dodikachmadiAvatar border
TS
dodikachmadi
Anak Buruh Tani Lulus dengan IPK 3,98!! [MASUK GAN!]
VIVAnews - Namanya Angga Dwi Tuti Lestari.
Wajah gadis berjilbab ini diliputi rona
kebahagiaan. Angga yang beralamat di Cibuk
Lor 1, Margoluwih, Sayegan, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta ini berhasil menjadi
lulusan terbaik dari Universitas Sebelas Maret
Solo.
Dia lulus dengan nilai Indeks Prestasi 3,98
saat diwisuda, Sabtu 14 Juni 2014.
Angga yang biasa disapa Eng adalah
mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas MIPA
dari jalur beasiswa Bidikmisi yang khusus
diperuntukkan untuk mahasiswa pintar dan
berprestasi tetapi berasal dari keluarga kurang
mampu.

Dara kelahiran 21 Februari 1992 ini memang
berasal dari keluarga tak mampu. Bapaknya,
Supriyanto, bekerja sebagai buruh tani.
Sementara ibunya,Sugiyanti, hanya sebagai ibu
rumah tangga.
"Bapak itu menggarap sawah milik tetangga
sama milik simbah. Jadi nanti kalau panen
sistemnya bagi hasil," ujar Eng.

Namun latar belakang ekonomi keluarga tidak
menjadikan niat Eng untuk menempuh
pendidikan tinggi surut. Bapaknya yang hanya
lulusan SMP dan ibunya yang juga tak lulus
SD memicu semangat Eng agar menjadi anak
yang bisa dibanggakan bagi keluarga.

"Bapak ibu itu membimbing dan mendidik saya
dan kakak dalam kondisi ekonomi yang
kurang. Bahkan kakak saya itu tidak
melanjutkan kuliah karena terbentur ekonomi.
Tetapi karena kakak saya pinter, setelah lulus
dari SMKN 2 Jetis, Yogyakarta langsung
dipanggil kerja di Kalimantan, " ujarnya.
Eng mengakui meski dalam kondisi ekonomi
yang kekurangan tak membuatnya menjadi
anak yang menuntut macam-macam kepada
orang tuanya. Ia justru bersedia membantu
orangtuanya saat bekerja di sawah.

"Dulu itu pas SMP (SMP 1 Godean), sehabis
sekolah pasti membantu bapak ibu bertani di
sawah. Tetapi saat SMA (SMAN 1 Yogyakarta),
ibu melarang saya membantu di sawah.
Karena ibu takut nilai prestasi saya turun, "
ungkap Eng.
Eng sedikit menceritakan orangtuanya
mengajarkan laku prihatin jika ingin
menggapai cita-citanya. Ia mengaku
orangtuanya juga mengajarkan untuk puasa
Senin-Kamis.

"Kalau bapak dan ibu selalu tahajud
berjamaah setiap malamnya. Kalau saya puasa
Senin-Kamis dan tahajud., " katanya.
Kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan
justru membuat Eng bersyukur. Tempaan
kondisi ekonomi, membuatnya bisa mengecap
prestasi. Eng sejak SD hingga kuliah selalu
berprestasi.

"Saya itu bersyukur dengan bimbingan bapak
dan ibu. Bapak dan ibu itu tidak pernah
memberikan kado ketika saya juara. Tapi saya
sama ibu dan bapak cuma dibelikan mie ayam.
Tradisi jajan mie ayam saat juara satu itu
masih berlangsung hingga sekarang. Bahkan
saat meraih IPK 3,98 itu juga dibelikan mie
ayam, " kenang Eng.

Oleh sebab itu, Eng mencoba untuk
menerapkan pola hidup sederhana seperti yang
dilakukan orangtuanya. Terlihat saat dirinya
menimba ilmu di Universitas Sebelas Maret.
Hanya dengan bekal uang Rp 600 ribu/bulan
dari beasiswa Bidikimisi dan uang saku Rp 50
ribu/bulan dari orangtuanya, Eng mampu
menyelesaikan kuliahnya.

"Ya, dengan uang Rp 650 ribu tiap bulan harus
dicukup-cukupin. Biasanya saya menyisihkan
uang Rp 100 ribu tiap bulan untuk ditabung.
Sisanya untuk makan sama untuk kebutuhan
menyelesaikan tugas, ya seperti ngeprint
paper. Kalau untuk transportasi, saya tidak
membutuhkan, karena saya jalan kaki dari kost
sampe kampus, " ungkapnya.

Jualan Es

Uang tabungan yang disisihkan Eng
dipergunakannya untuk membangun usaha
kecil-kecilan. Dengan modal Rp 1 juta, Eng
berjualan es jus di dekat SMP 1 Godean. Usaha
kecil-kecilannya itu sudah membuahkan hasil.
Selain bisa menerima untung sekitar Rp 200
ribu-Rp 500 ribu, Eng juga memiliki karyawan.

"Dulu itu pernah punya karyawan tiga. Tetapi
karena saya konsentrasi kuliah, sekarang
tinggal satu. Saya menggaji karyawan itu
sekitar Rp 500 ribu. Sebenarnya awalnya
jualan es jus ini adalah untuk membantu
tetangga yang kebetulan membutuhkan biaya
sekolah anaknya. Akhirnya tetangga itu kini
yang berjualan. Ya itung-itung bisa membantu
orang, " kata Eng.

Diakui Eng, es jus jualannya ini memang laris.
Lantaran ia menawarkan es jus dengan bahan
buah organik. Buah ini diambilnya dari
tetangga rumahnya yang menanam buah-
buahan di depan rumah. Menurutnya, buah-
buahan yang ditanam di depan rumah adalah
produk organik.

"Karena itu kan, kalau ditanam di depan
rumah, pasti pupuknya yang alami. Seperti
pupuk kandang. Mereka nggak akan
menggunakan pupuk kimia, karena harganya
akan lebih mahal, " katanya.

Pengalamannya dalam berjualan jus buah
organik itu lah yang bisa membuatnya ikut
konferensi internasional dalam bidang
lingkungan di Jerman tahun 2013 lalu. Lewat
paper berjudul "One Student One Tree," Eng
bisa berbaur dengan ratusan mahasiswa dari
35 negara.

"Mungkin Jerman memilih saya karena saya
sudah menerapkannya. Saya sangat senang
dengan apresiasinya saat saya memaparkan
paper ini, " ujarnya.

Ke Belanda

Kini selepas lulus dari kuliah, Eng mengurus
pendaftaran untuk melanjutkan jenjang ke
strata dua di University of Leiden, Belanda. Ia
mendapatkan tawaran beasiswa dari Lembaga
Pengelola Lembaga Pendidikan (LPDP)
Kementerian Keuangan RI.

"Kalau biasanya mahasiswa melamar untuk
mendapatkan beasiswa itu, tetapi saya
ditawari. Karena nilai IPK saya tinggi. Tetapi
ini masih nunggu proses seleksi. Nanti fixed-
nya bulan September. Kalau lolos ya, kuliahnya
tahun depan, " jelas Eng yang setiap akhir
pekan mengajar di Taman Pendidikan Alquran
(TPA) di desanya.

Rencananya Eng yang fasih berbahasa Inggris
ini akan mengambil Jurusan Plant Biology and
Natural Product. Eng memiliki cita-cita
menjadi dosen dan pengusaha. Alasannya
kalau cita-cita dosen karena ingin
mengembangkan ilmu. Sedangkan pengusaha
untuk mengembangkan ekonomi masyarakat.
"Bagi saya, yang penting adalah berusaha
yang terbaik. Nanti tinggal Allah yang
menjawabnya, " kata dia. (ren)
© VIVA.co.id

0
1.4K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan