Pengenalan Apa itu Nyeri KronisQuote:
Nyeri Kronismerupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.
Ternyata, nyeri bukanlah masalah sepele. Juga bukan sekadar rasa sakit di bagian tubuh tertentu. Menurut dr. Sugeng Wibiono, SpAN, ahli anestesi dari RS Mitra Kemayoran, nyeri lebih merupakan “pengalaman” yang sifatnya emosional dan sensorik. Hal ini berhubungan dengan kerusakan jarinigan tubuh. Misalnya akibat peradangan atau luka.
“Namun, seseorang juga bisa saja merasa nyeri, meski tidak ada kerusakan jaringan pada tubuhnya. Ini karena nyeri juga dapat merupakan suatu persepsi,” papar dr. Sugeng. Persepsi dimaksud, misalnya orang depresi karena di PHK. Kemudian orang itu merasa nyeri pada tubuh meski tidak ada masalah apapun pada tubuhnya.
Sebaliknya, nyeri kronis dapat menimbulkan depresi dan menyusutkan otak. Bayangkan, jika kita mengalami nyeri yang tak kunjung sembuh. Hidup pasti tidak nyaman. Jika kita merasa pustus asa, waktu tidur menjadi lebih lama atau lebih pendek, mengalami kenaikan berat badan atau penurunan drastis. Ini beberapa tanda depresi. Diskusikan gejala ini dengan dokter kita agar dapat mulai menjalani pengobatan unttuk penanggulangan depresi.
Sebagian pasien yang menderita rasa nyeri menganggap bahwa sekali berobat bisa langsung sembuh. Kenyataannya tidak seperti itu. Kebanyakan rasa sakit yang timbul akibat cedera akan pulih dalam waktu 4 minggu. Artinya, bila nyeri tidak hilang dalam beberapa hari, berarti ada sesuatu dan ini perlu pemeriksaan lebih lanjut. “Penanganan nyeri itu harus dilakukan oleh satu tim dokter. Tidak bisa dengan pemberian obat saja, sebab penanganan nyeri terhadap setiap orang berbeda, bergantung pada penyebabnya,” tambahnya.
Di luar negeri, kata dr Sugeng, para dokter sudah menerapkan metode coping mechanism pada pasien yang penyakitnya disertai nyeri yang tak bisa dihilangkan. Juga tidak bisa ditemukan penyebabnya. coping mechanism bertujuan untuk membuat pasien lebih tenang. Mengarahkan persepsi mereka untuk menerima rasa sakit.
“Jadi untuk mengurangi penderitaan mereka. Ini akan dilakukan salah satunya dengan bantuan psikolog. Penanganannya lebih bersifat holistik. Nah, pengobatan di sini sekarang sudah mulai mengarah ke sana,” ungkap dr. Sugeng.