n31ght0Avatar border
TS
n31ght0
Untold Story: Mengenang Tragedi Kerusuhan 13-14 Mei 1998
Hari ini, 16 tahun lalu sehari setelah tertembaknya Mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 terjadi kerusuhan besar di sejumlah kota di Indonesia. Penjarahan, pembakaran, pemerkosaan wanita etnis tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan, dan Solo. Korban mencapai 1200 orang ada pula yg menyebut hingga 5000.

Berikut ini akan saya posting cerita yg saya yakin tidak banyak kaskuser yg mengetahui cerita dibalik tragedi kerusuhan mei 1998. Tulisan ini diambil dari bulk arsip SiarNews 09 Sep 1998. Selamat membaca.



SAKSI-SAKSI SETELAH 100 HARI KERUSUHAN
Saksi-saksi kerusuhan Mei perlahan-lahan berhenti puasa bicara. Dugaan yang menunjuk keterlibatan ABRI sebagai perekayasa kerusuhan pun kian transparan. ABRI merekayasa kerusuhan Mei? Suara tak sedap ini lama terdengar. Bukan cuma di Jakarta, tetapi juga di Medan dan Solo. Berawal dari isu yang dibingkai kecurigaan, kabar ini kian santer terdengar, utamanya setelah Prabowo di-lengser-kan dari dinas militer. Bisik-bisik yang menyebut bahwa ada tiga kompi khusus - salah satunya Kopassus - sebagai perekayasa kerusuhan, perlahan-lahan, terangkat ke permukaan.

Sebagaimana Tim Relawan dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), sejak dua pekan lalu Tajuk berusaha menelisik ulang pelbagai fakta, dan mengais informasi yang tercecer di seputar tragedi yang merenggut ratusan korban jiwa itu. Sederet kesaksian baru berhasil kami peroleh, untuk kemudian dirangkai dengan temuan-temuan penting Tim Relawan dan TGPF sampai awal pekan ini.

KESAKSIAN SEORANG BAPAK. ANAKNYA DIDUGA MATI TERBAKAR DI MEGA MALL, LIPPO KARAWACI TANGERANG
Bapak ini sedang duduk lesu di sebuah taman di depan Mega Mall, Lippo Karawaci, ketika seorang pria berusia 28-29 menghampiri dan merangkulnya. Pagi itu, 16 Mei 1998, lokasi bekas kebakaran itu cukup ramai, karena sebentar lagi akan dilakukan evakuasi korban kerusuhan 14 Mei. Tak semua orang bisa mendekat ke lokasi, yang dijaga ketat pasukan berseragam loreng. Praktis, hanya anggota ABRI dan satu-dua kerabat (termasuk bapak ini) yang bisa mendekat.

Si bapak ini menatap tajam lelaki yang menghampirinya. Perawakannya tinggi atletis, berkumis tipis seperti habis cukur, muka bulat, kulit kuning, dan berambut cepak. Ia memakai kaus berkerah, jins biru, dan sepatu lars. Dia tanya saya, "Kenapa Bapak di sini?" Saya bilang, "Anak saya mungkin ada di dalam, terjebak kerusuhan dan mungkin sudah terbakar dengan kayu. Saya dengar di televisi, anak saya disangka menjarah."

Mendengar ucapan bapak ini, lelaki itu mendadak seperti menangis. Matanya, yang sudah sembab, langsung memerah. Lalu dia bilang, "Pak, saya minta
tolong, demi Allah saya minta tolong. Saya mau ceritakan suatu rahasia, dan tolong sampaikan kepada wartawan atau siapa. Ini amanah saya kepada Bapak. Kalau tidak diungkap, di akherat kita sama-sama masuk neraka."

Bapak ini kaget, kenapa begitu? Dia jawab, "Sebab, perbuatan saya sangat jahat. Semua pembakaran, penjarahan, dan rudapaksaan kemarin (14 Mei), kami yang melakukan." Belum lagi si bapak bereaksi, lelaki itu membuka dompetnya. Warnanya loreng, dengan simbol baret merah dan pisau. Ia juga menunjukkan kartu identitas. "Tapi, karena mata saya buram, ndak bisa lihat tulisannya. Dia kemudian bilang, dirinya anggota Kopassus".

Mereka lantas berbicara hingga dua jam lebih, sambil menunggu buldoser untuk membantu evakuasi. Belakangan diketahui tentara ini stres berat, karena anggota keluarganya juga ikut hilang akibat kerusuhan Mei tersebut. Dia mengaku dirnusuhi keluarganya, dianggap telah membunuh saudara sendiri. Bahkan istrinya tak mau lagi bicara dengannya. "Dia sampai bilang, 'Kalau bunuh diri itu nggak dosa, saya sudah lakukan'. Saya percaya bahwa orang itu jujur. Makanya, saya ingat betul apa saja yang dia katakan," ujar bapak ini kepada Tajuk Minggu (30/8).

Berikut ini cerita si anggota Kopassus tadi, yang dituturkan ulang oleh bapak malang itu:

Kerusuhan ini sebenarnya sudah lama direncanakan. Jadi, dua bulan sebelumnya, pada 1 Maret 1998, ada apel di kesatuan kami di Kopassus. Sehabis apel, perwira piket mengumumkan bahwa anggota dari regu titik-titik diharuskan ikut ke Kodam Jaya (Ketika ditanya kenapa bilang titik-titik dijawab: Saya tidak bisa mengatakan regunya. Jangan-jangan, Bapak nanti ditangkap tentara, lalu dipaksa bicara, sehingga saya bisa ditelusuri.Kalau itu terjadi bisa habis keluarga saya. Dia mau bongkar rahasia ini karena, katanya, dia tidak kuat menanggung beban dosa).

Kami diangkut dengan dua truk, dan langsung menuju aula Kodam. Di sana, sudah ada satu kompi dari Kostrad dan satu kompi lagi dari Kodam Jaya. Acaranya sendiri dimulai pukul 10.00, untuk mendengarkan briefing dari beberapa perwira tinggi. Disitu, ada Pak Prabowo (saat itu masih danjen Kopassus - Red.), Pangdam Sjafrie Sjamsoeddin, dan beberapa kepala direktorat Sjafrie bicara duluan.

Dia bilang: Saudara-Saudara dikumpulkan di sini karena kita akan membentuk tiga kompi pasukan khusus yang tidak terlihat. Kami nanti disuruh pakai baju preman, pakai wig, tapi tetap bawa senjata. Pak Sjafrie juga mengatakan: Negara sedang dalam keadaan genting. Kita diperintahkan oleh Pak Harto untuk melakukan ini-ini, dan untuk itu kita bentuk tiga kompi ini.

Ada dua tugas utama dari kompi-kompi ini. Pertama, negara genting, karena mahasiswa akan menghancurkan Orde Baru. Jadi, kita harus meredam. Mahasiswa atau siapa saja yang vokal, dan akan menghancurkan Orde Baru, harus diculik Kedua, kalau keadaan ini tak bisa lagi diatasi, mahasiswa akan dibunuh. Kata Sjafrie: Tugas Saudara-saudara bukan membunuh, tapi menyusup dan mengacaukan.

Lalu, ada juga rencana merudapaksa perempuan Tionghoa (Si bapak bertanya, kenapa harus ada rudapaksaan? Dia bilang, ada unsur politik di balik itu. Intinya, ini bagian dari rekayasa untok menaikkan Prabowo sebagai pangab. Dia lalu menyebut-nyebut soal rencana peringatan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1998).

Pada 20 Mei, kami dengar bahwa mau ada demonstrasi besar-besaran. Untuk menyambutnya, sudah direncanakan untuk menyediakan 20 tank. Setiap tank akan diisi satu regu tentara yang dikasih peluru 3.000-5.000 biji. Jadi, nanti, ketika mahasiswa jalan menuju Monas, kompi ini akan menyusup memakai jaket mahasiswa. Lalu, mereka pura-pura berkelahi. Setelah terjadi keributan, regu ini akan membuka jaketnya, dibuang, lalu mundur dan menghilang.

Begitu mereka mundur, tank-tank itulah yang akan membabat habis semua mahasiswa. Dengan begitu, mahasiswa bisa dianggap membikin onar dan makar terhadap negara. Kalau mahasiswa sampai berhasil, jatuh semua ini. Hancur Makanya, kami harus membela, agar konstelasi yang ada bisa tetap utuh (Bapak ini mengaku tidak tahu, apa yang dimaksud dengan konstelasi di sini).

Jadi, kalau betul anak Bapak terbakar di Mega Mall, itu kerjaan regu yang berseragam dinas hitam dan pakai penutup kepala kayak ninja. Itu bukan regu saya. Tugas regu saya spesial memimpin orang-orang untuk men- jarah dan membakar (Cerita tentang keber- adaan pasukan ninja dibenarkan seorang penjarah dan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Cuma, kata mereka kepada Tajuk, ninja itu bersenjata celurit. Bukan senjata api. Para penjarah juga banyak yang bukan orang situ. "Orangnya hitam keriting, mirip orang Indonesia Timur.").

Yang dilibatkan dalam operasi ini tidak seluruhnya tentara. Ada 200 orang binaan dari Timor Timur, 200 orang dari Irian Jaya, dan 200 orang lagi dari Sumatra. Mereka di angkut ke Jakarta pakai pesawat, kecuali yang dari Sumatra naik mobil. Kalau ditambah preman-preman se-Jabotabek yang dilibatkan, seluruhnya ada 10.000 orang. Mereka tidak diberi janji, tapi iming-iming. Kalau tugas berhasil, jarahan boleh diambil. Preman itu dikumpulkan di Dodiklat (Komando Pendidikan dan Latihan), seminggu sebelum kerusuhan.

Pada 12 Mei, tiga kompi ini kembali dikumpulkan. Mereka ditugasi untuk cari tahu di mana ada mahasiswa yang berdemonstrasi. Tampaknya, Pak Harto sudah memberikan lampu hijau kepada Prabowo, supaya mulai membabat mahasiswa. Tapi, karena susah cari-cari kesalahan, baru di Trisakti rencana bisa dijalankan. Waktu itu, banyak yang pegang HT (handy talky), karena mereka koordinasi ke Kodam. Kompi-kompi ini menunggu berita di Makodam.

Tugas tiga kompi ini sudah dibagi-bagi. Ini pakai motor, ini pakai baju hitam dinas, dan itu untuk yang tidak berbentuk. Hari itu (12 Mei), kami semua sibuk memantau. Bagaimana, apa sudah ada kerusuhan? Belum, sedikit lagi. Nah, baru, setelah ada peluang untuk bikin rusuh, regu bermotor berangkat ke sana (Trisakti). Seluruh motor ditaruh di Kodim Jakarta Barat.

Regu ini kemudian menyamar dengan pakaian polisi. Senjatanya dilipat, dimasukkan ke dalam jaket, lalu mereka berbaur dengan polisi. Jadi, begitu polisi mulai menembak dengan peluru kosong, mereka ikut menembak. Habis menembak, mereka ambil motor, lalu menghilang. (Ketika saya tanya kenapa mahasiswa ditembak, dia bilang, supaya mahasiswa mengamuk).

Setelah berhasil di Trisakti, besoknya (13 Mei), 10.000 pasukan itu disiapkan untuk memancing mahasiswa di Terminal Grogol. Sejak pagi, mereka kumpul-kumpul di terminal menunggu mahasiswa. Tapi, rencana ini bocor, karena semua mahasiswa ternyata pakai jaket dan tidak mau gabung.

Mereka terus menunggu sampai jam sebelas malam, tapi mahasiswa tidak juga bergabung. Akhirnya, komandan terpaksa membagi-bagi pasukan. Seribu orang ke Jakarta Utara, seribu ke Glodok, seribu ke Jakarta Timur, dan seribu lagi ke Jakarta Selatan. Masing-masing rombongan dipimpin satu regu yang tidak berbentuk ini (Sampai pada cerita ini, tentara itu menangis).

Pada 14 Mei itu, sebelum menjarah dan membakar, dilakukan pemerkosaan lebih dulu. Pokoknya, di mana ada cewek Tiong hoa, dinaikin. Yang merudapaksa bukan tentara, tapi para preman yang didatangkan dari luar daerah. Sehingga, korban yang dirudapaksa tidak kenal, karena bukan orang situ. Secara bersamaan, toko-toko mulai dijarah, lalu dibakar, setelah barang ludes diambil (Tentara itu mengaku menyesali perbuatannya. Dia tahu, perbuatan itu laknat, tapi sebagai tentara dia tidak berani menolak perintah).

Sore hari, setelah bikin rusuh, ketiga kompi langsung kembali ke Kodam. Sedangkan, preman-preman ditarik ke baraknya. Di Makodam, setiap kompi dimintai laporan. Berapa orang yang dirudapaksa, berapa toko yang dijarah, dan lainnya. Dari situ, diketahui jumlah seluruhnya. Jadi, orang yang mati di Jakarta kurang lebih 5.000 orang, dan ratusan orang dirudapaksa. Sebagian korban rudapaksaan yang masih hidup dibuang ke api.

Seluruh rencana memang dipersiapkan matang. Operasi ini bahkan sudah diberi nama Gerakan 12 Mei Orde Baru, karena tugasnya melindungi Orde Baru, agar jangan hancur. Sejak dua bulan sebelum kerusuhan, orang-orang binaan ini sudah direkrut dan dilatih oleh Kopassus yang ada di sana. Mereka baru dikirim ke Jakarta seminggu sebelum kerusuhan.

Di Lippo Karawaci, tempat regu saya bertugas, aksi dimulai pukul 14.00. Kami teriak-teriak, menyuruh orang melempar batu dan menjarah. Lalu, Lippo kita bakar, tapi Mega Mall sengaja dibiarkan dan dijaga regu lain yang berpakaian dinas. Ini disengaja, untuk menjebak. Pukul 18.00, preman-preman yang masuk regu saya ditarik ke Jakarta. Semuanya sepuluh truk. Malamnya, mereka langsung dipulangkan ke daerahnya. Untuk yang ke Timtim dan Irian, mereka berkereta ke Surabaya, baru dari sana dibawa pakai pesawat.

Setelah preman-preman pulang ke Jakarta, ada empat truk lain yang menggantikan. Dua truk di antaranya lebih dulu merampok tabung-tabung gas elpiji di toko-toko. Jumlahnya sekitar 30 biji. Kompi saya masih di situ, tapi sudah nggak ikut tugas. Tugas kami selesai sampai dengan memulangkan preman-preman itu.

Setibanya di lokasi, pasukan di empat truk itu langsung menodong kerumunan penonton. Mereka berteriak, "Hayo, tiarap semua...." Yang nggak mau tiarap ditembak kakinya. Masyarakat yang nggak tahu langsung tiarap, sedangkan lainnya lari tunggang-langgang. Yang tiarap ada 500-an orang, sementara sekitar 3.000 lain lari dan menonton dari kejauhan.

Tak lama, orang-orang yang tiarap ini disuruh berdiri. Lalu, dengan tangan di belakang, mereka digiring ke Mega Mall, yang memang belum dibakar. Satpam diperintahkan membuka gembok. Rolling door-nya diangkat setengah, lalu 500-an orang itu disuruh masuk. Begitu semua masuk, tretetet. . . tet, mereka langsung diberondong tembakan ke arah kaki.

(Kepada Tajuk, Robaini satpam Mega Mal1, menolak cerita ini. Katanya, seluruh satpam waktu itu tak berseragam, sehingga sulit dibedakan dengan massa. "Nggak ada juga perintah membuka rolling door, mana dia tahu kita ini satpam," kata Robaini. Namun, cerita seorang penjarah di Mega Mall itu, yang enggan disebut namanya, membenarkan versi cerita sang oknum Kopassus tadi. Misalnya, ada tembakan serta ada sejumlah korban yang mati terkena sabetan senjata tajam).

Setelah tembakan berhenti, tabung-tabung elpiji itu diturunkan, ditaruh di dalam, dan diledakkan. Begitu api mulai berkobar, pintu ditutup dan digembok lagi. Lalu, oleh pasukan berseragam hitam, selongsong peluru diumpulkan dan disapu bersih. Sehabis itu, mereka nat truk dan menghilang.

Secara keseluruhan, tugas ketiga kompi memang cuma sampai di situ. Setelah melapor ke Makodam, kompi-kompi ini dikembalikan ke kesatuan masing-masing, dan menganggap bahwa tak pernah terjadi apa-apa. Tapi, semua yang bertugas - Kostrad, Kopassus, maupun Kodam- tetap diawasi."Saya ke sini juga setelah menyelinap lewat dapur."

Pembicaraan terhenti setelah buldoser datang. Tapi, bapak ini tak langsung menyampaikan amanat si tentara. Takut. Ia cuma kirim surat kaleng ke Amien Rais, memberi tahu agar tidak membawa mahasiswa ke Monas pada 20 Mei. Bapak itu khawatir, rencana tentara menghabisi mahasiswa jadi dilaksanakan. "Surat itu saya kirim ke Muhammadiyah. Nggak tahu, nyampe atau tidak ke tangan Pak Amien."

Sumber:
http://www.minihub.org/siarlist/msg00785.html
http://www.library.ohiou.edu/indopub...9/05/0001.html
http://www.library.ohiou.edu/indopub...9/09/0002.html
0
28.8K
80
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan