Cerita kopi luwak dimulai sejak tahun 1991 saat mantan pedagang kopi Tony Wild membawa satu kilo kopi luwak semata wayangnya ke Britania Raya and memperkenalkannya kepada konsumen dari Barat sebagai suatu hal yang baru. Wild, yang saat ini berprofesi sebagai seorang konsultan kopi dan penulis buku berjudul “Coffee: A Dark History”, adalah seorang kritikus yang secara gamblang
mengkrtisi perdagangan kopi luwak.
Sembari membantu sebuah Tim dari BBC dalam melakukan investigasi ladang kopi luwak di Sumatra, ia mendapati adanya penyiksaan terhadap hewan di mana-mana dan menerbitkan sebuah petisi dan kampanye melalui jejaring sosial bertajuk “Kopi Luwak. Cut the Crap”, mengajak para konsumen dan perusahaan untuk menolak semua produk kopi luwak.
Spoiler for Liputan BBC:
Untuk yang malas buffer atau ga kuat buffer, ane mau jelasin dikit tentang isi Video tersebut gan, dari investigasi yang dilakukan Tim BBC di Indonesia waktu itu, mereka meliput dan mewawancarai seorang petani Kopi dan peternak Luwak.
Digambarkan disana ada banyak sekali Luwak yang dikurung atau dikandangkan di kandang bambu, ada beberapa yang kakinya patah (mungkin karena ditangkap menggunakan perangkap).
Saat petani itu ditanya, bagimana mengetahui kondisi Luwak yang sedang sakit?
Inilah jawaban sang petani tersebut:
Spoiler for Jawaban:
"Saya tahu ketika mereka sekarat saat ada darah di kotorannya"
Luwak memang suka memakan buah-buahan, tapi ya ga makan kopi terus kelessss
Luwak sering memakan buah-buahan diantaranya pisang, pepaya dan juga serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.
Luwak juga makannya 4 Sehat 5 Sempurna kayak kita
Quote:
MENGAPA HARGA KOPI LUWAK SANGAT MAHAL???
Spoiler for Harga Kopi Luwak:
“Ketika pertama kali saya memperkenalkan kopi luwak di Inggris, saat itu sebagai suatu hal yang benar-benar baru,” ucap Wild yang dikutip dalam sebuah artikel The Guardian September 2013. “Saat ini, kopi luwak menjadi sangat mahal, menjadi komoditas industri, kejam dan sering tidak lagi asli. Yang paling utama yakni kopi luwak tidak lagi dipanen secara alami dan dalam jumlah yang terbatas, melainkan telah diproduksi secara massal dengan mempekerjakan hewan (luwak) dalam kondisi yang mengerikan.”
Bisnis kopi luwak memang merupakan bisnis yang menggiurkan. Produk kopi luwak ini telah menarik perhatian dari banyak industri kopi luwak dan para konsumen yang tidak keberatan membayar 6.000 poundsterling di Harrod untuk sekantung Terra Nera yang dibungkus dengan aluminium foil emas berwarna emas. Selama satu dekade belakangan atau lebih, kopi luwak memang telah menjadi bagian dari fashion bagi para konsumen yang menarik khalayak serta ingin selalu menikmati hal baru dan prestis. Di New York atau London, secangkir kopi luwak dapat dihargai hingga lebih dari 50 dolar. Bahkan biji kopinya saat ini dijual di situs Amazon seharga USD 25 per ons.
Mengapa kopi luwak begitu sangat mahal? Perusahaan mengklaim bahwa harga yang mahal itu dikarenakan hanya sekitar 500 kilogram dikumpulkan secara liar setiap tahunnya. Sejujurnya, wahai pembaca sekalian, itu hanyalah tumpukan kotoran luwak.
Memang benar ada beberapa etika dalam penyuplaian kopi luwak, namun kenyataannya sangat jauh lebih mudah mendapati/membeli hewan luwak, memeliharanya di dalam sebuah sangkar dan hanya memberinya makan berupa buah kopi. Praktik ini dimulai di Indonesia dan perusahaan kopi lainnya dengan cepat menirunya. Wild mengestimasikan bahwa produksi global di Indonesia, India, Vietnam, China, dan Filipina paling tidak mencapai 50 ton setiap tahunnya, dan bisa saja melebihi angka itu. Seorang petani kopi di Indonesia bahkan mengklaim dapat memproduksi hingga 7.000 kg dalam setahun dari 240 ekor luwak yang diternak.
Teguh Pribadi, pendiri dari Asosiasi Kopi Luwak Indonesia, mengakui dalam sebuah wawancara dengan Majalah TIME bahwa kekerasan terhadap hewan sangat marak dalam industri (kopi luwak). “Hewan-hewan luwak itu tidak dipelihara dengan baik. Banyak petani kopi tidak menahu bagaimana cara memelihara hewan itu dengan benar.” Asosiasi pun merekomendasikan bahwa luwak harus dipelihara di dalam sangkar dengan ukuran minimal 2 kali 1,5 meter dan tinggi 1,5 meter, dan tidak lebih dari enam bulan lamanya. Namun, faktanya memang tampak lebih efektif secara pembiayaan jika memelihara di dalam sangkar yang lebih kecil, termasuk ketika hewan tersebut mati dapat dengan mudah dibuang. “Kami mengatakan kepada para petani untuk mengedepankan kualitas produk ketimbang kuantitasnya saja,” saran Teguh. “(dengan asumsi) bahwa akan sangat lebih baik menciptakan produk yang superior dan tidak membahayakan kehidupan para hewan luwak tersebut.”
Kopi luwak Indonesia yang asli sebenarnya dikumpulkan dari kotoran yang dikeluarkan oleh luwak secara liar, Paraxorus Hermaphroditus. Hewan pemalu dan penyendiri ini berkelilig di kebun kopi ada malam hari dan memakan buah kopi tertentu, yang benar-benar matang dan terbaik. Biji kopi yang tak dapat dicerna akhirnya dikeluarkan beserta kotoran luwak, dan inilah yang dikumpulkan oleh para petani kopi. “Kopi luwak yang alami, sulit untuk didapatkan, serta sangat bervariasi usia dan kualitasnya serta sangat jarang, membuat kopi ini tidak sekadar produk yang menggiurkan, melainkan pada sensasi penasaran terhadap jenis kopi ini,” ungap Wild. “Itulah kenapa saya hanya membawa sedikit. Namun, saat ini, sangat sulit dan hampir mustahil untuk menemukan kopi luwak yang benar-benar alami. Satu-satunya cara untuk menjamin keasliannya yakni dengan cara membuntuti sendiri luwak pada malam hari, seorang petani yang sangat berpengalaman menjelaskan kepada saya.”
Sebuah investigasi dari Masyarakat Peduli Etika Pemeliharaan Hewan (PETA) di Asia menemukan adanya kecurangan yang tersebar secara luas di kalangan industri kopi luwak, di mana para produsen melabeli produk mereka (yang dihasilkan dari luwak yang dikerangkeng) dengan “diambil secara alami” atau label serupa. Hanya ada dengan jumlah yang sangat kecil keberadaan kopi luwak yang didapat dari sumber secara alami saat ini. Hal ini membuat lebih masuk akal secara finansial,
dan sangat sulit untuk melakukan pengecekan.
Saya berdiskusi dengan seorang aktifis lingkungan dari Eropa yang telah terlibat dalam penyelamatan di pusat penyelamatan di Bali, Jawa, dan Sulawesi. Dia telah melakukan survei pada luwak yang di kawasan Jawa dan Bali. “Saya melihat mereka (luwak) di belantara hutan di Jawa tetapi tidak di perkebunan kopi; dulu mungkin mereka hidup bebas, namun saat ini para pemilik kebun kopi melakukan apa saja untuk menangkap dan menaruh hewan-hewan itu di dalam kerangkeng untuk memproduksi kopi luwak.” Di Bali, dia mengunjungi berbagai macam tempat yang dinamakan pusat “eco-tourism” di mana dilibatkan pada tur sepeda dan aktivitas wisata lainnya.
Semua tempat itu memiliki kandang kecil luwak di mana para pengunjung dijelaskan sebagai displai. Para pekerja mengatakan bahwa hampir semua kopi luwak didapatkan secara alami dan liar. Hal ini sangat tidak benar. Ketika ditanya sudah berapa lama luwak itu berada di dalam kurungan tersebut, para pekerja tersebut mengaku hewan-hewan itu liar dan tidak dapat dilepaskan.
“Jumlah luwak yang ada di alam liar tidak dapat dipastikan lantaran banyak dari luwak tersebut ditangkap oleh masyarakat local dan dijadikan komoditas jual-beli termasuk aktivitas perkebunan kopi luwak,” dia berkata kepada saya.”Hewan-hewan itu tidak dilindungi secara hokum dan tidak banyak penelitian dilakukan.” Jenis hewan luwak ini termasuk hewan yang masuk daftar perlindungan oleh organsasi internasional the International Union for Nature Conservation Red List, namun dengan maraknya perburuan terhadap hewan ini, bukan tidak mungkin statusnya berubah menjadi terancam atau sangat memprihatinkan mendekati punah.
Berdasarkan seorang petugas dari program konservasi “TRAFFIC”, adanya aktivitas perdagangan luwak untuk bisnis kopi luwak bukan tidak mungkin memberikan ancaman serius terhadap populasi luwak di alam bebas. Luwak liar memiliki sistem yang dijual sebagai hewan peliharaan saja, membuat perdagangan perdagangan luwak memiliki celah secara teknis tidak ilegal.
Para pekerja di bagian displai tersbeut juga sering mengganggu hewan malam (nocturnal) ini dberi makan buah kopi untuk memberikan kesempatan kepada para pengunjung untuk mengambil gambar. Adapunjenis makanan luwak yang tergolong hewan omnivora ini meliputi buah-buahan, telur, serangga kecil dan nektar yang memiliki nutrisi sangat besar bagi kebutuhan luwak sendiri. Selama di kerangkeng, para hewan tersebut memang diberi makan seperti pepaya dan pisang namun sebagian besar makanannya adalah buah kopi, sehingga adanya malnutrisi tidak dapat dihindarkan.
Luwak merupakan hewan kecil yang paling dijadikan komoditas perdagangan di Jawa dan Sumatra yang dapat dengan mudah dijumpai di pasar hewan dengan rentang harga antara Rp 300.000,- hingga Rp 500.000,- per ekornya. Sarang luwak yang berada di lubang pohon anak-anaknya sering dibawa juga dari sarangnya sebelum disapih; angka kematiannya tidak dapat dipastikan.
“Saya tahu ada satu peternakan luwak dan perkebunan kopi di Lampung tetapi saya tidak pernah melihat atau mendengar perkebunan kopi luwak dalam jumlah yang besar di Bali. Drh. I Gede Nyoman Bayu Wirayudha, pendiri dan direktur the Friends of the National Park Foundation. “Tentu, menaruh hewan dalam kondisi tersebut tidak sesuai dengan standar animal welfare, khususnya sejak maraknya penangkapan luwak di alam liar. Jika hewan tersebut digunakan secara komersial oleh para pelaku bisnis, mereka seharusnya membuat suatu program penangkaran dan pembudidayaan serta menjinakkan hewan luwak tersebut.” Bayu mengatakan dirinya sangat skeptis terhadap suatu tempat yang menunjukkan luwak di dalam kurungan dan menjual banyak kopi luwak. Hal ini memungkinkan bahwa beberapa kopi luwak yang dijual di Bali kepada para wisatawan hanyalah kopi robusta biasa yang dikemas dalam kemasan yang indah. Lagi-lagi, tidak ada kesempatan untuk melakukan pengecekan.
Jadi kopi luwak seperti hot potato di Indonesia, menaruh animal welfare bertentangan dengan pendapatan para petani. Beberapa orang Indonesia membela industri tersebut, dengan dalih industri ini dapat menghidupi negara yang miskin ini (walaupun, tentunya, hanya kalangan menengah saja yang mendapatkan untung dari bisnis ini). Idealnya, para produsen seharusnya mematuhi standard yang humanis dan memulai inisiasi program pengembangbiakan ketimbang menangkapnya dari alam liar. Akhirnya, jika Anda sedang menikmati secangkir kopi luwak, pastikan Anda dapat memahaminya dan memastikan bahwa kopi yang Anda minum dari sumber dengan etika yang benar.
Quote:
Quote:
GALERI FOTO
Quote:
EEK LUWAK SEPERTI APA BENTUKNYA?
Spoiler for EEK Luwak:
Spoiler for EEK Luwak:
Quote:
LUWAK YANG DITANGKAP PAKSA
Spoiler for Luwak:
Spoiler for Luwak:
Quote:
All About Luwak
Spoiler for Luwak:
Spoiler for Luwak:
Spoiler for Luwak:
GIMANA GAN? MASI MAU LANJUT MINUM KOPI LUWAK?
Klik Banner Untuk Mampir Ke Markas Kami
Diubah oleh Just Visiting 04-05-2014 13:52
0
11.1K
Kutip
134
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru