centilluqueAvatar border
TS
centilluque
[ARSIP] Prabowo Ungkap Sekitar Lengsernya Soeharto & kata Wiranto ttg Tragedi 1998
Subject: Prabowo Ungkap Sekitar Lengsernya Soeharto -- Feisal & Wiranto
Dalang Kerusuhan Mei 98
Date: Mon, 28 Feb 2000 14:17:14 +0700
Prabowo Ungkap Sekitar Lengsernya Soeharto
Dituding Mamiek, Dituduh Pengkhianat
Senin, 28/02/2000 - Jawa Pos Online

MANTAN Pangkostrad Letjen (pur) Prabowo Subianto akhirnya bersedia
mengungkapkan kesaksiannya mengenai berbagai peristiwa menjelang lengser-nya Soeharto. Selain itu, Prabowo berani membuka perseteruannya dengan Habibie dan Jenderal TNI Wiranto secara cukup gamblang. Padahal, selama ini, Prabowo berusaha menyembunyikan perseteruan itu.Dalam sebuah tulisan laporan utama bertajuk ''Si Kambing Hitam?'' yang cukup panjang, majalah Asiaweek edisi terbaru memasang wajah Prabowo dalam sampulnya. Majalah tersebut meminta Prabowo bercerita dari sudut pandangnya sendiri tentang berbagai kesan miring mengenai dirinya selama ini.

Tentang tuduhan memimpin pasukannya mengepung rumah Habibie dan Istana Negara pada 21 Mei 1998 malam dan menjadi dalang (mastermind) kerusuhan etnis di Jakarta, Prabowo menyangkal dengan keras. ''Saya tidak pernah mengancam Habibie, saya tidak pernah berada di belakang kerusuhan 13-14 Mei. Saya tidak pernah mengkhianati Pak Harto. Saya tidak pernah mengkhianati negara saya sendiri.''

Tuduhan bahwa dirinya berniat ''menyandera'' Habibie itu dirasakan Prabowo sebagai sesuatu yang berlebihan. Dia mengakui, sejak lama hubungan dirinya dengan Habibie sangat baik. Sosok Habibie sendiri di mata Prabowo cukup perfect. Berbekal hubungan pribadi yang begitu dekat itu, Prabowo menuturkan, setelah Soeharto terkena stroke pertama pada Desember 1997, Habibie -yang diakui Prabowo sangat berpeluang menggantikan Soeharto- mengatakan hal penting kepada dirinya.

''Berkali-kali dia mengatakan, 'Seandainya saya menjadi presiden, kamu akan saya jadikan KSAD. Kamu akan jadi perwira berbintang empat','' tutur Prabowo menirukan ucapan Habibie. Hubungan yang terbina baik selama bertahun-tahun itu, menurut Prabowo, terputus begitu saja ketika dia akan menghadap Habibie pada 22 Mei 1998 di Istana Merdeka. Suasana yang begitu tegang ketika Prabowo menyerahkan pistolnya kepada petugas Istana sebelum bertemu Habibie justru membuat Prabowo bertanya-tanya sendiri.

''Saya berbuat menurut prosedur resmi. Tapi, saya diinformasikan mau
mengadakan kudeta. Informasi itu keliru. Saya percaya ada kelompok tertentu yang menginginkan saya menjadi kambing hitam untuk menutupi keterlibatan mereka (dalam drama kerusuhan 13-14 Mei),'' ungkapnya.

Berbeda dengan hubungannya yang mulus dengan Habibie di waktu lalu, Prabowo mengakui hubungannya dengan Wiranto sejak lama memang kurang akrab. Wiranto tumbuh dalam budaya Jawa yang kuat, sedangkan Prabowo sangat kosmopolit. Selain itu, Wiranto banyak bertugas sebagai perwira staf kodam, sedangkan Prabowo besar dalam tugas-tugas pertempuran.

''Tidak ada jalinan hubungan baik di antara kami. Tidak pernah kami bertugas dalam kesatuan yang sama. Kami berasal dari latar belakang yang berbeda,'' jelas Prabowo. Saling asing satu sama lain ini, menurut Prabowo, sangat terasa ketika dia gagal mencegah rencana Wiranto ke Malang pada 13 Mei 1998 untuk memimpin upacara Kostrad di Malang. Wiranto secara tegas mengatakan ''Tidak!'' ketika Prabowo memintanya untuk tidak datang ke Malang.

''Sepanjang hari itu, saya menelepon kantornya sebanyak delapan kali dan
semua jawabannya sama bahwa the show must go on,'' aku Prabowo. Perbedaan dengan Wiranto kembali muncul ketika cuaca politik yang panas
menerpa Jakarta menjelang rencana Amien Rais mengumpulkan massa di Kompleks Monas pada 19 Mei 1998. Dalam rapat perwira tinggi militer yang dipimpin Wiranto menjelang showdown Amien Rais, Prabowo yang ikut dalam rapat sempat mendengar ucapan mengejutkan dari Wiranto.

''Rapat yang dipimpin Wiranto mengatakan bahwa perintah yang dibuat adalah mencegah masuknya para pendemo dengan segala cara (at all cost). Saya bertanya berkali-kali apa maksud perintah itu. Apakah akan digunakan peluru tajam. Dia (Wiranto) tidak memberikan jawaban jelas,'' tutur Prabowo. Diungkapkan pula oleh mantan Pangkostrad itu bahwa salah satu peristiwa yang sangat menyakitkan hatinya adalah peristiwa sehari sebelum dan sesudah Soeharto lengser. Saat menghadapi Habibie, dia berkata, ''Pak, bapak sepuh mungkin akan lengser. Siapkah Anda menggantikannya. Dia (Habibie) menjawab

'Ya, ya, ya'. Selanjutnya, saya meminta dia untuk mempersiapkan diri.''
Merasa apa yang dilakukannya secara konstitusional dibenarkan, Prabowo lega. Aksi-aksi di Jakarta dia duga akan berangsur-angsur mereda dan langkah Pangdam Jaya Sjafrie Samsoeddin mengatasi massa sangat tepat. Namun, ketika Soeharto sudah lengser, Prabowo tidak menyangka akan diperlakukan semena-mena oleh keluarga mertuanya itu.

Ketika Prabowo menuju rumah Soeharto, dia melihat Soeharto duduk dikelilingi kelompok Wiranto. Dia menuturkan lagi, begitu wajahnya terlihat, putri bungsu Soeharto, Siti Endang Hutami Adiningsih atau Mamiek, langsung menghardik Prabowo dengan kasar. ''Dia menatap saya, mengacungkan jari telunjuknya hanya berjarak satu inci tepat di muka hidungku, sambil berkata, 'Kamu pengkhianat. Jangan injakkan kakimu di rumah saya lagi'. Saya kemudian keluar dan istrinya saya, Titik, menangis,'' urai Prabowo.

Pada 22 Mei 1998, sesudah salat Jumat, Prabowo di Makostrad ditelepon Mabes AD. Prabowo diminta menanggalkan benderanya. Perintah itu dia artikan, tak lain, adalah bahwa dirinya akan diganti. Merasa ada yang kurang beres, Prabowo langsung menghadap Habibie di istana. Langkah itu, meski berisiko, dia ambil karena alasan kuat.

''Saya ingat perkataan Habibie. 'Prabowo, kapan pun kamu ragu, temui saya
setiap waktu dan jangan berpikir tentang protokol'. Saya kenal betul dengan
Habibie selama bertahun-tahun. Saya jawab oke.''

Setelah melalui momen cukup tegang saat bertemu para petugas protokoler istana, Prabowo langsung menemui Habibie. Begitu bertemu, Habibie langsung mencium kedua belah pipinya. Kemudian, Prabowo berkata, ''Pak, apakah Anda sudah mendengar saya akan diganti? Dia mengatakan 'Ya, ya, ya'. Setelah itu, dia (Habibie) berkata bahwa mertua saya (Pak Harto) meminta agar saya diganti. Katanya, itu yang terbaik. Jika saya berhenti dari dinas di AD, dia akan menunjuk saya menjadi Dubes RI untuk Amerika Serikat.''

Prabowo mengaku sangat terkejut mendengar ucapan Habibie itu. Dia langsung pamitan keluar dan berusaha menemui KSAD Subagyo Hadisiswoyo ketika itu. Dalam perjalanan menuju Mabes AD, Prabowo sempat bertemu para jenderal pendukungnya. Kolega-koleganya itu berpesan, ''Mari kita konfrontasi saja!''

Mendengar pesan tersebut, Prabowo mengaku hanya bisa diam.
Setelah itu, Prabowo bertemu Danjen Kopassus Muchdi Purwopranjono dan sepakat membangun persepsi bahwa pergantian Pangkostrad tersebut hendaknya tetaplah dikesankan sebagai pergantian biasa. Pesan ini disampaikan kepada Subagyo. Lantas, Subagyo yang juga senior Prabowo itu menghadap Wiranto.

Usulan manis tersebut ternyata tak digubris Wiranto. Prabowo memperoleh
kabar dari Subagyo bahwa Wiranto tidak mau ada penundaan penggantian
Pangkostrad. ''Wiranto mengatakan penggantian Pangkostrad harus terjadi hari itu juga,'' tutur Prabowo. Sementara itu, tentang tuduhan berada di belakang kerusuhan etnis 13-14 Mei di Jakarta, Prabowo secara tegas mengatakan bahwa tuduhan itu sangat tidak berdasar. Prabowo tahu persis bahwa menghancurkan Cina di Indonesia akan merugikan Indonesia sendiri. ''Siapa pun tidak bisa memungkiri orang Cina memainkan peranan sangat besar dalam perekonomian kita. Sangat tidak masuk akal menghancurkan mereka,'' tegasnya.

Prabowo juga amat menyayangkan sikap Menko Polkam Feisal Tanjung dan Pangab Wiranto yang konsisten menyangkal bahwa perintah membuat kerusuhan tersebut berasal dari mereka atau datang langsung dari Soeharto sebagai Pangti.

Tuduhan bahwa perintah tersebut berasal dari Prabowo justru hanya didengar Prabowo dari siaran-siaran radio. ''Orang-orang itu (Feisal dan Wiranto) tidak mempunyai keberanian untuk menghadapi saya atau memanggil saya. Harus saya katakan. Segala sesuatu yang saya lakukan, semuanya sepengetahuan para atasan saya, dengan restu dan di bawah perintah mereka langsung,'' tandasnya.

Prabowo mengakui, mungkin saja perintah itu tidak dalam satu rangkaian
komando. Sebab, tuturnya, bos-bosnya itu senang bekerja secara melompat-lompat dalam berbagai level. Bagi dia sendiri, operasi dilakukan
semata-mata untuk menghentikan kampanye teror. Dia juga secara tulus
mengakui pernah bersikap kurang hati-hati. Namun, dia memastikan bahwa
dirinya tidak pernah memperoleh order menyiksa orang.
http://www.library.ohiou.edu/indopub...0/01/1367.html

TRAGEDI MEI 98
Ini Penjelasan Wiranto Soal Kerusuhan Mei 1998

Selasa, 02/07/2013 13:23 WIB

kabar24..com, JAKARTA--Isu kerusuhan Mei 1998 kembali mencuat seiring deklarasi Wiranto sebagai calon presiden dari Partai Hati Nurani Rakyat, Hanura. Terkait itu, Wiranto mengaku akan mempertanggungjawabkan isu pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang selau muncul di setiap pencalonan dirinya menjadi capres RI.

"Saya berani mempertanggungjawabkan bahwa apa yang saya lakukan di masa lalu selalu berdasarkan hukum dan kebijakan Negara. Siapa pun yang menuduh macam-macam terhadap saya, saya persilakan untuk bertemu dan mari kita diskusikan apa yang terjadi di masa lalu," tegas Wiranto usai Deklarasi Capres-Cawapres Partai Hanura di Jakarta, Selasa (2/7)

Dia menceritakan, kondisi pada saat kerusuhan Mei 1998, itu Negara sedang mengalami krisis multidimensional yang sangat berat, sehingga terjadi kerusuhan massal di seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai Panglima Angkatan Bersenjata dan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Soeharto itu, Wiranto harus dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Tanah Air. "Waktu itu, saya dapat menyelesaikan dan meredakan kerusuhan itu hanya dalam tempo tiga hari dan Negara kita tetap utuh. Bahwa korban memang ada dan itu risiko dari suatu kerusuhan," jelasnya.

Dibandingkan dengan kerusuhan serupa yang terjadi di sejumlah negara asing, seperti Mesir, Suriah dan Libya, Wiranto mengaku penyelesaian kerusuhan Mei 1998 masih lebih baik.

Oleh karena itu, dia ingin seluruh masyarakat melihat sisi positif aparat keamanan dalam mengantarkan proses perubahan di Indonesia melalui proses demokrasi yang baik dan benar. "Maka saya minta hal ini dipahami untuk mengimbangi isu-isu tidak jelas yang terus berkembang menjelang pencalonan saya menuju Pemilu 2014," ujar Wiranto.

Partai Hanura secara resmi mengusung Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo sebagai pasangan tunggal capres-cawapres dari Partai Hanura, melalui deklarasi yang dilakukan pada hari terakhir pembekalan caleg di Jakarta, Selasa. Hanura adalah parpol pertama yang berani mendeklarasikan pasangan capres dan cawapres, meskipun tahapan Pemilu 2014 masih di tingkat pencalonan anggota legislatif.

Pada Pemilu 2009, Partai Hanura hanya mendapat 18 (3,21 persen) kursi di DPR RI dari total perolehan suara sebesar 3.922.870 atau 3,8 persen. Untuk Pemilu 2014, Partai Hanura percaya diri dapat meraih perolehan suara sebanyak-banyaknya, sehingga dapat meraih posisi tiga besar parpol pemenang pemilu
[url]http://www.kabar24..com/nasional/read/20130702/61/194794/tragedi-mei-98-ini-penjelasan-wiranto-soal-kerusuhan-mei-1998[/url]

Sintong Panjaitan:
Kerusuhan Mei 1998, Puncak Rivalitas Wiranto-Prabowo
Selasa, 13 Mei 2014

Kabar koalisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang digagas Prabowo Subianto dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang dikomandani Wiranto mungkin membuat heran mereka yang mengikuti rentetan peristiwa setelah kerusuhan Mei 1998.

Saat itu rivalitas keduanya yang meruncing mungkin hanya jadi desas-desus semata kalau saja Letnan Jenderal (Purnawirawan) Sintong Panjaitan tak membukanya.

Lewat buku Sintong Panjaitan;Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Sintong mengungkap intrik di lingkungan istana dan petinggi TNI yang menurutnya membuat kerusuhan Mei 1998 tak tertangani dengan baik. Saat terbit perdana Maret 2009, buku ini langsung jadi buah bibir dan laris manis.

Tak pernah sebelumnya sebuah buku nonfiksi sebegitu diburunya sehingga loper koran yang berjualan di lampu lalu lintas pun ikut menjajakannya. Saking lakunya, buku karya Hendro Subroto ini sampai cetak ulang empat kali pada bulan terbit perdananya, Maret 2009.

Berikut ini nukilannya:
Ketika perusakan dan pembakaran merebak di Jakarta pada 13 Mei 1998, Wakil Presiden B.J. Habibie berkali-kali mengontak penasihat militernya, Letnan Jenderal Sintong Panjaitan. “Di mana para perwira tinggi yang bertanggung jawab menangani kerusuhan,” tanya Habibie.

Sintong menceritakan, saat itu hampir semua pejabat teras TNI tengah berada di Malang, Jawa Timur. Pada hari kedua kerusuhan Mei itu, 14 Mei, Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal Wiranto berangkat ke Malang dan jadi inspektur upacara penyerahan pasukan di lingkungan Kostrad.

Hari itu, sekitar pukul empat sore, Sintong menghadap Habibie dan memintanya agar membuat pernyataan buat menyerukan pengendalian keamanan sekaligus menenangkan masyarakat. Rencananya, pernyataan itu akan ditayangkan di TVRI pada berita pukul tujuh malam dan disebar via media cetak keesokan paginya.

Kepada Sintong, Habibie menyatakan tak berani karena itu berarti melangkahi Presiden Soeharto. Pernyataan seperti itu, kata Habibie, harus seizin presiden.

Sintong mempertanyakan keputusan Habibie itu, karena saat itu presiden sedang di luar negeri sehingga mestinya sebagai Wakil Presiden dia berwenang menerbitkan pernyataan. Namun Habibie berkukuh dan malah menyuruh Sintong memintanya langsung dari Soeharto.

Sintong mengontak Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid yang bersama Soeharto sedang berada di Kairo, Mesir. Saadilah mengatakan presiden sedang istirahat, namun Sintong terus mendesak.

“Kalau perlu presiden dibangunkan karena situasi negara sedang gawat,” ujarnya. Akhirnya pernyataan itu berhasil didapatnya dan hari itu juga disiarkan di TVRI.

Keesokan harinya, Soeharto tiba dini hari di Indonesia. Pukul sepuluh pagi Presiden Soeharto memanggil Wiranto, Saadilah, dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Subagyo HS ke rumahnya di Cendana.

Soeharto memerintahkan dibentuk Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Sintong menilai pembentukan adalah pertanda Soeharto sudah punya naluri bahwa situasi rusuh di ibukota itu bisa berujung pada kejatuhannya.

Namun Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri Ginandjar Kartasasmita keberatan dengan keputusan Soeharto membentuk Kopkamtib. Menurut dia, nama itu bakal bikin investor asing takut.

Akhirnya dalam Instruksi Presiden, Soeharto mengganti namanya jadi Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional. Wiranto jadi panglima komando dan Subagyo ditunjuk jadi wakilnya.

Baru pada 15 Mei 1998 itu tentara dikerahkan besar-besaran. Berbagai satuan tentara bahkan didaratkan dengan helikopter di banyak tempat.

“Itu sudah terlambat,” kata Sintong. “Kalau hal itu dilakukan sebelumnya, Peristiwa Mei 1998 tidak akan separah itu.”

Bagi Sintong, kegagalan TNI dalam menangani kerusuhan Mei 1998 merupakan blunder terburuk dalam sejarah TNI sejak 1945. Sintong mengatakan, Menteri Pertahanan dan Kemananan/Panglima ABRI ketika itu harus memikul tanggung jawab tersebut.

Hari-hari setelahnya Ketua MPR Harmoko meminta Suharto mundur. Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga menyatakan akan menggelar unjuk rasa besar-besaran mengepung Istana pada 20 Mei 1998, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.

Desakan demi desakan pascakerusuhan itu akhirnya membuat Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Pada hari itu B.J. Habibie dilantik menggantikannya.

Namun badai di pucuk tertinggi TNI tak berhenti. Sintong bercerita rivalitas Wiranto dan Panglima Kostrad Letnan Jenderal Prabowo Subianto kian meruncing.

Prabowo, misalnya, mengkritik Wiranto yang memilih pergi ke Malang di tengah kerusuhan Jakarta. Dia juga mengutus Kepala Staf Kostrad Mayor Jenderal Kivlan Zen dan Komandan Kopassus Mayor Jenderal Muchdi PR membawa surat dari Jenderal Besar AH Nasution kepada Habibie yang isinya menyarankan memecah jabatan ganda Menteri Pertahanan Kemananan dan Panglima TNI.

Menteri itu agar dijabat Wiranto, sementara posisi panglima dioper ke Subagyo. Lalu Prabowo menjadi Kepala Staf Angkatan Darat.

Sementara itu Wiranto melaporkan Prabowo telah mengerahkan pasukan Kostrad ke Jakarta, khususnya ke sekitar kediaman Presiden B.J. Habibie di Kuningan, Jakarta Selatan. Wiranto mengaku tak dilapori Prabowo soal pasukan itu.

Sejarah mencatat, akhirnya Habibie memihak Wiranto dan memerintahkannya agar mencopot Prabowo. Maka terlemparlah Prabowo jadi Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI di Bandung, Jawa Barat.

Baik Wiranto dan Prabowo dalam berbagai kesempatan membantah penjelasan Sintong itu yang terbit menjelang pemilihan presiden di mana keduanya maju sebagai calon presiden. Wiranto menulis versinya sendiri soal Mei 1998 dalam buku Bersaksi di Tengah Badai.
[url]https://id.berita.yahoo.comS E N S O Rnewsroom-blog/kerusuhan-mei-1998-puncak-rivalitas-wiranto-prabowo-082249376.html[/url]

Cerita Lengkap Prabowo, Pernah Dimuat ASIA WEEK di Tahun 2008:

source pic: http://www-cgi.cnn.com/ASIANOW/asiaw...03/cover1.html

ini terjemahan bebasnya, gan!

---------------------------------------

Beginilah kalau pada main buka-bukaan kejadian masa lalu. Pastilah bagai membuka kotak pandora, yang dikira baik ternyata buruk, dan sebaliknya. Akhirnya semua terbuka aib-aibnya. Makanya, kenapa tak melihat ke depan semua saja?

emoticon-Turut Berduka
Diubah oleh centilluque 07-06-2014 23:38
0
38.8K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan