Assalamualaikum agan agan skalian masih seputar pemilihan umum
Quote:
Ane mau share sedikit tentang pemilihan umum tahun kakek kakek ane masih belia, pola komunikasi visual yang agak berbeda pada zamannya, yakni komik strip yang digunakan salah satu partai politik sebagai media komunikasi masa pada saat menjelang pemilu 1955, semoga bisa bisa bermanfaat menambah pengetahuin agan dalam komunikasi kreatif khusus nya strategi politik pemilu masa itu, langsung saja gan
Spoiler for Cekibrot:
Pemilihan umum memang selalu menjadi wacana menarik apalagi untuk mereka yang memiliki kepentingan sebut saja partai politik dan anggota-anggota partai yang senantiasa memperjuangkan golongan dan ideologi partainya, sehingga musim pemilu menjadi saat-saat penting yang membuat keantusiasan masyarakat meningkat.
Tidak terkecuali untuk pemilu 1955, partai besar pada zamannya ‘PKI’ memainkan strategi sendiri untuk menyikapi pemilu ini, yakni dengan seni populer “komik” yang dipakai untuk mempengaruhi pemilih sekaligus mengajarkan warga desa dengan visual gambar yang dominannya tergolong masyarakat yang buta huruf pada masa itu.
PKI sebagai salah satu partai besar memiliki pesaing-pesaing besar pula seperti kelompok nasionalis Partai Nasional Indonesia, Partai Masyumi untuk kelompok religius, PKI menganggap media komunikasi Komik strip ini merupakan langkah lebih dibanding pesaing-pesaingnya menjelang “hari raya” 29 september tersebut.
Quote:
Komik strip ini langsung dicantumkan pada “Editorial Harian Rakjat” Dengan tujuan memberikan sosialisasi pemilu 1955 melalui media cetak, seperti memberikan gambaran situasi pemilu persiapan menghadapi pemilihan umum, dan simulasi pencoblosan.
Harian Rakjat yang menyebarkan komik strip ini adalah koran dengan oplah terbesar dimasanya, sekira 50 ribu eksemplar (bandingkan dengan Pedoman/PSI hanya sekira 20 ribuan).
Quote:
Komik strip PKI ini dibagi dalam tiga kelompok:
(1) Persiapan jelang pencoblosan;
(2) Saat pencoblosan;
(3) Perhitungan kotak-suara.
Di bagian awal (10 panel), dengan tokoh utama “Achmad” (nama kecil ‘Aidit’ yang tidak lain merupakan ketua umum PKI” seorang kader teguh pendirian, pemilih dituntun bagaimana prosedur mencoblos (PKI) yang baik, benar, dan tepat.
Di bagian kedua (15 panel) menggambarkan secara simulatif warga yang berduyun-duyun dengan bersemangat ke TPS, mendaftar, memasuki bilik suara, dan mencoblos.
Adapun bagian ketiga (15 panel) adalah penggambaran si pemilih melipat kembali suara, keluar dari bilik, dan menyerahkan kembali surat-suara di meja Panitia Pemungutan Suara
Nah, berikut ini 10 dari 40 panel komik strip PKI yang menunjukkan dengan cara populer simulasi persiapan, pencoblosan, dan suasana nyoblos.
Ni gan penampkannya:
Spoiler for 1:
Strip 1: Panitia Pemungutan Suara (PPS) mengedarkan surat pemberitahuan memilih kepada "Panitia Aksi Pemilihan Umum P.K.I."
Spoiler for 2:
Strip 2: Sang tokoh, Achmad, mengundang anggota-anggota Panitia Aksi Pemilihan Umum PKI untuk konsolidasi melakukan apa di 29 September 1955 serentak mulai pukul 8 pagi di Tempat Pemungutan Suara (TPS)
Spoiler for 3:
Strip 3: Tokoh Achmad yang menjadi Ketua Panitia Aksi Pemilu membagi tugas. Terutama warga yang belum mendapatkan surat pemberitahuan untuk datang ke TPS.
Spoiler for 4:
Strip 4: Achmad akhirnya menugaskan Karto untuk melakukan survei langsung per keluarga untuk memastikan bahwa PPS sudah bekerja dengan baik dengan membagikan semua surat pemberitahuan kepada warga sehingga suara siluman tak gentayangan
Spoiler for 5:
Strip 5: Bagi warga yang belum mendapat Kartu Pemberitahuan, segera Panitia Aksi Pemilu PKI mengantarkan warga ke Ketua PPS yang ada di desa itu.
Spoiler for 6:
Strip 6: Khusus untuk ibu-ibu yang menyusui turut mendapat perhatian. Tugas itu dibebankan kepada Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) tingkat desa mengorganisasi dibukanya penitipan anak-anak dan menyelenggarakan posko bantuan untuk minuman dan pengobatan.
Spoiler for 7:
Strip 7: Untuk meyakinkan lagi pemilih, Panitia Aksi Pemilu PKI bergerilya keliling desa untuk memberitahu ulang warga agar mengingat Hari Raya Pemilu 29 September. Kata Achmad: "Bung Paidi, ju Diah, djangan lupa tanggal 29, Kamis, mulai djam 8 pagi diadakan pemungutan suara dipendopo pak Sumali untuk memilih anggota2 DPR". Lihat, di ruang terbuka mainnya elegan dan menabrak etika kepatutan dan aturan main bersama dengan tak menyebut "memilih PKI", walau warga tahu mereka Panitia Aksi Pemilu dari PKI
Spoiler for 8:
Strip 8: Panitia Aksi Pemilu PKI mengatur strategi dengan membagi warga dalam rombongan-rombongan terkawal. PKI betul-betul sadar bagaimana mengawal suaranya secermat-cermatnya.
Spoiler for 9:
Strip 9: Achmad di hadapan kader-kader PKI di desa tak bosan-bosan memeragakan cara mencoblos logo PKI yang ada di baris kedua lembar kertas suara.
Spoiler for 10:
Strip 10: Zoooooom. Ini: "Tjarilah gambar Palu-Arit dalam kartu-suara! Tusuklah disini, ditempat pertemuan gambar tangkaipalu dengan arit, sampai berlubang!"
Quote:
Beberapa gambaran seni populer komik yang digunakan sebagai media komukasi politik merupakan gambaran memanasnya persaingan politik pada masa itu, sehingga strategi dalam komunikasi politik kreatif perlu menjadi alternatif cerdas, bisa menjadi cerminan jika kita melihat kondisi sekarang media komunikasi 'mainstream' seperti "caleg narsis penunggu pohon" dan sampah-sampah visual yang selalu bertebaran di ruang kota yang selalu digunakan, bukan mencari alternatif cerdas dalam pola komunikasi politik kini.