embercorAvatar border
TS
embercor
Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta, Mana Pasangan Ideal?



Senin 19 Mei 2014 pagi, kemeriahan terlihat di sebuah rumah di Jalan Brawijaya No. 6 Jakarta Selatan. Itu kediaman Jusuf Kalla. Saat jarum jam menunjuk ke angka 08.12, mantan Wakil Presiden itu keluar rumah, menyapa mereka yang menantinya, dan tak lupa menyalami para asisten rumah tangganya, 4 perempuan dan 1 laki-laki.

“Deklarasi capres-cawapres di Gedung Joang, lalu ketemu Ibu Mega, dan mendaftar (ke KPU) bersama ketua umum partai lainnya,” kata JK, yang memakai kemeja putih, sebelum menaiki sedan hitam B 8229 ES menuju Gedung Joang 45 Jakarta Pusat. Ia juga bawa sepeda, siap bergowes ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pernyataan JK adalah jawaban teka-teki tentang siapa calon wakil presiden yang akan mendampingi Joko Widodo alias Jokowi dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Pasangan dengan usia yang terpaut lumayan jauh, 53 dan 72 tahun. Keduanya akan bertarung melawan Prabowo Subianto dan cawapresnya, Hatta Rajasa.

Meski baru diumumkan saat jam-jam terakhir sebelum deklarasi, terpilihnya JK tak terlalu mengejutkan. Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) tersebut bukan orang baru dalam kehidupan Jokowi. Keduanya sudah lama berteman, bahkan jauh sebelum nama Jokowi dikenal publik Indonesia. Bahkan disebut-sebut JK-lah yang mendorong dan mendukung pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu.       

Pertanda juga sudah terbaca beberapa peristiwa. Salah satunya yang terjadi pada Sabtu 3 Mei 2014 lalu. Saat itu Jokowi sedang berada di ruang tunggu keberangkatan VIP Bandara Halim Perdanakusuma. Ia hendak bertolak menuju Yogyakarta memulai safari politiknya.

Baru saja duduk di sofa hijau lumut, Jokowi dikejutkan oleh kedatangan Jusuf Kalla. Senyum keduanya pun langsung mengembang. Gubernur DKI Jakarta itu bangkit dan berjabat tangan dengan JK, saling berpegangan, sambil cium pipi kiri dan kanan.



“Bagaimana kabarnya Pak JK?” sapa Jokowi membuka percakapan. Keduanya saling berbincang akrab.

Meski pakai baju seragam: kemeja putih, keduanya membantah, pertemuan itu sudah direncanakan. Menurut JK, pertemuan itu tidak disengaja. Dia saat itu hendak pergi ke Semarang untuk menghadiri acara Palang Merah Indonesia.

Politisi PDI Perjuangan Rahardi Zakaria menyebut, pertemuan itu merupakan pertanda alam, keduanya akan berduet dalam Pilpres 2014.

“Bukan suatu kebetulan. Itu merupakan sandi dari langit,” ujar Rahardi sehari setelah pertemuan itu. “Waktu bertemu dua-duanya mengenakan baju putih. Jokowi seperti biasa dengan lengan digulung. Ini adalah sandi.”

Jokowi secara berkelakar pernah menyebut dirinya tak bisa dilepaskan dengan JK. “Bukan masalah mau atau nggak mau, ya harus sama JK. Soalnya kalau nggak sama JK, Oowi dong,” ujarnya akhir Maret lalu. Tanpa hufuf ‘J’ dan ‘K’, Jokowi akan menjadi Oowi.

Pada hari yang sama Prabowo–Hatta juga mendeklarasikan diri sebagai pasangan capres dan cawapres. Deklarasi berlangsung di bekas rumah mantan presiden Sukarno, Rumah Polonia di Jalan Cipinang Cempedak I No 29, Otista, Jakarta Timur.


Suasana terasa lebih 'wah' dan megah dibandingkan suasana deklarasi Jokowi-JK. Deklarasi pasangan Prabowo-Hatta di dalam tenda besar berbalut kain merah putih. Kursi dan meja, yang juga berbungkus kain putih, berjajar rapi, masing-masing disertai nama parpol pendukung koalisi. Tampak hadir para petinggi partai pendukung koalisi, termasuk petinggi Partai Golkar yang bergabung dengan koalisi Gerindra hanya beberapa jam sebelum deklarasi. 

Hampir semua peserta deklarasi, termasuk Prabowo–Hatta, mengenakan baju putih. Deklarasipun dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. "Saya Mohammad Hatta Rajasa, dengan ini menyatakan kesiapan dan menerima pencalonan saya untuk mendampingi Bapak Prabowo Subianto sebagai cawapres. Saya menerima dengan penuh keikhlasan," kata Hatta di Rumah Polonia.

Prabowo meminang Hatta sebagai calon wakil presidennya bukan tanpa hitung-hitungan. Hatta merupakan ketua umum partai pertama yang menyatakan mendukung pencapresan Prabowo.

Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengatakan, Prabowo memilih Hatta karena merasa lebih cocok dan sepaham dengan pria asal Palembang itu. "Pertemuan dengan Pak Hatta lebih lama dan juga keduanya cocok dalam pandangan visi-misi," terang Hashim.

Pasangan Ideal Hasil Survei

Diiringi lagu Padamu Negeri, Joko Widodo sah berpasangan dengan Jusuf Kalla. Tak hanya di Gedung Joang, dukungan juga langsung menggema di sejumlah daerah. Di Makassar – kampung Kalla-- sekelompok orang menggunakan kemeja putih kompak menyanyikan lagu Jokowi-JK. Tak ketinggalan media massa dunia menyoroti deklarasi tersebut.   



ukungan untuk pasangan ini sebenarnya sudah meluas sejak pasca pemilu legislatif 9 April lalu. Di jejaring media sosial, Twitter, duet Jokowi-JK sempat menjadi trending topic worldwide. Bahkan sempat muncul gerakan mendukung Jokowi – JK lewat sebuah akun.  

Berdasarkan hasil sejumlah survei, Jokowi - JK menempati posisi tertinggi sebagai duet yang paling banyak mendapat dukungan. 

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang digelar 1 sampai 9 Mei 2014, dengan melibatkan 2.400 responden dan menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error plus minus 2 persen, pasangan Jokowi–JK mendapat dukungan 25,32 persen. Mengalahkan Prabowo–Hatta yang memperoleh 18,14 persen, dan Sultan HB X - Gita Wirjawan 16,02 persen. Sementara suara mengambang 40,52 persen.

Tingginya elektabilitas Jokowi juga terlihat dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Berdasarkan hasil survei dengan metode wawancara tatap muka yang diadakan 20 hingga 24 April 2014, melibatkan 2.015 sampel dan margin of error 2,2 persen, elektabilitas Jokowi mencapai 51,6 persen. Sedangkan Prabowo 35,7 persen. Sementara yang menyatakan tidak tahu 12,7 persen. 

Dalam survei yang diadakan Indikator Politik Indonesia, 20 sampai 26 April lalu, 45 persen pemilih menginginkan pemimpin yang jujur dan memperhatikan rakyat. Sedangkan 28 persen menginginkan pemimpin yang merakyat, dan 12 persen lainnya ingin presiden yang mampu memimpin.

Dari kategori pemimpin jujur dan merakyat, 44 persen memilih Jokowi. Sementara yang memilih Prabowo 30 persen. Dari kategori presiden merakyat, 55 persen memilih Jokowi. Hanya 23 persen yang memilih Prabowo.

Terakhir, dari kategori presiden yang bisa memimpin, 48 persen memilih Jokowi, dan hanya 28 persen memilih Prabowo. Survei ini mengambil 1.220 sampel dengan margin of error 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Elektabilitas JK Versus Hatta

Meski elektabilitasnya dan pasangannya tinggi, Jokowi tak boleh lengah dalam mencari dukungan. Menurut peneliti SMRC Sirajuddin Abbas, dalam 5 bulan terakhir elektabilitas Jokowi sebenarnya mulai terusik Prabowo. Berdasarkan simulasi 3 calon, Prabowo cenderung menguat, Jokowi fluktuatif, cenderung stagnan atau sedikit melemah. 

Kondisi ini terlihat akan berpengaruh pada pilpres mendatang. Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengungkapkan, kendati hanya dua kubu yang bertarung, tapi Pilpres 2014 tidak 1 putaran  seperti Pilpres 2009. Sebab, diprediksi tidak ada kandidat yang akan meraih suara tertinggi di atas 30 persen.

Menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia, pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta bakal mampu menyaingi elektabilitas capres Jokowi. Dalam sebulan terakhir, selisih dukungan antara Jokowi dan Prabowo semakin mengecil. 

Survei yang digelar pada 20-26 April 2014 terhadap 1.220 sampel, dan dengan margin of error plus minus 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen itu menunjukkan, dukungan terhadap Jokowi-JK pada April turun menjadi 51 persen dibandingkan dukungan pada Maret yang berjumlah 58,1 persen. 

Sedangkan dukungan terhadap Prabowo-Hatta pada April naik menjadi 32,4 persen, dibandingkan dukungan pada Maret 23,3 persen. Sementara yang tidak menjawab, 16,6 persen. 

Ketokohan dan elektabilitas Prabowo Subianto tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi berpasangan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa. Pengamat politik Fachry Ali menyebutkan, Hatta adalah orang yang bisa bekerja dan memang bekerja.

Fachry menyebutkan, sepanjang menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta berhasil membuat beberapa desain yang membuat sistem perekonomian Indonesia tidak goyah, meski krisis tengah melanda sejumlah negara lainnya.

Kendati demikian, Fachry menilai pasangan Prabowo dan Hatta sulit menandingi popularitas Jokowi. Apalagi kinerja Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto belum teruji. Prabowo, ujar Fachry, tak pernah masuk eksekutif. Selain itu, dia dinilai memiliki kelemahan mendasar yakni peristiwa 1998.

“Berpengaruh pada elektabilitas 2 orang ini (Prabowo – Hatta),” ujar Fachry. Sebenarnya Jokowi juga belum pernah menjadi menteri, namun Fachry melihat suara Jokowi akan terdongkrak karena tak ada masalah dalam masa lalunya. Selain itu, “perbuatan-perbuatannya menimbulkan simpati publik,” jelas Fachry.

Kendala lainnya dari kubu Gerindra-PAN, ujar Fachry, Prabowo juga tokoh yang paham ekonomi. Namun jika dilihat dari latar belakang, ia dan pasangannya memiliki pandangan ekonomi yang berbeda. “Ini juga perlu dilihat apakah praktik ekonomi Hatta bisa berjalan harmonis dengan pandangan ekonomi Prabowo.”

Fachry mengungkapkan, elektabilitas Jokowi akan tetap di atas Prabowo, sekalipun mantan Pangkostrad itu berpasangan dengan cawapres selain Hatta. Sebab, elektabilitas Prabowo-Hatta lebih tinggi, dibandingkan jika Prabowo menggandeng salah satu kader PKS ataupun kader Partai Persatuan Pembangunan.   

Sementara untuk cawapres, elektabilitas JK dinilai lebih tinggi dibandingkan Hatta. Berdasarkan pantauan Prapancha Research, di jejaring sosial Twitter JK merupakan kandidat yang paling banyak diperbincangkan. 

Dalam sebulan terakhir (22 Maret-21 April), tweet tentang pencawapresan JK mencapai 20.170 twit. Di peringkat kedua, Mahfud MD dengan 9.041 twit. Diikuti Muhaimin dengan 8.132 twit, kemudian Ahok dengan 5.479 twit. Di belakang mereka, ada Gita Wirjawan (5.437), Hatta Rajasa (5.521), Dahlan Iskan (5.154), dan Ryamizard Ryacudu (1.246).

Tingginya pembicaraan tentang JK bukan hanya dari segi frekuensinya, tapi juga sentimennya cenderung positif.

Dukungan Spiritual

Hingga saat ini, partai yang sudah mengumumkan mendukung pencapresan Jokowi adalah Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura. Bila digabungkan, koalisi yang dipimpin PDIP ini berhasil mengumpulkan 39,97 persen suara. Jauh lebih tinggi dari yang disyaratkan Undang-Undang pemilu yakni 25 persen suara.

Tapi dengan bergabungnya Partai Golkar, koalisi yang dibangun Partai Gerindra pun tak kalah kuat. Jika dijumlahkan, koalisi pimpinan Gerindra ini berhasil mengumpulkan 47,47 persen suara.  



Slisih dukungan suara antara koalisi PDIP dan Gerindra cukup besar. Kendati demikian, tidak bisa dipastikan semua kader dan partisan Golkar akan memberikan suaranya kepada koalisi yang dipimpin Gerindra. Koalisi yang dipimpin PDIP, kemungkinan juga akan mendapat limpahan suara Partai Golkar dengan menggandeng JK sebagai cawapres Jokowi.  

Namun dukungan suara tidak hanya dilihat dari dukungan partai. Dari sisi lainnya, yakni dukungan kelompok agama, juga akan mempengaruhi hasil pilpres mendatang. Sejauh ini, jika dilihat dari pendiri partai, Hatta merupakan cawapres yang berasal dari partai yang sebagian besar pendukungnya adalah warga Muhammadiyah. Begitu juga PKS.

Tapi menurut pengamat politik Fachry Ali, PAN dan PKS tidak selalu identik dengan Muhammadiyah. Begitu juga PKB tidak selalu identik dengan Nahdlatul Ulama. Ini terlihat ketika pemilu 2004, pendiri PAN yang sebelumnya merupakan ketua umum Muhammadiyah, Amien Rais, gagal memenangi Pilpres.   

Begitu juga ketua PBNU sebelumnya, Hasyim Muzadi, yang pernah maju bersama Megawati, gagal melaju sebagai pemenang pilpres. “Dukungannya sangat berpencar-pencar, tidak ada yang memusat,” ujar Fachry.  

Fachry menilai, politik ziarah ke kiai-kiai atau tokoh agama yang dilakukan baik oleh Jokowi ataupun Prabowo saat ini, bukan untuk mencari dukungan secara kuantitatif. Melainkan mencari dukungan spiritual. “Sudah menjadi tradisi berabad-abad,” ujarnya. Umumnya dukungan spiritual akan mempengaruhi jumlah dukungan dari pemilih lainnya. Jadi, siapa yang akan unggul? Biar waktu bicara. Biar rakyat yang menentukan..





sumber; http://m.liputan6.com/news/read/2051...pasangan-ideal






____________________________
siapapun presiden yang terpilih smoga bisa membawa Indonesia yang lebih baik,,,yang menang jangan sombong,yang kalah jangan rendah diriemoticon-Coolemoticon-I Love Indonesia (S)
0
2K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan