karindiingAvatar border
TS
karindiing
HUKUM ITU TIDAK MATEMATIS
Alkisah, beberapa fansboy dari partai tertentu
komplain, mengapa politisi dari partai lain dihukum
jauh lebih ringan dari mantan ketua partai mereka. Padahal menurutnya, uang yg dikorupsi jumlahnya
lebih besar daripada sang mantan ketua partai, atau
bahkan sang mantan ketua partai tidak korupsi sama sekali.

Cek link berikut : http://www.suaranews.com/2014/04/negara-gila-terbukti-terima-4-miliar.html?m=1

Adik-adikku tersayang (saya asumsikan para fansboy
ini adalah anak-anak muda penuh semangat), jika
vonis telah jatuh dan peradilan sudah dilakukan
sesuai dgn kewenangan, hak-hak terdakwa sudah
diberikan, tidak ultra petita, dll, maka putusan sudah
mengikat.

Kita tidak bisa bilang putusan itu tidak adil. Tetapi, mungkin kita bisa katakan keputusan itu tidak
sesuai dgn rasa keadilan.

Rasa keadilan itu prural dan
berbeda-beda setiap orang. Subjektif, sama seperti
rasa cinta dan benci yg ukurannya tidak pukul rata.

Hakim tentunya tidak bs memenuhi perasaan setiap
orang, karena hakim itu independen dan kebebasan
serta independensinya dijamin secara nasional dan internasional melalui pasal 24 UUD 1945, UU No 4 tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UDHR, ICCPR, dll,
sehingga hakim bebas dari intervensi internal,
external, pihak yg berperkara, tekanan masyarakat
serta trial by the press.

Menurut hemat saya yg kurang hemat ini, vonis pun
tidak bersifat matematis, jumlah uang yg didakwakan
dikorupsi tidak sebanding dgn jumlah hukuman. UU
hanya menyebutkan range (hukuman minimum atau
maksimum utk tindak pidana). Hakim pun punya
pertimbangan practical reason yg erat hubungannya dgn latar belakang masing2 dan atribut yg menjadi
acuannya baik secara intra atau extra judicial.

Indonesia juga bukan negara anglo saxon seperti AS
atau Inggris yg menganut asas preseden, dimana
vonis harus merujuk pada perkara pidana yg serupa
sebelumnya.

Hakim di Indonesia memiliki kewenangan
penafsiran terhadap suatu perkara, namun tdk semau
gue, tp msh terikat melalui beberapa prinsip penafsiran misalnya a contrario dan analogis, yg adik-
adik lebih mengenalnya dgn ijma dan qiyas.

Lebih bijak jika kita tidak bilang "Negara Gila" atau
ucapan-ucapan provokatif lainnya, sebelum
memahami konstruksi arsitektur peradilan kita. Res
judicata proveri tate qomarudin. Eh salah, Res judicata
proveri tate habetur Artinya, tiap putusan hakim adalah sah dan mengikat kecuali dibatalkan oleh
keputusan lain yg lebih tinggi. Jika rasa keadilan kita
yg subjektif itu tidak terpuaskan, negara sudah memfasilitasi melalui upaya hukum banding hingga
grasi
Diubah oleh karindiing 15-04-2014 09:19
0
785
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan