Dalam kurun waktu 11 tahun, target penerimaan pajak baru tercapai di tahun 2004 dan tahun 2008 walaupun setiap tahun realisasi penerimaan pajak bertambah namun belum memenuhi target yang diharapkan. Penerimaan pajak mendominasi hampir 80% dari total penerimaan negara sehingga mengundang banyak pihak memberikan solusi untuk perbaikan. Salah satunya seperti yang disampaikan oleh Yustinus Prastowo dari Center for Indonesian taxation Analysis tentang tiga paket strategi agar pemerintah memenuhi target penerimaan pajak sebagaimana dimuat dalam koran Tempo edisi Rabu,7 Mei 2014.

Pertama, pembentukan Satgas penerimaan pajak dari seluruh perwakilan kementerian dan lembaga negara untuk mengoptimalkan pengawasan di setiap sektor. Kedua, mendatangi langsung Wajib Pajak termasuk dari kalangan konglomerat. ketiga, melakukan sensus pajak ulang yang terintegrasi dengan sistem penerimaan pajak.

Secara umum ketiga strategi tersebut akan memakan waktu yang lama dan jalur birokrasi yang panjang untuk diimplementasikan. Penyebabnya adalah struktur otoritas pajak Indonesia yang hanya setingkat direktorat jenderal di bawah Kementerian Keuangan sehingga dalam membangun suatu strategi dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan SDM, anggaran dan struktur organisasinya, unit pajak sangat bergantung pada Kementerian Keuangan dan Kementerian lainnya. Seperti yang diketahui, tugas Kementerian Keuangan tidak hanya terkait penerimaan tapi juga di sisi pengeluaran, begitu juga Kementerian lainnya yang telah memiliki prioritas tugas sesuai wewenangnya masing-masing.

Otoritas pajak yang berbentuk badan dan memiliki kewenangan penuh untuk SDM, anggaran dan struktur organisasi bukanlah hal yang mengherankan atau aneh. Sebagaimana dimuat dalam OECD Tax administration 2013, hampir 100% negara negara di dunia memiliki unit pajak dengan struktur badan baik dalam struktur badan tersendiri ataupun struktur badan di bawah presiden. Justru struktur unit pajak Indonesia saat ini yang aneh dan mengundang banyak dugaan serta pertanyaan bagaimana bisa unit yang bertanggung jawab atas tercapainya hampir 80% penerimaan negara atau hampir 1.100 trilliun uang negara hanya berbentuk unit eselon I. Otoritas pajak di negara negara lain, sejak awal pembentukannya telah berbentuk badan tersendiri ataupun di bawah presiden langsung dengan kewenangan mengatur sumber dayanya sendiri (SDM, Anggaran dan Struktur). Hal tersebut patut diduga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya pencapaian penerimaan pajak dan lambatnya pertumbuhan tax ratio di Indonesia karena secara struktur, otoritas pajak di Indonesia cacat sejak lahir.

Hal tersebut menyebabkan otoritas pajak berbentuk badan langsung di bawah presiden merupakan terobosan paling urgensi yang harus dilakukan pemerintahan berikutnya. Presiden sebagai pimpinan Kementerian dan Lembaga Negara dapat mengoordinasi dan mengarahkan langsung kebijakan penerimaan pajak yang melibatkan badan penerimaan pajak dan Kementerian/Lembaga negara, mengawasi langsung perkembangan penerimaan pajak dan meminta pertanggungjawaban langsung kepada kepala Badan Penerimaan Pajak. Presiden juga menjadi pengawas sekaligus pelindung pelaksanaan tugas perpajakan ketika berhadapan dengan pengemplang pajak kelas kakap. Pemerintahan berikutnya tentu sangat berkepentingan dalam memenuhi target pembangunan yang dibiayai secara mandiri bukan dengan hutang. Dana berlimpah yang diperoleh dari pajak akan membuat pemerintah berikutnya dapat berbuat banyak dalam membahagiakan penghuni negeri ini melalui program programnya yang tentunya dibiayai oleh penerimaan dari pajak.

*penulis adalah pegawai pajak di bidang transformasi organisasi



thread cendol lainnya:
Mengisi Badan Penerimaan Pajak bonus cendols dan hadiah flashdisk