Menutup lokalisasi Dolly bukan perkara mudah. Dibutuhkan keberanian. Wali Kota Tri Rismaharini mengambil langkah itu. Ia mengaku miris dengan kondisi salah satu lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu.

Risma sudah berulang kali blusukan ke Dolly. Ia ingin kawasan itu lebih tertata dan produktif. Bisa dijadikan sentra bisnis, tempat pelatihan, atau PAUD.

Mengapa Risma ngotot menyulap dan menata Dolly? Dalam berbagai kesempatan, wali kota dengan beragam penghargaan ini mengaku miris dengan kondisi di lokalisasi tersebut. Dia menerima curhatan beberapa PSK yang tidak betah dan ingin pulang.

"Ada praktik penindasan manusia. Dalam hal ini Pekerja Seks Komersial (PSK) oleh beberapa pihak tertentu," kata sarjana arsitektur ITS ini, Senin (10/3/2014).

Risma mengaku bertemu dengan para PSK yang sudah bekerja selama 20-30 tahun. Di usia senja, mereka tidak memiliki tabungan hidup. Sebaliknya, mereka malah terlilit utang. Artinya, kata Risma, menjadi PSK bukan pekerjaan yang menjanjikan.

"Saya tidak ngomong tentang agama. Saya tidak ngomong soal penyakit. Tapi banyak sekali korban anak-anak," tambah perempuan 52 tahun ini.

Menurut Risma, anak-anak di lokalisasi nyaris tidak punya mimpi dan masa depan. Sebab, sehari-hari harus bergaul dengan kehidupan yang belum waktunya bagi usia dini mereka. Ada kemungkinan, kelak mereka juga tetap berada di lingkaran setan tersebut.

"Anak-anak di sana (Dolly) seperti tidak punya pilihan hidup," kata Risma.

Sejauh ini, meski sempat ada demo penolakan, rencana penutupan Dolly tetap berlanjut. Lokalisasi yang sudah ada sejak era pendudukan Belanda ini akan ditutup kurang lebih seminggu sebelum Ramadan atau 19 Juni mendatang. Apakah langkah berani Risma akan terealisasi?


miris kehidupan psk di dolly



untuk pdip yang mencoba dongkel bu risma dengan mempolitisir dolly, apa kalian pernah turun kebawah, melihat langsung praktek human trafficking disana?