wirosaktiAvatar border
TS
wirosakti
Kesaksian Siswi SMA Surabaya Tentang Kecurangan Unas 2014
Kesaksian Siswi SMA Surabaya Tentang
Kecurangan Unas 2014



Surat terbuka seorang pelajar SMA
Khadijah Surabaya yang baru menjalani Ujian Nasional
pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghebohkan
dunia maya. Kesaksian dan 'curhat'nya mengenai Ujian
Nasional juga dimuat di blog tolakujiannasional.com.

Tulisan Nurmillaty Abadiah ini
diunggah di note laman Facebook
pribadinya 18 April 2014 lalu.
Diawali ilustrasi satu soal
ulangan mata pelajaran Budi Pekerti :
16. Mencontek adalah sebuah perbuatan�
a. terpaksa
b. terpuji
c. tercela
d. terbiasa

Nurmillaty Abadiah mengawali tulisannya dengan perang
batin seorang siswa menjawab soal tersebut. Ironi tentang
soal yang dijawab dengan mencontek menjadi keprihatinan
siswi berjilbab ini.

Lebih lanjut, dia memberi kesaksian bahwa Ujian Nasional
yang diikutinya tidak steril dari praktik curang.
Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab,
setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa
"Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril
dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada
saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-
paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang
bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh
persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi
namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang
sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini
sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal!
Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu,
sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya
sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal.
Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket
soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat
berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang
dicuci pakai detergen mahal.
Iya langsung bersih cling begitu, toh?
Nyatanya tidak.

Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya
masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya.
Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka
makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan
kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket
agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka.
Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban
yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas
sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi,
entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai
sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi
namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa
menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah
sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup
bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.

Kritikan tajam juga ditulis dengan cerdas oleh Nurmillaty
Abadiah pada Menteri Pendidikan Kebudayaan tentang
kualitas soal Ujian Nasional
tahun ini yang sudah berstandar internasional. Sebelum
Ujian Nasional ini digelar, M. Nuh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan memang pernah memberikan pernyataan
bahwa meskipun standar kesulitan Ujian Nasional ini
ditingkatkan mengikuti standar internasional, pihaknya
optimis siswa bisa mengerjakannya dengan baik karena
materinya sudah diberikan sejak tahun lalu. Tapi hal ini
dibantah Nurmillaty Abadiah :
Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti...
apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat
membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak
mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada
keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini
saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan
santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu
sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua
ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak
bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas
dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot
dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa.
Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik,
perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas
dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.
Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan
soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu
tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat
dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-
ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian,
setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru
Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya
tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan
saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya
menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua
soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang
salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala
saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...
Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu
yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?
Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?
Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan
tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?
Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-
soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari
seluruh Indonesia?
Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di
Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang
jangankan mencicipi soal berstandard Internasional,
dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja
sudah sujud syukur?

Dalam tulisannya ini, Nurmillaty Abadiah juga
mengekspresikan curahan hati kawan-kawannya yang
galau:
Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang
sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk
berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak.
Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk
jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada
materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan
khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak
berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan
pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu,
mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan
mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis
bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari
mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-
teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus.
Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam,
menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di
antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.
Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman
yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal
yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan
angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru.
Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami,
semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang
UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan
praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan
pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami
menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan
pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya
sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya
tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal
Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua
jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa
menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui
pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini
bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa?
Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira
kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia,
Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya
Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu?
Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?
Selengkapnya tulisan Nurmillaty Abadiah bisa disimak di
laman Facebooknya.(edy)

sumber: suarasurabaya.net
0
4.5K
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan