Poros Golkar-Demokrat untuk Pertahankan Harga Diri
Sabtu, 17 Mei 2014, 17:04 WIB
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (tengah) didampingi jajaran petinggi DPP dan DPD memberikan keterangan pers usai pertemuan tertutup di Jakarta, Senin (28/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar dianggap akan mencoba mempertahankan harga diri politiknya. Yaitu, dengan melakukan koalisi politik bersama Partai Demokrat dan mengusung Aburizal Bakrie (Ical)-Pramono Edhie Wibowo pada pilpres 2014. "Ini karena Partai Golkar sudah punya capres yang telah diusung sejak lama. Apabila kemudian hanya mendukung partai-partai yang sudah punya capres, itu artinya tidak punya lagi harga diri politik," kata pengamat politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ahmad Sabiq, Sabtu (17/5).
Menurut dia, hal tersebut karena Golkar memiliki perolehan suara urutan kedua terbesar. Sehingga jangan sampai hanya menjadi pendukung capres dari parpol lain. Sementara bagi Demokrat, kata dia, pembentukan poros baru itu bisa menjadi "blunder". Karena mengkhianati konvensi yang sudah lama dipersiapkan dan digelar. "Mestinya kalau memang betul-betul ingin membentuk poros baru, ya pemenang konvensi itu yang mestinya dicalonkan. Kalau memang tidak bisa capres, ya cawapres, secara realistis ya seperti itu, dengan perolehan suaranya yang di bawah Golkar," kata dosen FISIP Unsoed itu.
Menurutnya, kalau kemudian Pramono yang dicalonkan sebagai cawapres, harus ada alasan yang kuat dari Demokrat. Serta harus disetujui para peserta konvensi capres partai tersebut. Namun, pemenang konvensi capres Demokrat adalah Dahlan Iskan. Sehingga mestinya menteri BUMN itu yang diajukan sebagai cawapres untuk mendampingi Ical. "Kalau tidak (tidak ada alasan dan persetuan, red), orang akan berpikir bahwa Demokrat masih dikuasai oleh dinasti juga, dari keluarga SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) saja yang bisa melejit di situ," katanya.
Menurut dia, konvensi sebetulnya merupakan proses demokratis yang saat ini tidak dijalankan partai lain. Karenanya, kata dia, konvensi merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki Demokrat. "Kalau kemudian Demokrat mengkhianati proses demokratis itu, nantinya tidak akan lagi punya harga diri di mata publik. Nanti akan dicibir secara politik," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/pe...kan-harga-diri
Skenario "kalah" Ical-SBY, Jerumuskan Golkar sehingga tak akan bisa masuk Kekuasaan lagi sebagai 'ruling party'?
Quote:
Koalisi dengan Demokrat, Golkar Masuk Jebakan 'Batman'
Perolehan suara Demokrat terjun bebas pada pemilu legislatif 2014.
Sabtu, 17 Mei 2014, 14:56 Yudho Raharjo
VIVAnews - Menjelang Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, Minggu 18 Mei 2014, muncul kembali wacana koalisi poros ketiga antara Partai Golkar dan Partai Demokrat. Wacana ini digulirkan politisi Golkar MS Hidayat yang mengatakan kedua partai sepakat membentuk poros dan mengusung Aburizal Bakrie (ARB) dan Pramono Edhie Wibowo sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
Menanggapi wacana poros ketiga, Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan partainya akan masuk dalam jebakan Batman bila jadi berkoalisi dengan Demokrat. "Aneh juga, masa cawapresnya dari konvensi lucu-lucuan. Jadinya koalisi odong-odong," tulisnya melalui pesan BlackBerry yang diterima VIVAnews, Sabtu 17 Mei 2014.
Bambang mengingatkan Partai Demokrat saat ini telah dihukum oleh rakyat. Tidak hanya dihukum, partai yang didirikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menurutnya juga tengah dihujat rakyat. Menurut Bambang hal itu terlihat jelas dalam perolehan suara Demokrat pada pemilu legislatif lalu yang hanya mencapai angka 10 persen. Padahal pada pemilu 2009 lalu, suara Demokrat menurut Bambang mencapai 20 persen. "Koalisi kok sama partai yang sedang dihukum dan dihujat rakyat?" katanya. Namun Bambang mengatakan keputusan akan diambil dalam Rapat Pimpinan Nasional. "Semua belum diputuskan, nanti tunggu Rapimnas," ujar dia.
http://politik.news.viva.co.id/news/...bakan--batman-
Perpecahan di Ring Satu Ical gara-gara Poros Demokrat
Sabtu, 17 Mei 2014 | 17:41 WIB
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical (tengah) memberikan keterangan pers saat kampanye Partai Golkar di Gelanggang Olahraga (GOR) Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (18/3/2014) siang. Kampanye ini dihadiri pula sejumlah tokoh Partai Golkar antara lain Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi senior Partai Golkar, Zainal Bintang, mengatakan ada perpecahan di internal partainya, menyusul rencana berkoalisi dengan Partai Demokrat. Perpecahan terjadi dalam kubu yang mendukung Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menjadi bakal calon presiden bersama Pramono Edhie sebagai bakal calon wakil presidennya.
"Ada gempa di mana-mana, perpecahan di ring satu Ical sendiri," kata Zainal, saat dihubungi, Sabtu (17/5/2014).
Menurut Zainal, kubu yang mendukung Ical menjadi bakal capres dan disandingkan dengan Pramono Edhie di antaranya adalah Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono dan MS Hidayat. Kedua nama itu masuk dalam Tim 6 yang mewakili Golkar untuk membahas rencana koalisi bersama Partai Demokrat.
Sementara itu, yang menolak, kata Zainal, adalah kubu Ketua DPP Partai Golkar Rizal Mallarangeng, bersama Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, dan Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto. Zainal menyebut kubu Rizal lebih mendorong Golkar berkoalisi dengan PDI Perjuangan. "Tampaknya kubu MS Hidayat yang akan menang," ujarnya.
Buntut dari perpecahan itu, imbuh dia, adalah melemahnya posisi politisi senior Partai Golkar, Jusuf Kalla. Seperti diketahui, Kalla digadang-gadang menjadi salah satu figur kuat untuk menjadi bakal cawapres Joko Widodo atau Jokowi yang diusung PDI-P. Zainal yakin, jika akhirnya Golkar jadi membentuk poros baru bersama Demokrat, maka dukungan partainya untuk Kalla akan merosot tajam. "Paling enggak dukungannya jadi pecah, enggak sebulat kalau Ical lari ke PDI-P dan meminta Golkar memberikan dukungan ke Jusuf Kalla," tandasnya. Partai Golkar dan Partai Demokrat berencana membentuk poros baru untuk menghadapi Pilpres 2014. MS Hidayat menyebut, pasangan capres dan cawapresnya adalah Ical dan Pramono Edhie.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan, Partai Demokrat menginginkan Menteri Perindustrian MS Hidayat diusung sebagai bakal calon presiden. Wacana ini akan dibahas dan diputuskan di dalam rapat pimpinan nasional. Secara kebetulan, kedua partai baru akan menggelar rapimnas pada Minggu (18/5/2014) di Jakarta.
http://nasional.kompas.com/read/2014...Poros.Demokrat
Skenario SBY untuk Selamatkan Diri dan Keluarga pasca Lengser?
Quote:
SBY, The Real King Maker of Pilpres 2014
Rabu, 14 Mei 2014 / 10:58 WIB |
Ketua Umum Partai Demokrat SBY bersama Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa.
JURNAL3.COM | JAKARTA – Meski suara Partai Demokrat hanya berada di kisaran 10% dan menempati posisi ke-4 perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 lalu, namun sosok SBY tetap menjadi magnet politik yang menentukan dalam Pilpres 2014 Juli mendatang.
Usai menerima kunjungan politik dari Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang mendampingi Hatta Rajasa yang mundur sebagai Menko Perekonomian, maka Rabu (14/05/2014) hari ini, SBY akan menerima kunjungan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.
Diduga kuat, kedatangan ARB menemui SBY adalah untuk meminta petunjuk politik soal positioning Partai Golkaryang hingga hari ini belum mendapatkan mitra koalisi satupun.
Kehadiran Prabowo, ARB menemui SBY menunjukkan betapa Ketua Umum Partai Demokrat itu memiliki aura politik yang kuat dan diyakini masih memegang kendali dan kontrol politik di Pilpres 2014 mendatang.
Politisi Golkar Nurul Arifin, kepada Jurnal3, mengatakan, sejauh ini Golkar memang intensif melakukan lobi dan pendekatan ke PDIP. Bahkan, Selasa (13/05/2014) tadi malam, ARB dan Jokowi bertemu di Pasar Gembrong Jakarta Timur untuk melakukan komunikasi politik. “Memang kita sedang pendekatan ke PDIP. Tapi hari ini juga Pak ARB akan bertemu dengan Pak SBY. Semoga saja tidak ada kejutan-kejutan lagi yang bikin kader-kader syok terus,” ujar Nurul.
http://www.jurnal3.com/sby-the-real-...-pilpres-2014/
SBY
Pendulum
Banyak yang melupakan bahwa saat pemilihan presiden berlangsung, SBY masih berkuasa penuh sebagai presiden. Ini berbeda dengan beberapa kali pemilu sebelumnya. Hampir setiap suksesi kepemimpinan nasional berlangsung saat presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan penuh. Tak jarang presiden seperti lame duck, bebek lumpuh, sebelum pemilihan presiden berlangsung. Singkatnya, suksesi kepemimpinan selalu dilaksanakan pada saat yang digantikan tidak berada dalam kondisi digdaya secara kekuasaan.
Kali ini pilpres berlangsung ketika SBY sudah dua periode menjadi presiden. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah memunculkan dan mendukung calon presiden. Hampir semua pengamat mengakui bahwa SBY masih punya kemampuan untuk menggalang poros koalisi baru untuk mengusung capres dan cawapres. Sebagai pemimpin poros koalisi di pemerintahan selama 10 tahun, SBY pasti bisa membangun poros baru untuk tujuan baru.
Lagi pula, dia akan meninggalkan gelanggang kekuasaan tidak dalam keadaan buruk. Berdasar survei, 55 persen warga masih puas dengan kinerja pemerintahan SBY. Dengan persepsi publik seperti itu, dia masih memiliki pengaruh yang cukup jika mendukung calon presiden mendatang. Endorsement (dukungan) SBY tersebut akan menjadi semacam modal dasar elektabilitas bagi capres, siapa pun dia.
King Over ?
Masalahnya, akan maukah SBY menggunakan peluang membangun poros baru untuk mencalonkan presiden sendiri atau mendukung salah satu dari capres yang ada? Seperti diketahui, paling tidak ada tiga capres yang sudah berusaha menggalang poros koalisi. Mereka adalah Prabowo Subianto (Gerindra), Joko Widodo (PDIP), dan Abu Rizal Bakrie (Golkar). Tiga simpul figur capres inilah yang sekarang sedang berebut dukungan partai lain untuk memenuhi presidential threshold 25 persen suara atau 20 persen kursi di DPR.
Diyakini banyak pihak, SBY sedang menghitung dengan cermat berbagai kemungkinan ini. Keputusan akhir SBY inilah yang sampai sekarang ditunggu sejumlah partai untuk menentukan sikap koalisi. Jika memutuskan mengusung calon sendiri, SBY bisa saja menggalang partai yang selama ini tergabung dalam sekretariat gabungan partai di kabinet yang dia pimpin.
Jika ini terjadi, salah satu di antara tiga poros koalisi yang ada bisa tidak mampu memenuhi presidential threshold. Yang paling terancam tentu poros Gerindra yang mencalonkan Prabowo. Golkar juga bisa terancam jika ngotot mengajukan capres Aburizal Bakrie. Yang sudah dipastikan aman hanyalah PDIP yang sejak awal sudah menggandeng Partai Nasional Demokrat sebagai mitra utamanya.
Tentu yang akan menjadi pertimbangan SBY bukan semata-mata kecukupan dukungan koalisi partai dalam mengusung capres. Dia pasti akan mempertimbangkan akankah capres yang diusung cukup mampu menandingi elektabilitas capres lainnya? Bisakah dia menggalang dukungan dana untuk mengajukan capres alternatif? Apa pun yang disebut terakhir sangat menentukan kemenangan kandidat yang diusungnya.
Yang pasti, jika memutuskan membangun koalisi baru dengan capres alternatif dan memenangkan pilpres, SBY akan dikenang sebagai king maker. Demikian juga kalau dia berkoalisi dengan partai lain mendukung salah satu calon presiden yang ada. Sebaliknya, jika dia tidak mendukung calon yang ada atau tidak membuat poros koalisi baru, partainya akan hanya menjadi oposisi. Jika ini dilakukan, dia akan dikenang sebagai king over alias raja yang sudah habis masa kekuasaannya.
http://m.jawapos.com/read/2014/05/07...atau-king-over
Lanjutkan Konvensi Dianggap Cara SBY Selamatkan Diri
Senin, 21 April 2014 , 23:47:00
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, M Budyatna menilai langkah Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melanjutkan konvensi calon presiden (capres) merupakan strategi jitu. Menurut Budyatna, dengan melanjutkan konvensi maka SBY bukan hanya mencari figur capres yang layak jual tetapi juga untuk menyelamatkan diri setelah lengser dari kursi presiden nanti. "Kalau konvensi berjalan mulus dan capresnya bisa menang di pilpres, maka posisi SBY aman setelah tidak jadi presiden. Tapi dengan tidak berpihak, SBY juga mengamankan dirinya,” kata Budyatna ketika dihubungi wartawan, Senin (21/4).
Menurutnya, dengan melanjutkan konvensi pula maka SBY tidak menunjukkan keberpihakannya pada salah satu figur capres yang sudah ada, baik Joko Widodo yang diusung PDIP maupun Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra. Sebab jika SBY berpihak pada salah satu capres dan ternyata kalah, maka kasus-kasus selama masa kepresidenannya pasti akan diungkit oleh capres yang menang. "Saya melihat itu langkah cerdas dan strategis. Dengan keputusannya melanjutkan konvensi dia bisa menyelam sambil minum air," ulas Budyatna.
Lebih lanjut Budyatna menambahkan, awalnya sebelum pemilu legislatif (pileg) memang ada indikasi SBY cenderung berpihak ke Prabowo. Namun, melihat pada perolehan suara Gerindra di pileg dan ternyata PDIP muncul sebagai peraih suara terbanyak membuat SBY urung berpihak ke Prabowo.
Karenanya, lanjut Budyatna, SBY justru terlihat sudah memuji-muji Jokowi dan PDIP. Dengan tidak berpihak, maka SBY bermain aman demi kepentingannya pasca-lengser nanti. "Dengan demikian meski Demokrat tidak dapat posisi presiden atau wapres, SBY bisa mendapatkan beberapa kursi menteri dan yang paling penting dia dan keluarganya aman dan terlindungi," ungkap Budyatna
http://m.jpnn.com/news.php?id=229883
Pengamat: SBY Main “Dua Kaki” untuk Selamatkan Keluarga
dadang Sugandi • Senin, 12 Mei 2014 - 20:25
Jakarta, Beritaempat.com - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna mengatakan, Ketua Umum Partai Demokrat PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bermain politik dua kaki untuk mengamankan diri dan keluarganya dalam pilpres ini. SBY menurutnya, akan mendukung Prabowo Subianto, tapi juga akan mendukung Joko Widodo. “SBY akan bermain dua kaki. Dia akan ke Prabowo dan juga ke Jokowi. Dia akan menggunakan partai-partai anggota koalisi yang selama ini loyal kepadanya untuk menyebar di dua kubu tersebut. Dia menggunakan PAN dan PPP ke Prabowo dan menggunakan PKB untuk mendekat ke Jokowi. Dia tidak akan mau hanya terlihat berpihak pada satu capres,” ujar Budyatna ketika dihubungi wartawan, Senin (12/5).
Kritik SBY mengenai isu nasionalisasi perusahaan asing yang digaungkan oleh Prabowo dan pernyataan bahwa dia tidak akan mendukung calon presiden yang memiliki ide seperti itu menjadi mentah ketika Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa ternyata merapat ke Prabowo untuk menjadi cawapres. Partai “loyalis “ SBY ini, menurutnya, tidak akan melangkah tanpa restu SBY.”Rasanya aneh Hatta ke Prabowo tanpa mendapatkan restu dari SBY. Begitu juga dengan PPP yang ikut merapat ke Prabowo dan PKB ke Jokowi,” tambahnya.
Sikap SBY yang seperti ini, menurutnya, sangat strategis karena dengan masalah yang harus dihadapi dirinya dan keluarganya, SBY perlu menempatkan para loyalisnya di masing-masing partai. Akan sangat riskan kalau SBY hanya bermain satu kaki saja dengan mendukung satu calon presiden, atau mengusung calon presiden sendiri.”SBY sudah 10 tahun jadi presiden. Indikator kemenangan SBY tidak bisa dilihat dari capres yang diusungnya, tapi lebih pada posisi dirinya yang aman,” tambahnya. Oleh karena itu dirinya mengaku prihatin dengan para peseta konvensi yang telah bekerja keras untuk meningkatkan suara Partai Demokrat namun pada akhirnya tidak akan diusung oleh SBY.
Tanpa peran peserta konvensi, dirinya yakin suara Partai Demokrat hanya tidak akan lebih dari 5 persen saja karena para peserta konvensi dikenal oleh masyarakat sebagai sosok yang bersih, tidak bermasalah dan cerdas. Partai Demokrat pun menurutnya, dikorbankan hanya untuk kepentingan keluarga. “Kalau SBY mau menjadikan salah satu peserta konvensi, misalnya untuk bergabung dengan Partai Gerindra, maka saya yakin Prabowo akan menerimanya untuk menjadi cawapres. Tapi itu tidak dilakukan, SBY malah seperti mengulur-ulur waktu untuk memberikan peluang kepada Hatta untuk merapat ke Prabowo. Ini kan sama seperti menyerahkan kursi cawapres Prabowo kepada besannya sendiri. Siapa yang bisa dipercaya untuk melindungi keluarganya kalau tidak besan?. PKB pun saya yakin akan membela kepentingan SBY kalau masuk ke gerbong Jokowi,” tegasnya.
Para peserta konvensi menurutnya tidak akan berbeda jauh nasibnya seperti Rhoma Irama dan Mahfud MD yang “dikerjain” oleh Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. ”Coba saya tanya jujur, apa bedanya Rhoma Irama dan Mahfud MD dibandingkan dengan 11 peserta konvensi? Sama-sama dikerjain. Setelah berhasil dimanfaatkan, mereka semua ditinggalkan oleh bapaknya masing-masing dan meninggalkan anak-anaknya untuk asik-asikan dengan istri barunya,” ujar Guru Besar Politik UI ini lagi.
Langkah SBY yang mengulur waktu ini menurutnya sangat jelas terlihat karena SBY tidak pernah melakukan pendekatan langsung kepada partai-partai itu. Masyarakat juga tidak pernah melihat atau mendengar SBY melakukan rapat dengan jajaran petinggi partai untuk memutuskan langkah kedepan seperti layaknya sebuah partai. ”Coba bayangkan semua partai sudah ribut rapat sana sini, SBY dan PD tidak pernah terlihat atau terdengar menggelar rapat untuk memutuskan langkah. Kalau rapat dengan Sekjen mungkin sering, tapi rapat keluarga itu namanya,” ujar Budyatna sambil tertawa.
http://www.beritaempat.com/nasional/...tkan-keluarga/
---------------------------
SBY memang cerdas, ahli strategi politik yang pintar untuk menyelamatkan dan mengamankan posisinya dan keluarganya, serta tentu partainya Demokrat pasca dia lengser bulan Oktober 2014 nanti. Coba perhatikan satu persatu, tak ada satupun Presiden yang akan berkuasa nanti, disana tak ada "orang SBY" yang sudah ditempatkannya dengan posisi yang baik dan aman serta strategis. Di "pemerintahan Megawati" a.k.a. Jokowi kalau dia menang pilpres kelak, dia sudah memasang Muhaimain Iskandar sebagai orang kepercayaanya. Lalu dengan Prabowo bila dia menang pilpres, disana dia sudah memasang 'jaring pengaman' yaitu Hatta Rajasa yang adalah besannya sendiri. Dan kini dia memasang pula adik iparnya, Pramono Edhie Wibowo (adik Ani-SBY) sebagai cawapresnya Ical, seandaikya ada yang sudi memilih Ical kelak sebagai presiden di negeri ini.