dulfikriAvatar border
TS
dulfikri
Parpol Wong Cilik Terjebak Muslihat Konglomerat `Hitam`

Jakarta:


Spanduk raksasa bertuliskan "Pilih yang Jujur" membentang menyelimuti Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ya, perjuangan untuk menghadirkan pemilu yang jujur dan berintegritas, mestilah lahir dari pribadi dan masyarakat yang jujur. Begitulah KPK memandang penting arti kejujuran dalam sendi kehidupan, termasuk dalam demokrasi dan kehidupan berbangsa.

Kejujuran memang mutlak diperlukan di tengah keterpurukan moral sebagian elite politik dan pemimpin. Terutama masih maraknya praktik korupsi yang kontras dengan angka kemiskinan yang menurut data Badan Pusat Statistik menyentuh 28,55 juta orang pada tahun silam.

Rakyat Indonesia, terutama 185 juta warga yang akan mencoblos, tentu berharap adanya suatu perubahan. Apalagi, sejak krisis moneter pada 1998 yang disusul era Reformasi, tak ada perubahan secara signifikan di kehidupan perekonomian masyarakat. Dengan kata lain, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

Keadilan pun tak banyak memihak pada wong cilik. Bahkan, sejumlah partai politik yang kerap mengeluarkan jargon politik perjuangan demi wong cilik, justru terjebak kongkalikong dengan kalangan pengusaha hitam. Para pengusaha yang hanya mementingkan perut sendiri dan kelompoknya.

Ironisnya, data mengungkapkan bahwa hanya 10 persen pribumi yang tercatat dalam daftar orang Indonesia terkaya. Dan sebagian besar di antara mereka, pengusaha pribumi itu, adalah kuasa usaha atau pengusaha boneka dari konglomerat etnis Tionghoa. Sedangkan, pribumi yang sebenarnya masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia itu tidak lebih dari 5 persen.

Majalah terkemuka Amerika Serikat, Forbes menulis, sejak tahun 1998 hingga 2013, lebih 90 persen dari 10, 100 atau 1.000 orang terkaya Indonesia adalah konglomerat keturunan Cina.

Tak heran, bila hingga kini masih muncul pandangan miring tentang peran ekonomi etnis Cina dalam masyarakat Indonesia. Antara lain, kebobrokan ekonomi Indonesia adalah akibat banyaknya dana yang dibawa pengusaha etnis Cina ke luar negeri. Kolusi dan nepotisme menjadi kebiasaan pengusaha etnis Cina yang mempengaruhi kepada kinerja para birokrat.

Belum hilang pula ingatan masyarakat soal skandal penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (era 1998-1999) di masa pemerintahan Megawati Sukarnoputri yang menjabat Presiden RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan.

Ada kekhawatiran skandal penyelesaian BLBI di masa pemerintahan Megawati terulang jika PDI Perjuangan berkuasa. Kekhawatiran tersebut mencuat setelah pengumuman Jokowi calon presiden (capres) dari PDIP pada 14 Maret 2014 silam dilakukan sehari setelah puluhan pengusaha bertemu Megawati di Kantor DPP PDIP.

Padahal dalam skandal BLBI, banyak pengusaha (para pemilik 48 bank umum nasional) yang disebut-sebut menikmati penyalahgunaan fasilitas tersebut. Saat itu, total bunga obligasi rekap mencapai Rp 600 triliun dengan total potensi kerugian negara ratusan triliun rupiah. Tentu saja, jumlah angka yang fantastis di saat republik ini didera krisis berkepanjangan.

Hingga kini ada 10 debitor BLBI yang telah dibebaskan dari kewajiban utangnya melalui mekanisme penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) atau Release and Discharge (R & D). Sedangkan ada 23 orang yang masih menjadi buronan kejaksaan. Ini belum termasuk Eddy Tanzil, buronan terpidana pembobol Bank Bapindo dalam perkara BLBI senilai Rp 1,3 triliun pada 1993 lalu.

Ditengarai, para pengemplang kasus BLBI yang mayoritas etnis Tionghoa melalui kelompok atau keluarganya, berupaya merebut kekuasaan politik di negeri ini. Tentu saja, mereka ingin mempertahankan hegemoni ekonomi mereka di republik ini. Mereka bahkan menguasai dan mengendalikan 80 persen ekonomi Indonesia.

Santer di perbincangan dunia maya atau media sosial, skenario awal, para konglomerat buronan BLBI di Singapura, mendukung pasangan Jokowi-Ahok untuk menduduki DKI 1 dan DKI 2. Target selanjutnya, Jokowi diarahkan sebagai calon presiden dan Ahok sebagai penguasa Jakarta yang notabne jantung perekonomian Indonesia.

Berbagai kamuflase dan pencitraan pun dibuat meyakinkan rakyat Jakarta. Ini terbukti dengan banyak lembaga survei yang menempatkan Jokowi di urutan teratas sebagai tokoh yang mempunyai elektabilitas tinggi sebagai capres. Pencitraan ini juga didukung sejumlah besar konglomerat, media, komunitas tertentu, tim konsultan politik canggih yang luar biasa besarnya.

Namun, segala tipu muslihat itu pasti akan terbongkar. Masyarakat Indonesia saat ini sudah cerdas. Mereka pasti bisa membedakan parpol yang berjuang demi kepentingan rakyat dengan yang tidak.


Baca yaa Linknya:

Kasus BLBI Akan Terkuak Kembali
http://myzone.okezone.com/content/re...erkuak-kembali

Usut BLBI, KPK Telusuri Rapat Kabinet Era Megawati
http://nasional.kompas.com/read/2013...t.Era.Megawati

emoticon-Matabelo emoticon-Matabelo

0
760
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan