung di jawa pada umumnya. Jadi, kalau kita akan mendaki gunung bawakaraeng, cukup memberitahu kepada warga setempat. Dan di Bawakaraeng ini, walaupun juga tidak perlu registrasi untuk melakukan pendakian, di awal pendakian terdapat Gapura Selamat Datang bagi para pendaki. Dan dari sinilah, pendakian dimulai.
Spoiler for welcome:
Spoiler for rute pendakian:
Jam 5 sore kami mulai pendakian. Kabut yang cukup tebal masih menemani perjalanan kami, tapi jarak pandang masih cukup jelas. Perjalanan dari pintu gerbang menuju pos 1, trek yang kami lalui masih cukup landai. Sekitar 1 jam perjalanan, kami sudah sampai di pos 1.
Spoiler for pos 1:
Melanjutkan perjalanan menuju pos 2, trek yang kami lalui juga masih dominasi landai dengan beberapa tanjakan yang tidak terlalu curam. Perjalanan menuju pos 2 ini, beberapa kali kami melewati aliran air di tengah jalur pendakian, sisa aliran air hujan yang turun. Sepertinya hujan turun cukup deras, karena aliran air juga cukup banyak kami temukan dan mengalir cukup deras. Jarak tempuh dari pos 1 ke pos 2 kurang lebih sekitar 30 menit.
Spoiler for pos 2:
Melewati pos 2, jalur pendakian mulai didominasi tanjakan, tapi tidak terlalu curam. Vegetasi hutan cukup rapat, dan beberapa kali kami menemui jalur pendakian yang masih tertutup semak belukar. Aliran air hujan di jalur pendakian juga masih banyak kami temui. Jarak antara pos 2 menuju pos 3, cukup dekat, hanya sekitar 15 menit perjalanan. Di pos 3 ini, biasanya sering digunakan untuk tempat bermalam bagi pendaki. Ada areal cukup lapang untuk mendirikan tenda, dan yang paling penting, stok air melimpah, karena dekat dengan sungai kecil. Jadi, sangat cocok jika pos 3 ini dipilih untuk tempat bermalam. Pos 3 ini berada di ketinggian 1835 mdpl.
Spoiler for pos 3:
Setelah cukup istirahat di pos 3, kami lanjutkan perjalanan menuju pos 4. Hujan sudah mulai reda, tapi trek yang kami lalui masih cukup licin. Variasi trek dari tanjakan dan menurun, harus kami lalui untuk bisa sampai di pos 4. Sekitar 45 menit perjalanan, kami sampai di pos 4. Di tempat ini, juga ada cukup tanah lapang untuk bisa mendirikan tenda. Tapi kami tidak mendirikan tenda di pos 4, karena kami berencana untuk mendirikan tenda di pos 5.
Spoiler for pos 4:
Hari sudah semakin malam, kami lebih mempercepat langkah untuk bisa segera sampai di pos 5. Tanjakan yang kami lalui semakin terjal, di beberapa titik, aliran air sisa hujan tadi, mengalir cukup deras di tengah-tengah jalur pendakian. Ditambah lagi, kondisi tanah dan batu yang cukup licin sewaktu dipijak. Sekitar 45 menit perjalanan dari pos 4, kami akhirnya tiba di pos 5. Segera kami mencari tanah lapang, dan mendirikan tenda. Karena badan sudah terasa capek dan ditambah lagi hujan gerimis mulai turun, kami putuskan untuk tidak masak malam itu, dan memilih langsung tidur, mengistirahatkan badan.
Spoiler for pos 5:
Pagi hari di pos 5, kabut masih sempat terlihat, tapi perlahan menghilang tergantikan sinar matahari. Syukurlah cuaca pagi itu cukup cerah, setidaknya kami bisa mengeringkan baju maupun perlengkapan yang sempat basah karena hujan kemarin. Dan semoga cuaca hari ini tetap cerah, setidaknya sampai kami tiba di pos 10, dimana kami berencana untuk mendirikan tenda.
Sepertinya kami akan berangkat cukup siang untuk melanjutkan ke pos berikutnya. Karena kami masih berlama-lama untuk mengisi waktu dengan…tidur, hehe. Urusan makan, masih belakangan.
Dan benar juga, kami baru selesai me-repacking barang bawaan dan bersiap melanjutkan perjalanan, sekitar jam 11 siang. Perjalanan menuju pos 6, kami mulai dengan melewati kawasan hutan yang terdapat bekas kebakaran ketika musim kemarau. Matahari sudah tertutup kabut sejak kami berangkat dari pos 5, tapi semoga tidak sampai turun hujan. Jarak tempuh dari pos 5 menuju pos 6 sekitar 45 menit perjalanan.
Spoiler for pos 6:
Selanjutnya perjalanan dari pos 6 ke pos 7, adalah salah satu momen yang paling saya sukai. Kenapa? Karena view pada jalur ini, Awesome!! Kita akan melewati areal hutan lumut. Ini pertama kalinya saya mendaki gunung dengan trek yang melewati hutan lumut. Dan nggak ada yang bisa saya katakan lagi tentang view hutan lumut di Bawakaraeng ini selain : Keren Parah !! Waktu itu saya serasa masuk ke dalam dunia dongeng. Berlebihan?? No, saya rasa memang seperti itu adanya. Saya mungkin nggak bisa terlalu menjelaskan dengan kata-kata tentang perasaan saya yang takjub dengan pemandangan alam yang saya lihat seperti itu. Biarkan gambar yang berbicara. #Sish…
Spoiler for hutan lumut:
Spoiler for hutan lumut:
Spoiler for hutan lumut:
Spoiler for hutan lumut:
Setelah 1 jam berjalan di tengah hutan lumut, akhirnya kami tiba di pos 7. Dan, ketika sedang istirahat di pos 7, bang ceba dan bang gian bilang kalau sesudah pos 7 menuju pos 8, adalah trek yang paling ‘dibenci’ pendaki yang sudah pernah ke Bawakaraeng. Kenapa? Mereka hanya menjawab santai “Buktikan saja sendiri”.
Spoiler for pos 7:
Oke, kita buktikan. Trek awal dari pos 7 menuju pos 8, diawali dengan turunan yang cukup curam. Karena trek yang kami lewati adalah turunan, kami bisa lebih cepat untuk berjalan. Jalur yang kami lalui Turun terus , terus sampai bertemu dengan aliran air yang kecil. Barulah dari aliran air ini, trek yang kami lalui berubah menjadi tanjakan yang terjal. Paling terjal saya rasa dari seluruh trek menuju pos-pos sebelumnya. Terjal dan sama sekali tidak berperkegunungan. Beberapa kali harus berpijak dan berpegangan pada akar pohon. Dagu dan dengkul juga seringkali bertemu untuk naik ke area yang lebih tinggi. Hehe…Oke..rasanya saya sudah paham kenapa trek dari pos 7 menuju pos 8, ‘dibenci’ pendaki. Kata si Bang Gian : “Trek Gunung di Sulawesi, Ancuur!!”
Spoiler for pos 8:
Dan, setelah 2,5 jam melewati trek penuh keringat, kami tiba di pos 8. Dan hujan juga turun deras waktu itu. Kami langsung memasang flysheet dan menunggu hujan reda sebelum melanjutkan ke pos 9. Cukup lama hujannya, sekitar 2 jam baru reda, itupun masih sedikit gerimis. Tapi, karena pertimbangan waktu, kami putuskan untuk segera berangkat menuju pos 9.
10 menit berjalan dari pos 8, kami menemukan sungai. Aliran airnya cukup deras dan cukup segar untuk membasuh wajah. Perjalanan menuju pos 9, kabut cukup tebal menghadang kami. Penglihatan menjadi terbatas. Kami harus berjalan beriringan sedekat mungkin. Hujan juga masih turun, walaupun tidak terlalu deras. Kemudian, 1 jam berikutnya akhirnya kami sampai di pos 9. Awalnya kami berencana untuk mendirikan tenda di pos 10. Tapi karena pertimbangan cuaca yang saat itu berkabut, hari juga sudah mulai gelap, kami putuskan untuk bermalam di pos 9. Untungnya kami menemukan area datar untuk mendirikan tenda.
Spoiler for pos 9:
Semakin malam, kabut tebal masih belum hilang juga. Kalau masih tetap berkabut, rasanya besok pagi kami tidak bisa berjumpa dengan sunrise di puncak. Tapi, semoga saja besok pagi cuaca berubah sangat cerah. Kami merencanakan untuk mulai summit attack jam 3 pagi. Estimasi waktu menuju puncak sekitar 1,5 jam perjalanan. Jadi, kami masih bisa mendapatkan momen sunrise.
Tapi ternyata, jam 3 pagi, kabut masih cukup tebal, kami menunda untuk summit attack sampai kabut sudah mulai menghilang. Dan, kami tunggu sampai jam 5, kabut memang sudah berkurang, tapi sinar matahari masih belum terlihat. Akhirnya kami putuskan untuk tetap berangkat saat itu juga untuk summit attack, sambil berharap kabut sudah benar-benar hilang begitu kami sampai di puncak.
Selama perjalanan, sinar matahari masih belum terlihat, bahkan sesekali kabut menjadi cukup tebal, dan semakin mendekati area puncak, angin terasa cukup kencang. 1 jam perjalanan, kami sampai di pos 10. Di pos ini, kami menemukan tenda pendaki yang bermalam. Dari pos 10, puncak Bawakaraeng sudah sangat dekat. Kalau saja cuaca cerah, puncak bawakaraeng sudah terlihat dari pos ini, tapi karena waktu itu berkabut, sama sekali tidak terlihat puncak bawakaraeng.
Spoiler for pos 10:
Kami lanjutkan perjalanan, angin terasa semakin kencang. Perlahan kami berjalan mendekati puncak Bawakaraeng. Dan 20 menit kemudian, tepat jam 06.00, akhirnya kami sampai di Puncak Bawakaraeng. 2830 mdpl. Syukurlah, kami bisa menjejakkan kaki di Puncak Bawakaraeng, walaupun dengan cuaca yang sangat tidak bagus, kabut dan berangin. Waktu itu, hanya kami bertiga yang berada di Puncak Bawakaraeng. Tidak ada siapa-siapa lagi.
Dan, walaupun tidak mendapatkan momen sunrise, walaupun tidak mendapatkan view dari puncak, saya pribadi sudah sangat senang bisa berdiri di salah satu puncak tertinggi di tanah Sulawesi, Bawakaraeng.
Terima kasih tanah Celebes, Bawakaraeng yang sudah menjadi salah satu memori perjalanan dalam hidup saya. Alammu begitu indah, dan semoga suatu hari nanti saya bisa kembali berdiri di puncak 2830 mdpl.
Dan semoga, Puncak Bawakaraeng bukan menjadi puncak terakhir yang bisa saya jejaki, tapi semoga saya masih bisa dan sanggup untuk berjalan menyusuri alam Indonesia untuk menjejakkan kaki di puncak-puncak tertinggi negeri ini. Indonesia.
Spoiler for puncak:
Spoiler for TS:
Spoiler for Bang Gian:
Spoiler for Bang Ceba:
Spoiler for sungai di bawah pos 8:
Spoiler for view dari pos 5:
Spoiler for ngaso:
Spoiler for view dari pos 9:
Quote:
Spoiler for Masterchef:
Diubah oleh bolakbalik92 11-07-2014 18:05
0
5.9K
Kutip
18
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan