cemuliAvatar border
TS
cemuli
Prabowo Masih Bersabar di Comberan
Prabowo Masih Bersabar di Comberan
2 Mei 2014 pukul 13:12


Tulisan wartawan forum di tulisan utama dalam rubrik Forum Utama di Majalah Forum edisi 9tahun ke VII / 1998
Tulisan wartawan yang menjadi saksi sejarah pada eranya

Soal Prabowo yang merasa dikorbankan...


Banyak persoalan di Masa OrdeBaru belum selesai secara tuntas. Bahkan kini, 16 tahun pasca tumbangnya OrdeBaru, berbagai masalah masih saja diliputi jelaga misteri. Salah satunya tentang kasus penculikan para aktifis di tahun 1998. Maklumlah, tiga belaskorban penculikan di masa akhir kekuasaan Orde Baru itu hingga kini belum kembali. Nah, menjelang Pemilu Presiden 2014 ini, kasus penculikan kembali marak dibicarakan. Bahkan, kasus penculikan aktifis ini dijadikan amunisi bagi satu dua pihak pendukung presiden tertentu untuk menjatuhkan pihak yang lain. Beberapa kesaksian korban penculikan kembali diunggah, berbagai talkshow digelar, dan kisah-kisah sedih itu kembali dimunculkan.



Di panggung politik, empat belas tahun memang bukan waktu yang lama. Masih ada pihak-pihak yang mengalami peristiwa itu, dan menyimpan emosi-emosi tersendiri dalam hati dan otaknya, sehingga mungkin masih belum bisa berdamai dengan sejarah atau bahkan berdamai dengan ego mereka sendiri. Mereka inilah yang tampaknya kemudian mencoba mempengaruhi anak-anak muda --yang belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya terjadi ketika peristiwa itu terjadi--, atau generasi tua --yang hanya memiliki sekeping informasi yang tak lengkap-- dengan sepenggal informasi bermuatan emosi.



Karena alasan itulah, saya ingin menshare tulisan lama saya. Saya berharap, paling tidak dengan tulisan ini, kawan-kawan bisa memandang kasus penculikan itu dengan frame yang agak lebih lebar, sehingga menjadi lebih arif dalam membaca sejarah, dan menganalis dampak-dampaknya. Memang, masih ada beberapa background information yang belum terungkap dalam tulisan ini. Tapi paling tidak dalam tulisan saya yang pernah dimuat sebagai tulisan utama dalam rubrik Forum Utama di Majalah Forum edisi 9tahun ke VII / 1998 ini, beberapa informasi krusial telah dikonfirmasikan kepada narasumber paling kompeten dalam kasus ini.



Sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak memihak kepada siapapun dalam gesekan-gesekan menjelang Pemilu 2014 ini. Saya juga tidak punya urusan dengan tim sukses manapun. Saya hanya ingin negeri ini menjadi lebih baik, lebih beradab, dan lebih bermartabat. Karena itu, saya tidak menambahi tulisan ini dengan informasi baru, persepsi baru dan pemahaman saya saat ini. Misalnya, saya tidak menambahkan sekeping puzzle informasi penting tentang adanya satu faksi lagi dalam konflik antar elit militer menjelang runtuhnya Orde Baru, yang baru saya dapatkan dari seorang Letnan Jenderal yang baru saya temui tadi malam. Ingin memaparkan sekeping fakta dan sebaris informasi yang saya fahami inilah yang menjadi niat saya dalam menshare tulisan lama saya ini.



Silakan...



====

Prabowo Masih Bersabar Di Comberan



Semua pejabat dan mantan pejabat militer tampaknya telah sepakat menimpakan kasus penculikan para aktifis ke pundak Prabowo. Jika DKM jadi dibentuk, akankah Prabowo diberhentikan dari dinas militer? BenarkahPrabowo tak akan melawan?



Tiap kali pesta selesai, seksi dapurlah yang paling ketiban sial. Mereka masih harus berkutat dengan piring gelas kotor yang harus dibersihkan, sementara orang-orang yang turut merasakan sedapnya hidangan sudah mencuci dan mengeringkan tangannya. Hal inipula yang kini tengah dialami Kopassus dalam 'pesta' kasus penculikan aktifis belakangan ini.



Tengoklah pernyataan para petinggi ABRI belakangan ini. "Saya tidak mengetahui kejadian itu," ujar Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Jenderal TNI Feisal Tanjung kepada wartawan seusai rapat paripurna di DPR RI Jumat, 24 Juli lalu. Ia mengaku saat menjadi Panglima ABRI tidak pernah menginstruksikan untuk menculik para aktifis. "Saya baru tahu setelah menjadi Menkopolkam," tambahnya.



Feisal Tanjung bahkan mengaku baru tahu tentang kasus itu setelah mendengar laporan dan penjelasan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab Jenderal TNI Wiranto. Padahal sebelumnya beredar dugaan bahwa perintah penculikan itu berasal dari Feisal saat menjabat Pangab.



Pernyataan para pejabat militer lain pun terdengar senada. "Pimpinan ABRI tidak pernah memberikan perintah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia," ujar Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) ABRI, Mayjen TNI Syamsu Djalaluddin. "Dari hasil pengusutan terhadap kasus orang hilang dan penculikan aktifis, ternyata menunjukkan adanya perintah dari pimpinan Kopassus," ujar Pangab Jenderal TNI Wiranto.



Keterangan Wiranto ini jelas mengarah kepada Komandan Sekolah Staf dan Komando (Dansesko) ABRI LetjenTNI Prabowo Subiyanto. Maklumlah saat maraknya kasus penculikan ia masih menjabat sebagai Danjen Kopassus. Tak pelak lagi, baik pernyataan Feisal, Syamsu maupun Wiranto semakin menajamkan sangkaan orang bahwa Prabowo-lah yang paling bertanggung jawab dalam kasus orang hilang belakangan ini.



Apalagi beberapa hari kemudian Danpuspom ABRI yang juga Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Mabes ABRI untuk orang hilang, menyatakan bahwa timnya telah memeriksa Kolonel Inf Chairawan K. Komandan Grup IV Kopassus ini diduga terlibat dalam pelaksanaan operasi penculikan. "Jumlah tersangka pada kasus ini sudah bertambah seorang lagi, menjadi sebelas perwira Kopassus," ujar Syamsu.



Namun, perkembangan kemudian ibarat bak sampah, berbagai kasus politik mutakhir sekitar penembakan mahasiswa Trisakti, kerusuhan dan penjarahan, semua seolah ditimpakan ke pundak Prabowo dan Kopassus. Bahkan, ketika salah seorang korban penculikan, PiusLustrilanang, pulang dari pelariannya di Belanda, segerombolan penyambutnya membawa poster bergambar Prabowo dengan tulisan: wanted! di bawahnya.



Tapi bukan Prabowo jika tidak berani berkomentar. Ia bahkan menyatakan siap bertanggung jawab jika ternyata dalam proses penyelidikan tersebut ada anak buahnya yang dianggap dan terbukti bersalah dalam menjalankan tugas. "Sebagai seorang prajurit, jelas dong, saya siap bertanggung jawab,” kata Prabowo kepada wartawan seusai acara penutupan kursus reguler Sesko ABRI XXV di Bandung, Jum’at pagi 17 Juli lalu.



Belakangan Kasum ABRI Letjen TNI Fachrur Razi pun mengumumkan bahwa Mabes ABRI akan segera membentuk Dewan Kehormatan Militer (DKM) untuk mengusut tuntas kasus penculikan para aktifis ini. "Tim ini akan beranggotakan tujuh orang Jenderal dan akan dipimpin oleh Jenderal berbintang empat," ujar Fachrul kepada wartawan Kamis lalu.



Tampaknya KSAD Jenderal TNI Subagyo HS yang akan memimpin DKM ini. Ia konon akan dibantu Kasum ABRI Letjen TNI Fachrur Razi, Kassospol ABRI Letjen TNI SB Yudhoyono, Gubernur Lemhannas Letjen TNI Agum Gumelar. Jika DKM dipimpin jenderal bintang empat, besar kemungkinan perwira yang akan diperiksa adalah jenderal bintang tiga. Tapi Fachrul masih menolak menegaskan kepastian Prabowo untuk diperiksa.




Jika benar Prabowo diperiksa, berarti dialah Letnan Jenderal pertama yang dihadapkan ke DKM. Akankah karier militer perwira lulusan AMN 1974 itu bakal mentok seperti Sintong Panjaitan, RS Warrouw dan kawan-kawan yang terlibat dalam kasus Santa Cruz tujuh tahun lalu atau lebih parah lagi? "Kalau memang memenuhi unsur pidana bisa disidangkan," ujar Gubernur Lemhannas Letjen TNI Agum Gumelar.



Tuntutan untuk menyidangkan Prabowo pun bermunculan, bahkan termasuk dari kalangan senior Angkatan Darat saat bertemu Wiranto. "Kalau Prabowo bersalah, hukumlah dia. Yang salah tetap salah, kita tidak boleh membeda-bedakan" ujar Kemal Idris kepada wartawan FORUM Ronald Raditya. Menurutnya DKM ditujukan bagi pelaku kesalahan administrasi bukan pelaku kriminal



Sementara itu, kesebelas perwira Kopassus tersangka penculikan kini masih terus diperiksa. Menurut Danpuspom paling tidak akhir Juli mereka sudah bisa diajukan ke Oditur dan Pengadilan Militer. Konon tuduhan yang akan dikenakan kepada mereka adalah pasal 328 dan 33 KUHP/M. "Barang bukti sudah kita sita," ujar Syamsu.



Tapi tampaknya proses menuju ke pemeriksaan masih agak tersendat. Soalnya Puspom saja sudah agak kerepotan memeriksa kesebelas tersangka perwira Kopassus. Konon sebagian besar keterangan masing-masing tak bisa dipadukan. "Kita masih pusing menghadapi mereka, kita adu pintarlah. Mereka memakai teknik menyembunyikan informasi tapi kita juga punya cara tercanggih untuk mengorek informasi,"ujar seorang perwira di Puspom ABRI.



Nah, untuk menguak siapa dalang di balik kasus-kasus penculikan aktifis ini, kondisi tanah air sejak satu dua tahun lalu harus dilihat kembali. Saat kerusuhan di berbagai daerah mulai berkobar Prabowo masih menjadi Danjen Kopassus. Saat itu ia pernah mengingatkan masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. "Ada kelompok yang punya hasrat ingin tercipta suatu kekacauan dengan tujuan dan kepentingan politik tertentu," ujarnya pada 26 Februari 1997 di Jakarta.



Sehari sebelumnya, Pangab saat itu, Jenderal Feisal Tanjung juga mengungkapkan hal senada."Kerusuhan yang akhir-akhir ini terjadi di berbagai wilayah Indonesia digerakkan oleh pihak ketiga," ujar Feisal. Tapi siapa sebenarnya yang dianggap pihak ke tiga ini saat itu belum jelas benar. Namun para aktifis radikal semacam PRD, SMID, Aldera ditambah PDI Megawati yang tampaknya disorot sebagai pihak ke tiga ini. Soalnya sejak Peristiwa 27 Juli 1996 merekalah yang selalu diburu-buru.



Menghadapi hajatan Pemilu 1987 suasana makin memanas. Berbagai langkah pun segera dilakukan ABRI untuk mengamankan kenduri besar lima tahunan itu. Setelah pemilu berlangsung dan menjelang Sidang Umum MPR suasana pun terus memanas. "Kalian tahu ada kelompok yang merencanakan pengeboman dengan cara merakit bom sendiri," ujar Prabowo Jumat lalu pada wartawan. Saat itu, tanggal 18 Januari 1998, sebuah bom meledak di rumah susun di kawasan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.



Saat bom meletus tertangkaplah seorang aktivis bernama Agus Priyono. Konon dua kawannya melarikan diri. Dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya ia mengaku sebagai aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), salah satu organisasi di bawah jaringan PRD.



Selain menemukan 10 botol bahan peledak, aparat kepolisian pun menemukan 11 detonator, bola lampu kecil, empat radio panggil, satu telepon genggam, satu laptop berikut disket, paspor,KTP, kartu mahasiswa, uang beberapa ratus ribu, dan segepok dokumen di puing sisa ledakan bom. Mereka pun menemukan beberapa buku tentang gerakan revolusioner di Amerika Tengah.



Dari dokumen e-mail dalam laptop terungkap cara PRD mendapatkan dana kegiatan mereka yang berasal dari Watch Indonesia yang bermarkas di Jerman. Ada pula dokumen yang menggambarkan kegiatan PRD saat itu. Mereka, antara lain, sedang "menggarap" kalangan miskin kota di Ibu Kota. "Ada pula dokumen tentang gerakan operasi militer termasuk penyerangan terhadap rumah-rumah perwira tinggi," ujar seorang perwira Kopassus dari Grup IV. Tampaknya upaya itu adalah persiapan aksi massa menjelang Sidang Umum MPR.



Antisipasi awal segera dilakukan Pangdam Jaya saat itu, Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. Ia mengerahkan anggotanya untuk berpatroli dan masuk ke kantong-kantong kumuh Jakarta. "Tentu, kami tak masuk begitu saja, tapi berdasarkan analisa kegiatan kelompok radikal itu," ujarnya. Menurut Sjafrie, kelompok aktifis ini telah membuat rencana besar dan rencana strategis.



Kelompok itu konon telah membuat pertemuan "Sarwalimpung" (Sarasehan Jawa Bali Lampung). "Dari situlah keluar rencana strategi: gagalkan Sidang Umum MPR. Caranya radikal, pokoknya hantam, hancur, rusak, begitu saja," kata Sjafrie lagi. Karena itu tak heran saat Sidang Umum suasana Jakarta seperti tengah menghadapi serangan besar-besaran dengan dikerahkannya 25 ribu pasukan pengaman ABRI.



Pelacakan terhadap para aktivis yang diduga terkait dengan kasus itu segera dilakukan aparat. Bahkan tak hanya pengejaran terhadap dua orang aktifis yang kabur itu. PRD-lah yangmenjadi sasaran utama. "Di saat-saat sekitar itulah muncul perintah untuk menangani para aktifis radikal," ujar sumber FORUM di Kopassus.



Menurut mantan Kapuspen ABRI, Mayjen TNI A Wahab Mokodongan, dalam situasi seperti itu ABRI memang harus cepat-cepat mengantisipasi mereka, jangan sampai menjadi kegiatan teror. "Kalau ini menjadi kegiatan teror maka pelaku-pelaku harus diambil oleh satuan-satuan anti teror," ujarnya.



Lalu siapa yang bertanggung jawab dalam masalah penculikan ini? "Semua orang di Mabes ABRI tahu bahwa ada perintah untuk mengamankan gerakan-gerakan radikal," ujar sebuah sumber yang dekat dengan Prabowo. "Ya, tapi bentuk perintahnya bagaimana? Perintahnya apa "lakukan penculikan itu!"? Apa begitu? Kan tidak begitu," ujar Agum Gumelar.



Menilik ucapan Agum, tampaknya jelas apa yang dikatakan Wiranto tentang adanya perintah itu."Tapi dalam pelaksanaannya ternyata ada langkah yang tidak tepat atau berada di luar batas kepatutan, entah itu kesalahan prosedur, entah itu tindakan yang tidak disiplin, atau melampaui perintah atasan. Itu semua masih diselidiki," ujar Wiranto.



Tapi apa semua penculikan itu dilakukan oleh Kopasus? "Tidak, kami hanya menangani AndiArief dan pelaku kasus Tanah Tinggi," ujar seorang perwira menengah dariGrup IV Kopassus. Sementara itu penangkapan beberapa aktifis di beberapa daerahdilakukan oleh aparat intel Kodim, Polda dan Kodam. Tapi ada pula yang takjelas siapa pelaku sebenarnya.



Pengakuan sang perwira Kopassus itu dibenarkan seorang perwira Puspom yang memeriksa para tersangka dari Kopassus. "Untuk kasus panculikan Andi Arif dan bom di Tanah Tinggi, sudah terbukti Kopasus yang melakukan. Tapi untuk kasus lainnya masih cukup ‘njelimet," ujarnya.



Andi Arief pun menduga bahwa dalang dan pelaku penculikan aktifis bukan hanya Prabowo bersama Kopassus, meski ia yakin Kopassuslah yang menculik dirinya. Ia menduga banyak satuan lain yang terlibat. "Ini operasi besar, prosedural, sistematis dan terencana dari ABRI," ujar ketua Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) kepada Sen Tjiauw dari FORUM.



Karena itu Mantan DutaBesar RI untuk Amerika Serikat Letjen TNI (Purn) Hasnan Habib menilai kasus ini menjadi tanggung jawab Pangab waktu itu, Feisal Tanjung. Tapi bukankah Feisal telah menegaskan bahwa dirinya tak tahu menahu tentang operasi penculikan itu? Ketika ditanya wartawan bahwa jika operasi itu bukan perintah darinya berarti telah terjadi kelemahan dalam pengawasan Pangab, Feisal pun membantah. "Itu pasukan khusus, tidak bisa semua orang bisa masuk ke situ," ujarnya.



Hasnan tentu saja menolak alasan Feisal itu. "Itu tidak mungkin, sebab operasi-operasi Kopassus harus atas perintah Pangab atau paling tidak diketahui Pangab," ujar Hasnan kepada Teguh S Usis dari FORUM. Apalagi Feisal adalah salah satu sesepuh korps pasukan baret merah.



Tuduhan dalang juga menghinggapi mantan KSAD Jenderal TNI R Hartono. "Saat mengkampanyekan pos kewaspadaan nasional dan konsep polisi di depan dalam menindak kerusuhan, Hartono memberikan perintah lisan kepada para pangdam dan kopassus untuk menyimpan para aktifis radikal," ujar sebuah sumber FORUM di Mabes ABRI.



Namun Hartono pun membantah tuduhan itu. Alasan pertama karena KSAD tak punya wewenang untuk memerintahkan operasi. Kalaupun punya wewenang, ia pun merasa tak mungkin memerintahkan penculikan di depan orang banyak. "Sudah gila memberi perintah nyulik orang di depan tokoh-tokoh masyarakat. Enggak masuk akal kalau saya yang memerintahkan penculikan," ujar mantan Mendagri itu.



Karena semua membantah, tuduhan kembali berbalik, jangan-jangan Prabowo sendiri yang memerintahkan penculikan itu. Tapi Kolonel (Purn) Aloysius Sugiyanto, seorang sesepuh Kopassus didikan combat intellegence angkatan pertama meragukan dugaan itu. "Apa ada suatu pasukan elit mengambil inisiatif sendiri tanpa melaporkan ke atasannya," katanya. Menurutnya, sesuai dengan karakter dan disiplin yang ditanamkan di Kopassus, segala sesuatu harus dilaporkan.



Hasnan pun yakin bahwa penculikan para aktivis itu bukanlah inisiatif Prabowo. "Dia hanya menjalankan perintah, atau salah menginterpretasikan perintah itu," ujarnya. Keyakinannya berpangkal pada pernyataan tegas Prabowo di Sesko ABRI bahwa apa yang dilakukannya dan Kopassus senantiasa untuk mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara.



Meskipun demikian Hasnan mengingatkan bahwa bahwa Prabowo memiliki garis khusus ke Panglima Tertinggi waktu itu, Presiden Soeharto. "Bisa saja perintah itu langsung dari Pak Harto," ujarnya. Ia mencontohkan ketika kasus penembakan misterius tahun 80-an yang baru terkuak dalam otobiografi Soeharto. "Dengan nada bangga ia mengaku bahwa dialah yang menyuruh," ujar Hasnan.



Faktor Panglima Tertinggi ini pula yang disorot sebuah sumber FORUM. Menurut cerita sang narasumber, tanggal 18 Mei lalu, saat Soeharto masih menjabat sebagai Presiden, Menhankam/Pangab Wiranto dan Jaksa Agung saat itu, Soedjono C Atmonegoro menghadap di Cendana. Saat itu Wiranto melaporkan berbagai kasus penculikan dan sorotan masyarakat terhadapnya. Wiranto pun minta petunjuk pak Harto untuk menangani masalah ini.



Jawaban Soeharto-lah yang sangat mengejutkan sumber tadi. "Combat intellegence kan bisa melakukan apa saja, dan itu tidak jadi masalah," kata sumber tadi kepada Panda Nababan dari FORUM menirukan ucapan Soeharto. Dengan ucapan ini apakah berarti Soehartolah yang memerintahkan penculikan?



Sayang, kepastian itu belum juga didapat karena Prabowo masih rapat menyimpannya. Padahal semua pejabat ABRI sudah cuci tangan tangan. "I’m down to the gutter," kataPrabowo kepada sebuah sumber FORUM. "Saya dimasukkan ke comberan, semua kesalahan ditimpakan padaku, sementara yang lain berlagak suci," tambahnya.



Lalu benarkah Prabowo akan pasrah bongkokan kepada keputusan Wiranto? Apakah ia tak akan melawan? "Kalau batas kesabaran sudah habis...., tapi yang akan marah adalah anak buah saya," ujar Prabowo seperti ditirukan koleganya. "Itu yang masih aku jaga, jangan sampai terjadi," tambahnya.



Hanibal W Y Wijayanta, Tony Hasyim, Johan Budi SP danFahmi Imanullah.


sumber : [url]https://www.facebook.com/notes/hanibal-wijayanta/prabowo-masih-bersabar-diS E N S O Rberan/10152102021043543[/url]

======

***Tulisan lain "Dewan Kehormatan Perwira: Antara Konsolidasi dan De-Prabowo-isasi"

Spoiler for De-Prabowo-isasi:


Monggo... silahkan dibaca untuk menambah perbendaharaan sejarah
Diubah oleh cemuli 28-05-2014 16:30
0
7K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan