

TS
dinon46
Tradisi Jual-Beli yang unik ''MAROSOK''

Banyak cara jual beli yang memanfaatkan alat canggih seperti internet, telepon genggam, dan iklan di kantor yang dilakukan banyak orang saat ini, namun tradisi turun temurun itu justru menjadi cara jual beli yang mungkin terunik di dunia.
Cara transaksinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, cukup dilakukan “berduaan” antara penjual dan pembeli dengan menggunakan bahasa isyarat. Tanpa bicara, pedagang-pembeli cukup bersalaman dan memainkan masing-masing jari tangan untuk bertransaksi. Terkadang dibalas dengan anggukan dan gelengan kedua belah pihak tanda setuju atau tidak dengan penawaran yang diberikan sehingga calon pembeli lain tak mengetahui nilai yang ditawarkan.
Masyarakat di Ranah Minang ini biasa menyebut tradisi ini dengan sebutan marosok atau dalam dialegtika orang Solok dibaca marasok yang berlangsung di hari jual-beli ternak atau pakan taranak. Kedua tangan yang berjabat tidak terlihat orang lain. Sebab, tangan yang bersalaman itu selalu ditutupi benda lain, seperti sarung, baju atau topi.
Tujuannya agar orang lain tak melihat proses transaksi tersebut. Dengan begitu, harga ternak hanya diketahui antara penjual dan pembeli.
Pedagang dan pembeli tawar-menawar sapi dengan menggunakan kode jari-jari tangan di bawah kain. Jari-jari tertentu menunjukkan angka dalam jutaan, ratusan ribu, hingga puluhan ribu. Sewaktu tawar menawar berlangsung, penjual dan pembeli saling menggenggam, memegang jari, menggoyang ke kiri dan ke kanan. Jika transaksi berhasil, setiap tangan saling melepaskan. Sebaliknya, jika harga belum cocok, tangan tetap menggenggam erat tangan yang lain seraya menawarkan harga baru yang bisa disepakati.
Dalam marosok, setiap jari melambangkan angka puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan rupiah. Semisal, pedagang ingin menjual ternaknya seharga Rp6,4 juta, maka dia akan memegang telunjuk pembeli yang melambangkan sepuluh juta rupiah. Setelah itu, empat jari yang lain digenggam dan digoyang ke kiri. Ini berarti Rp10 juta dikurangi Rp 4 juta.
Sedangkan untuk menunjukkan Rp400 ribu, empat jari yang digoyang tadi digenggam lagi dan dihentakkan. Bila disepakati, transaksi berakhir dengan harga Rp 6,4 juta.
Menurut Nanden Delmon (52) salah seorang pedagang ternak di pasar itu, sejak dirinya beraktivitas di pasar itu sekitar 20 tahun silam, pada tradisi marosok ini tersimpan sebuah filosofi saling menghargai antara sesama. “Ini bukan soal uang banyak, karena umumnya yang datang ke sini punya uang banyak, tapi ini lebih kepada rasa saling menghargai antar sesama” katanya.
Transaksi berduaan seperti itu memang jamak dilakukan di setiap pasar ternak yang ada di ranah Bundo ini, tentu saja dengan cara yang disepakati masyarakat masing-masing daerah. Tak ada yang mengetahui secara pasti, kapan marosok ini bermula. Sejumlah pedagang ternak hanya mengakui, tradisi ini konon sudah dimulai sejak zaman raja-raja di Minangkabau dan diterima secara turun temurun.
0
3.1K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan