su35indonesiaAvatar border
TS
su35indonesia
Tiongkok anggarkan USD 132 miliar untuk militer

Sekarang ini tidak ada negara yang menarik perhatian besar dunia karena perkembangan kekuatan militernya selain Tiongkok, kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, yang sedang menjalankan program modernisasi militer yang dijadwalkan selesai tahun 2049.
Rencana jangka panjang Tiongkok meliputi kombinasi atas personel militer yang efisien, kemampuan “informationization” [juga dikenal sebagai “peperangan berpusat pada jaringan”], bersama dengan pesawat baru, kapal induk, kapal selam, dan kendaraan darat berteknologi tinggi yang menggunakan navigasi satelit guna menentukan datangnya rudal dan menyerang sasaran secara akurat.

Tiongkok juga menarik perhatian negara-negara lain, terutama Amerika Serikat dan para tetangganya di Asia-Pasifik, karena anggaran pertahanan tahunannya menunjukkan kenaikan dua digit selama dua dasawarsa terakhir. Pemerintahnya mengumumkan peningkatan pembelanjaan militer sebesar 12,2 persen menjadi USD 132 miliar untuk tahun 2014, melanjutkan perkembangan yang berlangsung.
Besarnya pembelanjaan pertahanan Tiongkok terbesar nomor dua setelah Amerika Serikat, yang kira-kira empat kali lipat jumlah USD 526,8 miliar untuk tahun 2014. Para analis militer mencatat bahwa pengeluaran Beijing sebenarnya lebih tinggi dari angka resminya karena tidak menyertakan pembelian senjata asing dan biaya penelitian untuk senjata baru sebagaimana disertakan di dalam angka belanja tahunan negara-negara lain.
Anggaran pertahanan Tiongkok saat ini jauh berbeda dari sekitar dua dasawarsa lalu ketika mereka hanya memiliki kekuatan militer yang sangat mendasar dengan kemampuan terbatas dan pengeluaran militer sebesar USD 25,32 miliar, atau 2,5 persen dari PDB, menurut Stockholm International Peace Research Institute [SIPRI]. Tetapi dengan berkembangnya ekonomi Tiongkok, para pemimpin Partai Komunis mulai lebih banyak belanja di bidang pertahanan, membayangkan transformasi bangsa mereka menjadi sebuah kekuatan besar.
Samuel Perlo-Freeman, Direktur Program Pengeluaran Militer & Produksi Senjata di SIPRI, yang telah mengumpulkan data mengenai pengeluaran pertahanan Tiongkok dari tahun 1989 hingga 2012, menyinggung bahwa pemerintah selama ini mempertahankan penaikan pembelanjaan sebesar 2 hingga 2,1 persen dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok, secara rata-rata tetapi tidak setiap tahunnya, cenderung meningkatkan pembelanjaan militer pada taraf yang serupa dengan pertumbuhan ekonominya.
“Kebijakan ini sepertinya akan terus berlanjut dalam jangka menengah sejalan dengan kebijakan keseluruhan yang mensubordinasikan perkembangan militer pada perkembangan ekonomi, tapi ini lebih sulit diramalkan selama jangka waktu 25 tahun karena lingkungan keamanan dapat berubah total secara tak terduga,” kata Perlo-Freeman.
Pembelanjaan akan meningkatkan teknologi
Satu generalisasi tentang kemampuan militer Tiongkok yang berkembang cepat adalah bahwa militernya akan lebih canggih secara teknis, tapi masih di belakang Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang lebih maju. Tetapi negara itu akan membuat kemajuan dalam produksi senjata canggih serta di bidang “informationization.”
Ted Galen Carpenter, anggota senior untuk studi pertahanan dan kebijakan asing di Cato Institute di Washington, DC, mengatakan Tiongkok akan terus membangun kemampuannya di bidang-bidang penting, meski tidak akan menutup kesenjangan besarnya dengan Amerika Serikat.
“Tiongkok akan mencoba terus membangun kemampuan udara, laut, dan dunia mayanya selama 25 tahun ke depan, tapi mereka masih jauh untuk bisa menjadi pesaing militer setara AS,” tulisnya dalam sebuah surel.
Roger Cliff, analis tentang Tiongkok dan persoalan keamanan Asia Timur dari Atlantic Council di Washington, DC, mengatakan bahwa selama dasawarsa ke depan, Tiongkok akan meningkatkan pelatihan dan kualitas personel, memperbaiki doktrin militer dan pemantauan logistik, membangun kapal induk dan kapal serbu amfibi tambahan, membuat kemajuan di gelanggang dunia maya, dan meraih kemampuan proyeksi kekuatan berjarak lebih jauh, tergantung pada seberapa besar investasinya pada pesawat pengisi bahan bakar di udara, kapal pemasok perbekalan, pesawat angkut strategis, dan pesawat pengebom jarak jauh.
Dia menyinggung bahwa Tiongkok hanya melakukan sedikit upaya di bidang-bidang tersebut kecuali membangun lebih banyak kapal pemasok perbekalan. Cliff juga meramalkan peningkatan sederhana pada kekuatan nuklir Tiongkok dengan pengerahan tambahan rudal balistik antarbenua [ICBM] daratan dan kapal selam rudal balistik.
Perlo-Freeman menunjukkan bahwa kemampuan Tiongkok menjalankan operasi gabungan dalam hal persoalan struktural dan organisasi masih tak jelas karena akan melibatkan perubahan besar secara budaya dan teknologi.
“Sebagian besar ahli menduga Tiongkok akan terus maju secara teknologi, baik dalam hal perangkat keras maupun ‘informationization,’ meski jalan yang harus mereka tempuh masih panjang,” tulisnya dalam sebuah surel kepada APDForum. “Tetapi aspek-aspek budaya dan organisasi lebih sulit untuk diramalkan, terutama jika [diharapkan] hal ini tidak benar-benar diuji dalam konflik aktif.”
Para analis pertahanan juga mengatakan program modernisasi militer Tiongkok mengubah lingkungan keamanan di kawasan Asia-Pasifik. Meski Tiongkok mengatakan ada pada jalur “pembangunan damai,” beberapa negara tetangganya mengamatinya dengan saksama, mungkin bahkan takut, terhadap pembangunan militer dan pembelanjaan pertahanannya, terutama pada saat-saat luapan sengketa maritim atas wilayah di lautan dan klaim Tiongkok atas beberapa perairan dengan potensi sumber daya ikan, minyak, gas, dan mineral.
Kemampuan PLA diduga akan meningkat
“Pada tahun 2030, kemampuan PLA [Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok] diduga akan jauh lebih hebat dan akan menjadi yang paling dominan di beberapa bagian di Pasifik bagian barat,” tulis analis pertahanan dari Australia, Ross Babbage, dalam Australia's Strategic Edge in 2030. Publikasi tahun 2011 itu berpendapat bahwa lingkungan keamanan kawasan akan menjadi berbeda dalam kira-kira 20 tahun ke depan karena perkembangan kemampuan PLA dan sikap Tiongkok yang lebih asertif, yang akan menantang AS dan sekutunya di Asia-Pasifik.
Babbage meramalkan bahwa sebagaian besar bangsa di kawasan akan mengandalkan campuran antara peningkatan kekuatan militer sendiri, membentuk aliansi di daerah tersebut, dan ketergantungan pada penyeimbangan kembali Amerika di kawasan untuk mengimbangi langkah-langkah Tiongkok. Dia menulis dalam sebuah surel bahwa banyak negara di kawasan yang takut bukan saja karena mereka percaya Tiongkok tidak bisa dipercayai, tapi juga karena mereka melihat bagaimana negara itu bersikap dalam sengketa maritim dan operasi dunia maya dan intelijen yang mereka jalankan akhir-akhir ini.
Filipina melakukan pembelian peralatan militer Pada tahun 2012, Presiden Benigno Aquino III menandatangani Revisi UU Modernisasi Angkatan Bersenjata Filipina, memperluas program tersebut untuk memperoleh peralatan militer untuk 15 tahun berikutnya.
SIPRI melaporkan bahwa selama dasawarsa terakhir, Vietnam dan Indonesia juga telah menaikkan pembelanjaan militernya sebesar masing-masing 130 persen dan 73 persen, berinvestasi pada peralatan angkatan laut, tapi untuk alasan yang berbeda. Vietnam membangun armadanya sebagai respons terhadap meningkatnya agresifitas Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, sementara Indonesia melakukan program modernisasi militer untuk menguasai pulau-pulaunya yang tersebar dan perairan sekitar.

http://alutsistabaruindonesia.com
http://apdforum.com
Hampir sama dengan anggaran MEF 1emoticon-Matabelo
0
2.9K
1
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan