- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Sejarah Para Nabi [As Narrated in the Holy Quran, Compared with the Bible]
TS
sons.of.abay
Sejarah Para Nabi [As Narrated in the Holy Quran, Compared with the Bible]
Bismillah...
Terimakasih sudah berkunjung ke Thread son.of.abay
Berikut adalah pembahasan mengenai :
Sejarah Para Nabi
[As Narrated in the Holy Quran, Compared with the Bible]
Berdasarkan sumber dari buku :
Nabi Adam As
Terimakasih sudah berkunjung ke Thread son.of.abay
Berikut adalah pembahasan mengenai :
Sejarah Para Nabi
[As Narrated in the Holy Quran, Compared with the Bible]
Spoiler for No Repost:
Berdasarkan sumber dari buku :
Spoiler for Sumber:
Nabi Adam As
Spoiler for Sejarahnya:
Riwayat Nabi Adam dalam Qur’an Suci sesungguhnya cerita tentang manusia pada umumnya, namun juga cerita tentang manusia hebat, yakni nabi. Hakekatnya ini adalah gambaran manusia. Qur’an Suci tidak menyebutkan bilamana Adam dilahirkan atau bagaimana dilahirkan; ia tidak pernah dinyatakan sebagai manusia pertama. Seorang ulama besar Muslim, Muhammad ibn ‘Ali al Baqir, seorang dari duabelas Imam Shiah, dilaporkan telah berkata bahwa “jutaan Adam telah berlalu sebelum kedatangan Adam bapak kita.
Ibn ‘Arabi, pimpinan Sufi, menulis dalam karya besarnya Futuhat, empat puluh ribu tahun yang lalu sebelum Adam kita telah ada Adam yang lain. Lagi, Qur’an Suci tidak menyatakan bagaimana Adam dijadikan. Ia menolak teori Alkitab tentang penciptaannya. Ia berkata sesungguhnya Adam dijadikan dari tanah, tetapi lebih lanjut dikatakan semua manusia diciptakan dari tanah:
“Wahai manusia, jika kamu ragu-ragu tentang Hari Kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah, lalu dari benih manusia, lalu segumpal darah, lalu segumpal daging ...”(22:5)
Dia ialah Yang menciptakan kamu dari tanah, lalu dari benih hidup yang kecil, lalu dari segumpal darah, lalu ia mengeluarkan kamu sebagai anak-anak” (40:67) Tanah adalah tingkat pertama terjadinya manusia, dan setiap orang pun dijadikan dari tanah.
Bagaimana mungkin? Qur’an Suci itu sendiri yang menjelaskan:
“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari sari pati tanah liat. Lalu itu Kami jadikan benih manusia dalam sebuah tempat yang kokoh” (23:12, 13)
“Dan Ia mengawali terciptanya manusia dari tanah. Lalu Ia membuat keturunannya dari sari, dari air yang hina. Lalu Ia buat itu sempurna, dan Ia tiupkan di dalamnya sebagian ruh Nya, dan Ia berikan kepada kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) sedikit sekali apa yang kamu syukuri.” (32:7 - 9)
Jadi terciptanya manusia dari tanah berarti diciptakannya dari sari pati tanah, suatu sari pati yang muncul sebagai benih kehidupan, karena dari bumilah datangnya makanan yang selanjutnya melalui berbagai proses menjadi benih kehidupan.
Setelah itu secara langsung Qur’an Suci membicarakan ruh Ilahi yang ditiupkan ke setiap manusia, dan ruh inilah yang tidak sama dengan nyawa binatang karena ruh inilah manusia mampu membedakan benar dan salah, atau ruh manusia inilah yang mampu mempertimbangkan, dan ini secara langsung dinyatakan dengan kata-kata:“Dan Ia berikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati.”
Tidak satu pun Qur’an menerima pernyataan Alkitab bahwa Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam. Tidak ragu lagi dinyatakan Qur’an Suci bahwa terciptanya manusia: “Dari jiwa satu, dan menciptakan jodohnya dari (jenis) yang sama” (4:1); dan makna kejadian dari jenis yang sama atau sama sari patinya, pada bagian lain dikatakan jodoh atau istri diciptakan untuk semua manusia dari mereka sendiri. Bahasa Arabnya, Anfus, berarti jiwa atau jenis.
“Dan Allah telah membuat untuk kamu istri dari diri kamu sendiri” (16:72)
“Dan di antara tanda bukti Nya ialah, bahwa Ia menciptakan untuk kamu jodoh dari jenis kamu, agar kamu menemukan ketenteraman pada mereka, dan Ia membuat diantara kamu cinta dan kasih.” ((30:21)
Setan yang menjadi musuh Adam, adalah karakteristik utama dari kisah Adam yang diberikan Qur’an Suci, disebutkan dalam tujuh tempat yang berbeda, yakni, empat kali pada wahyu Makiyah awal (38:71-85; 17:61-65; 18:50; 20:116-124); dua kali pada wahyu Makiyah akhir (15:26-44; 7:11-25); dan sekali pada wahyu Madaniyah awal (2:30-39).
Untuk memperoleh makna yang sesung guhnya dari kisah tersebut, adalah perlu membandingkan berbagai pernyataan yang sama atau mirip masalahnya. Butir pertama tentang pernyataan Allah yang akan menciptakan Adam atau manusia:
“Tatkala Tuhan dikau berkata kepada malaikat. Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah” (38:71)
“Dan tatkala Tuhan dikau berkata kepada malaikat: Sesungguhnya Aku menciptakanmanusia dari tanah liat yang kering, dari lumpur hitam yang dibentuk.” (15:28)
“Dan tatkala Tuhan dikau berfirman kepada malaikat, Aku akan menempatkan
seorang yang memerintah di bumi.” (2:30)
Pada dua ayat pertama yang disebutkan, dibicarakan secara sederhana akan
diciptakan manusia, sementara pada ayat ketiga menjadikan seorang yang memerintah di bumi. Pertama menggambarkan dua penjelasan umum tentang penciptaan manusia, dan ketiga secara khusus , kesemuanya dapat diterapkan ke seluruh umat manusia dan bukan Adam sendiri, dan oleh sebab itu, ini sejarah setiap manusia. Menjadikan manusia penguasa menunjukkan tingginya tempat yang dapat dicapai di bumi, tidak hanya menguasai binatang, tetapi juga kekuatan alam sebagaimana dinyatakan Qur’an:
“Allah ialah Yang membuat lautan untuk melayani kamu, agar kapal-kapal meluncur di sana dengan perintah Nya ... Dan Ia membuat apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya untuk melayani kamu, dari Dia sendiri.” (45:12, 13)
Hanya satu kejadian yang menggam barkan sisi gelap dari gambaran manusia:
“Apakah Engkau akan menempatkan di sana seorang yang membuat kerusakan di sana dan menumpahkan darah?” (2:30)
Tetapi sisi terang dari gambaran tersebut diberikan dalam berbagai bentuk.
Pada wahyu awal kami memperoleh:
“Maka tatkala Aku menyempurnakan itu dan meniupkan di dalamnya sebagian roh Ku.” (38:72; 15:29), sebuah gambaran yang langsung diterapkan ke setiap manusia dalam 32:92.
Lebih lanjut, manusia diberikan kemampuan yang sangat luas untuk dapat memerintah dengan kata-kata: “Dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama” (2:31), pengetahuan yang tidak diberikan sekalipun kepada malaikat (2:32).
Pada ilmu pengetahuan inilah terletak kekuatan manusia, malaikat pun tunduk pada perintah Adam sebagaimana dinyatakan dua ayat di atas. Perintah kepada malaikat untuk tunduk kepada Adam, menunjukkan bahwa manusia diletakkan di atas malaikat, dan di bawah Tuhan kedudukannya di muka bumi. Namun kemampuan memperoleh pengetahuan yang diberikan kepadanya, akan lambat sesuai usahanya; dan cahaya ruh Ilahi yang ada didalam dirinya jika digunakan akan meningkat keunggulannya. Seperti halnya dalam dunia fisik, pengetahuan tersebut dapat membuka bidang baru dari perkembangan sebelumnya, demikian juga dalam dunia rohani, pengetahuan Ilahi akan terbuka sebelum manusia mencapai kehidupan yang lebih tinggi. Manifestasi seluruhnya akan dimulai pada hari Pembalasan.
Malaikat tunduk pada Adam ada tujuh kali disebutkan, kecuali Iblis yang menolaknya. Iblis adalah nama diri dari setan, dan dalam 18:50 dikatakan sebagai jin atau zat yang tidak terlihat pada tingkatan rendah, hal ini berbeda dengan malaikat atau zat yang tidak terlihat pada tingkatan tinggi.
Zat yang tidak terlihat dihubungkan dengan kehidupan rohani manusia, malaikat mengajak manusia kepada kebaikan, dan setan mendorong berkobarnya hawa nafsu manusia dan jadinya menghambat kemajuan ke kehidupan yang lebih tinggi (lihat 50:21), di mana setan mengajak pada kejahatan dan malaikat memanggil pada kebaikan atau disebut juga saksi.
Jadi dikatakan setan menolak bersujud kepada Adam atau manusia, berarti manusia yang dibelenggu setan sesungguhnya menghalangi kemajuan dirinya, dan untuk mempertahankan kehidupan yang lebih tinggi adalah perlu setan itu dikalahkan atau hawa nafsu yang berkobar dalam diri manusia harus ditundukkan.
Hal ini sangat bermakna sebagaimana dijelaskan Nabi Suci tentang dirinya ketika ada pertanyaan apakah setan itu ada pada setiap orang termasuk beliau, dan dijawab ya serta menambahkan:
“Tetapi Allah menolong saya mengalahkannya sehingga ia pun tunduk.” Setan dan keturunannya, oleh sebab itu disebut musuh manusia (18:50), karena manusia harus terus melawan sehingga musuh tunduk kepadanya.
Butir berikutnya disebutkan bahwa Adam dan istrinya berada pertama kali di suatu taman (20:117; 7:19; 2:35), suatu gambaran yang jika diberikan pada seseorang untuk menempati:
“Sesungguhnya engkau di sana tak akan kelaparan dan tak pula telanjang. Dan di sana engkau tak akan dahaga dan tak pula kepanasan oleh terik matahari.”(20:118,119)
Pada tempat lain dikatakan bahwa Adam dan istrinya, “dan makanlah di sana (makanan) yang berlimpah-limpah mana yang kamu sukai” (2:35, 7:19). Setan menggoda Adam, “setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka” (7:20;20 ; 120) Perlu diperhatikan bahwa dari seluruh rincian kisah ini, bahwa Qur’an Suci menolak pernyataan Alkitab. Ia tidak menyebutkan ular “lebih licik dari setiap binatang yang ada di hutan” yang datang dan berkata pada orang lain (Adam). Sama sekali tidak pernah disebutkan ular dalam Qur’an.
Setan hanya membisikkan bisikan jahat kepada Adam atau keduanya Adam dan Hawa, sebagaimana ia pun membisikkan bisikan jahat ke setiap putra dan putri Adam. Oleh bisikan jahat setan ini, manusia berfikir bahwa pohon larangan “pohon kekekalan dan kerajaan yang tak mengalami kerusakan” (20:120) Dan bisikan itu: “Tuhan kamu melarang kamu dari pohon ini, agar kamu tidak menjadi malaikat atau menjadi kekal” (7:20) Jadi “ia menjatuhkan mereka dengan tipu daya” (7:22), dan mereka berdua memakan pohon itu. Dan apa akibatnya ?
“Maka makanlah mereka (Adam dan isterinya) sebagian itu, lalu kelihatanlah olehmereka aib mereka, dan mereka mulai menutupi diri mereka dengan daun-daunandari kebun” (20:121; 7:22).
Semua ini jelas bahwa kebun di sini bukanlah kebun di dunia, tetapi menunjukkan suasana yang tenang dan damai yang didalamnya tidak ada pergulatan.
Pohon tersebut tidak dapat selalu diartikan sebagai “pohon ini” karena sekedar disebutkan dalam ayat, atau jikalau ia pohon yang kita kenal dengan baik maka diperlukan penjelasan. Ini memberi petunjuk bahwa pohon tersebut dikenal sebagai pohon perbuatan, karena baik kejahatan maupun kebaikan dibandingkan kedua pohon dalam 14:24-25 dan tempat lainnya.
Lebih lanjut kerjasama dengan setan ini digambarkan sebagai "pohon kekekalan” (20:120), dengan tipuannya kepada manusia (7:22), menunjukkan
sesungguhnya pohon tersebut membawa kematian, yakni pohon kejahatan.
Petunjuk lain mengenai hakekat pohon ini dijelaskan 7:22 dan 20:121, di mana hasilnya setelah memakan dari pohon itu terus merasa terusir aib menjadi terang bagi mereka. Jelaslah bahwa kesadaran manusia setelah berbuat salah, maka merasa ada sesuatu yang tak layak didalam dirinya.
Upaya “menutupi dirinyadengan daun-daun taman” (7:22; 20:121) adalah dorongan untuk menutup diri dari manusia karena kesalahan yang telah di lakukan. Kenyataannya, di segala keadaan tanpa keraguan ketika Qur’an berbicara langsung tentang dua jenis pakaian, pakaian jasmani “untuk menutupi aib engkau dan mengenakan keindahan”, dan pakaian rohani “pakaian yang menjaga diri dari kejahatan-- itulah yang terbaik” (7:26); dan dalam hal yang sama langsung berlaku untuk seluruh manusia:
“Wahai para putera Adam, janganlah sekali-kali kamu terkena godaan setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan orang tua kamu dari Taman, merenggut dari mereka pakaian mereka agar ia perlihatkan kepada mereka aib mereka. Sesungguhnya ia melihat kamu, ia dan pasukannya, dari tempat yang kamu tak melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan sebagai kawan bagi orang-orang yang tak beriman.” (7:27)
Pada ayat selanjutnya, dibicarakan ketidaksenonohan yang dilakukan orang yang tidak beriman, dan jelaslah bahwa komentar tentang pohon kejahatan,
Qur’an Suci mengatakan sebagai pohon ini. Jika ini dipertegas lagi, maka taman yang dibicarakan adalah taman rohani, taman kedamaian, sebagaimana telah dibi carakan. Gambaran sebagai taman dimana manusia tidak merasa lapar (20:118), dan pada waktu yang sama makan dari
makanan yang berlimpah (2:35), membawa kepada kesimpulan yang sama.
Bahwa Qur’an membicarakan kebenaran rohani secara kiasan jelas dalam
20:124:“Dan barangsiapa berpaling dari Peringatan Ku, maka sesungguhnya ia akan mengalami kehidupan yang sempit, dan ia akan Kami bangkitkan pada hari kiamat dengan buta (matanya).”
Kehidupan di sini jelas menunjukkan kehidupan spiritual. Sebagai akibat rangsangan kepada kejahatan, maka setan menghasut nafsu rendah manusia, sehingga ia terusir dari taman selamanya:
“Keluarlah dari sana, sesungguhnya engkau itu diusir. Dan sesungguhnya laknat Ku menimpa engkau sampai hari pembalasan”
(38:77, 78; 15:34, 35)
Adam yang tidak patuh pada perintah Ilahi karena terlupa dan bukan niat, juga dikeluarkan dari taman, tetapi hanya sementara, untuk berjuang mengalahkan setan, yakni musuhnya:
Sesungguhnya Kami dahulu telah memberi perintah kepada Adam, tetapi ia lupa; dan Kami tak menemukan dia orang yang mengambil keputusan (untuk mendurhaka). “Pergilah! Sebagian kamu adalah musuh sebagian yang lain. Dan bagi kamu adalah tempat tinggal di bumi dan perlengkapan untuk sementara waktu.” (2:36)
“Pergilah dari sana, kamu sekalian; sebagian kamu adalah musuh sebagian yang lain.” (20:123)
Perjuangan terhadap setan adalah tujuan diciptakan manusia untuk mencapai taman. Manusia diberikan kekuatan, bahkan dapat memerintah malaikat. Oleh sebab itu, menjadikan setan agar tunduk kepada dirinya, dan yang telah mengeluarkannya dari taman, merupakan perjuangan ini menjadi penting sekali. Melalui perjuangannya itu, dan melalui bantuan cahaya wahyu Ilahi, maka ia akan memperoleh taman secara abadi, dan tidak akan diusir dari situ. Ia kembali kepada Tuhan, dan memohon bantuan dari sumber kekuatan dalam mengalahkan setan:
“Mereka berdua berkata: Tuhan kami, kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami; dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan tak berbelas kasih kepada kami, niscaya kami menjadi golongan orang yang rugi.” (7:23)
“Lalu Adam menerima firman (wahyu) dari Tuhannya dan Ia kembali (kasih sayang) kepadanya.” (2:37)
“Lalu Tuhannya memilih dia, maka Ia kembali (kasih sayang) dan memberi petunjuk (kepadanya)” (20:122)
Dan jika Adam dalam arti perorangan ini benar, maka kebenaran itu pula berlaku untuk manusia secara umum. Bersatunya dengan zat Ilahi diperoleh
melalui wahyu Nya akan membawa manusia mampu menundukkan setan, pada keadaan ini tidak ada rasa takut terhadap setan, atau pun tidak tunduk kepada kejahatan yang membawa dukacita:
“Sesungguhnya akan datang kepada kamu petunjuk dari pada Ku, lalu barangsiapa mengikuti petunjuk Ku, tak ada ketakutan akan menimpa mereka, dan mereka tak akan susah.” (2:38)
“Maka sesungguhnya akan datang kepada kamu petunjuk dari Ku, lalu barang siapa mengikuti petunjuk Ku, ia tak akan sesat dan tak pula akan celaka.” (20:123)
Setiap orang yang menyimak dengan hati-hati rincian dari kisah ini, menafsir kan kiasan yang ada, menggarisbawahi maksud yang terpendam bahwa setiap manusia harus berjuang mengalahkan hawa nafsu sampai ia menguasainya tidak dapat serta merta mengatakan ide Qur’an Suci berhutang pada Alkitab tentang kisah Adam.
Pelajaran yang bermanfaat itu tidak akan ditemukan dalam Alkitab, apalagi tentang keindahan pelajaran kerohanian tersebut. Bagaimana manusia mampu mengalahkan setan, dan bagaimana manusia mampu menundukkan nafsu kebinatangannya sehingga mampu meningkat ke taraf ketinggian rohani
sebagaimana tujuan manusia diciptakan. Ini hanya ada dalam Qur’an Suci.
Ibn ‘Arabi, pimpinan Sufi, menulis dalam karya besarnya Futuhat, empat puluh ribu tahun yang lalu sebelum Adam kita telah ada Adam yang lain. Lagi, Qur’an Suci tidak menyatakan bagaimana Adam dijadikan. Ia menolak teori Alkitab tentang penciptaannya. Ia berkata sesungguhnya Adam dijadikan dari tanah, tetapi lebih lanjut dikatakan semua manusia diciptakan dari tanah:
“Wahai manusia, jika kamu ragu-ragu tentang Hari Kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah, lalu dari benih manusia, lalu segumpal darah, lalu segumpal daging ...”(22:5)
Dia ialah Yang menciptakan kamu dari tanah, lalu dari benih hidup yang kecil, lalu dari segumpal darah, lalu ia mengeluarkan kamu sebagai anak-anak” (40:67) Tanah adalah tingkat pertama terjadinya manusia, dan setiap orang pun dijadikan dari tanah.
Bagaimana mungkin? Qur’an Suci itu sendiri yang menjelaskan:
“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari sari pati tanah liat. Lalu itu Kami jadikan benih manusia dalam sebuah tempat yang kokoh” (23:12, 13)
“Dan Ia mengawali terciptanya manusia dari tanah. Lalu Ia membuat keturunannya dari sari, dari air yang hina. Lalu Ia buat itu sempurna, dan Ia tiupkan di dalamnya sebagian ruh Nya, dan Ia berikan kepada kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) sedikit sekali apa yang kamu syukuri.” (32:7 - 9)
Jadi terciptanya manusia dari tanah berarti diciptakannya dari sari pati tanah, suatu sari pati yang muncul sebagai benih kehidupan, karena dari bumilah datangnya makanan yang selanjutnya melalui berbagai proses menjadi benih kehidupan.
Setelah itu secara langsung Qur’an Suci membicarakan ruh Ilahi yang ditiupkan ke setiap manusia, dan ruh inilah yang tidak sama dengan nyawa binatang karena ruh inilah manusia mampu membedakan benar dan salah, atau ruh manusia inilah yang mampu mempertimbangkan, dan ini secara langsung dinyatakan dengan kata-kata:“Dan Ia berikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati.”
Tidak satu pun Qur’an menerima pernyataan Alkitab bahwa Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam. Tidak ragu lagi dinyatakan Qur’an Suci bahwa terciptanya manusia: “Dari jiwa satu, dan menciptakan jodohnya dari (jenis) yang sama” (4:1); dan makna kejadian dari jenis yang sama atau sama sari patinya, pada bagian lain dikatakan jodoh atau istri diciptakan untuk semua manusia dari mereka sendiri. Bahasa Arabnya, Anfus, berarti jiwa atau jenis.
“Dan Allah telah membuat untuk kamu istri dari diri kamu sendiri” (16:72)
“Dan di antara tanda bukti Nya ialah, bahwa Ia menciptakan untuk kamu jodoh dari jenis kamu, agar kamu menemukan ketenteraman pada mereka, dan Ia membuat diantara kamu cinta dan kasih.” ((30:21)
Setan yang menjadi musuh Adam, adalah karakteristik utama dari kisah Adam yang diberikan Qur’an Suci, disebutkan dalam tujuh tempat yang berbeda, yakni, empat kali pada wahyu Makiyah awal (38:71-85; 17:61-65; 18:50; 20:116-124); dua kali pada wahyu Makiyah akhir (15:26-44; 7:11-25); dan sekali pada wahyu Madaniyah awal (2:30-39).
Untuk memperoleh makna yang sesung guhnya dari kisah tersebut, adalah perlu membandingkan berbagai pernyataan yang sama atau mirip masalahnya. Butir pertama tentang pernyataan Allah yang akan menciptakan Adam atau manusia:
“Tatkala Tuhan dikau berkata kepada malaikat. Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah” (38:71)
“Dan tatkala Tuhan dikau berkata kepada malaikat: Sesungguhnya Aku menciptakanmanusia dari tanah liat yang kering, dari lumpur hitam yang dibentuk.” (15:28)
“Dan tatkala Tuhan dikau berfirman kepada malaikat, Aku akan menempatkan
seorang yang memerintah di bumi.” (2:30)
Pada dua ayat pertama yang disebutkan, dibicarakan secara sederhana akan
diciptakan manusia, sementara pada ayat ketiga menjadikan seorang yang memerintah di bumi. Pertama menggambarkan dua penjelasan umum tentang penciptaan manusia, dan ketiga secara khusus , kesemuanya dapat diterapkan ke seluruh umat manusia dan bukan Adam sendiri, dan oleh sebab itu, ini sejarah setiap manusia. Menjadikan manusia penguasa menunjukkan tingginya tempat yang dapat dicapai di bumi, tidak hanya menguasai binatang, tetapi juga kekuatan alam sebagaimana dinyatakan Qur’an:
“Allah ialah Yang membuat lautan untuk melayani kamu, agar kapal-kapal meluncur di sana dengan perintah Nya ... Dan Ia membuat apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya untuk melayani kamu, dari Dia sendiri.” (45:12, 13)
Hanya satu kejadian yang menggam barkan sisi gelap dari gambaran manusia:
“Apakah Engkau akan menempatkan di sana seorang yang membuat kerusakan di sana dan menumpahkan darah?” (2:30)
Tetapi sisi terang dari gambaran tersebut diberikan dalam berbagai bentuk.
Pada wahyu awal kami memperoleh:
“Maka tatkala Aku menyempurnakan itu dan meniupkan di dalamnya sebagian roh Ku.” (38:72; 15:29), sebuah gambaran yang langsung diterapkan ke setiap manusia dalam 32:92.
Lebih lanjut, manusia diberikan kemampuan yang sangat luas untuk dapat memerintah dengan kata-kata: “Dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama” (2:31), pengetahuan yang tidak diberikan sekalipun kepada malaikat (2:32).
Pada ilmu pengetahuan inilah terletak kekuatan manusia, malaikat pun tunduk pada perintah Adam sebagaimana dinyatakan dua ayat di atas. Perintah kepada malaikat untuk tunduk kepada Adam, menunjukkan bahwa manusia diletakkan di atas malaikat, dan di bawah Tuhan kedudukannya di muka bumi. Namun kemampuan memperoleh pengetahuan yang diberikan kepadanya, akan lambat sesuai usahanya; dan cahaya ruh Ilahi yang ada didalam dirinya jika digunakan akan meningkat keunggulannya. Seperti halnya dalam dunia fisik, pengetahuan tersebut dapat membuka bidang baru dari perkembangan sebelumnya, demikian juga dalam dunia rohani, pengetahuan Ilahi akan terbuka sebelum manusia mencapai kehidupan yang lebih tinggi. Manifestasi seluruhnya akan dimulai pada hari Pembalasan.
Malaikat tunduk pada Adam ada tujuh kali disebutkan, kecuali Iblis yang menolaknya. Iblis adalah nama diri dari setan, dan dalam 18:50 dikatakan sebagai jin atau zat yang tidak terlihat pada tingkatan rendah, hal ini berbeda dengan malaikat atau zat yang tidak terlihat pada tingkatan tinggi.
Zat yang tidak terlihat dihubungkan dengan kehidupan rohani manusia, malaikat mengajak manusia kepada kebaikan, dan setan mendorong berkobarnya hawa nafsu manusia dan jadinya menghambat kemajuan ke kehidupan yang lebih tinggi (lihat 50:21), di mana setan mengajak pada kejahatan dan malaikat memanggil pada kebaikan atau disebut juga saksi.
Jadi dikatakan setan menolak bersujud kepada Adam atau manusia, berarti manusia yang dibelenggu setan sesungguhnya menghalangi kemajuan dirinya, dan untuk mempertahankan kehidupan yang lebih tinggi adalah perlu setan itu dikalahkan atau hawa nafsu yang berkobar dalam diri manusia harus ditundukkan.
Hal ini sangat bermakna sebagaimana dijelaskan Nabi Suci tentang dirinya ketika ada pertanyaan apakah setan itu ada pada setiap orang termasuk beliau, dan dijawab ya serta menambahkan:
“Tetapi Allah menolong saya mengalahkannya sehingga ia pun tunduk.” Setan dan keturunannya, oleh sebab itu disebut musuh manusia (18:50), karena manusia harus terus melawan sehingga musuh tunduk kepadanya.
Butir berikutnya disebutkan bahwa Adam dan istrinya berada pertama kali di suatu taman (20:117; 7:19; 2:35), suatu gambaran yang jika diberikan pada seseorang untuk menempati:
“Sesungguhnya engkau di sana tak akan kelaparan dan tak pula telanjang. Dan di sana engkau tak akan dahaga dan tak pula kepanasan oleh terik matahari.”(20:118,119)
Pada tempat lain dikatakan bahwa Adam dan istrinya, “dan makanlah di sana (makanan) yang berlimpah-limpah mana yang kamu sukai” (2:35, 7:19). Setan menggoda Adam, “setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka” (7:20;20 ; 120) Perlu diperhatikan bahwa dari seluruh rincian kisah ini, bahwa Qur’an Suci menolak pernyataan Alkitab. Ia tidak menyebutkan ular “lebih licik dari setiap binatang yang ada di hutan” yang datang dan berkata pada orang lain (Adam). Sama sekali tidak pernah disebutkan ular dalam Qur’an.
Setan hanya membisikkan bisikan jahat kepada Adam atau keduanya Adam dan Hawa, sebagaimana ia pun membisikkan bisikan jahat ke setiap putra dan putri Adam. Oleh bisikan jahat setan ini, manusia berfikir bahwa pohon larangan “pohon kekekalan dan kerajaan yang tak mengalami kerusakan” (20:120) Dan bisikan itu: “Tuhan kamu melarang kamu dari pohon ini, agar kamu tidak menjadi malaikat atau menjadi kekal” (7:20) Jadi “ia menjatuhkan mereka dengan tipu daya” (7:22), dan mereka berdua memakan pohon itu. Dan apa akibatnya ?
“Maka makanlah mereka (Adam dan isterinya) sebagian itu, lalu kelihatanlah olehmereka aib mereka, dan mereka mulai menutupi diri mereka dengan daun-daunandari kebun” (20:121; 7:22).
Semua ini jelas bahwa kebun di sini bukanlah kebun di dunia, tetapi menunjukkan suasana yang tenang dan damai yang didalamnya tidak ada pergulatan.
Pohon tersebut tidak dapat selalu diartikan sebagai “pohon ini” karena sekedar disebutkan dalam ayat, atau jikalau ia pohon yang kita kenal dengan baik maka diperlukan penjelasan. Ini memberi petunjuk bahwa pohon tersebut dikenal sebagai pohon perbuatan, karena baik kejahatan maupun kebaikan dibandingkan kedua pohon dalam 14:24-25 dan tempat lainnya.
Lebih lanjut kerjasama dengan setan ini digambarkan sebagai "pohon kekekalan” (20:120), dengan tipuannya kepada manusia (7:22), menunjukkan
sesungguhnya pohon tersebut membawa kematian, yakni pohon kejahatan.
Petunjuk lain mengenai hakekat pohon ini dijelaskan 7:22 dan 20:121, di mana hasilnya setelah memakan dari pohon itu terus merasa terusir aib menjadi terang bagi mereka. Jelaslah bahwa kesadaran manusia setelah berbuat salah, maka merasa ada sesuatu yang tak layak didalam dirinya.
Upaya “menutupi dirinyadengan daun-daun taman” (7:22; 20:121) adalah dorongan untuk menutup diri dari manusia karena kesalahan yang telah di lakukan. Kenyataannya, di segala keadaan tanpa keraguan ketika Qur’an berbicara langsung tentang dua jenis pakaian, pakaian jasmani “untuk menutupi aib engkau dan mengenakan keindahan”, dan pakaian rohani “pakaian yang menjaga diri dari kejahatan-- itulah yang terbaik” (7:26); dan dalam hal yang sama langsung berlaku untuk seluruh manusia:
“Wahai para putera Adam, janganlah sekali-kali kamu terkena godaan setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan orang tua kamu dari Taman, merenggut dari mereka pakaian mereka agar ia perlihatkan kepada mereka aib mereka. Sesungguhnya ia melihat kamu, ia dan pasukannya, dari tempat yang kamu tak melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan sebagai kawan bagi orang-orang yang tak beriman.” (7:27)
Pada ayat selanjutnya, dibicarakan ketidaksenonohan yang dilakukan orang yang tidak beriman, dan jelaslah bahwa komentar tentang pohon kejahatan,
Qur’an Suci mengatakan sebagai pohon ini. Jika ini dipertegas lagi, maka taman yang dibicarakan adalah taman rohani, taman kedamaian, sebagaimana telah dibi carakan. Gambaran sebagai taman dimana manusia tidak merasa lapar (20:118), dan pada waktu yang sama makan dari
makanan yang berlimpah (2:35), membawa kepada kesimpulan yang sama.
Bahwa Qur’an membicarakan kebenaran rohani secara kiasan jelas dalam
20:124:“Dan barangsiapa berpaling dari Peringatan Ku, maka sesungguhnya ia akan mengalami kehidupan yang sempit, dan ia akan Kami bangkitkan pada hari kiamat dengan buta (matanya).”
Kehidupan di sini jelas menunjukkan kehidupan spiritual. Sebagai akibat rangsangan kepada kejahatan, maka setan menghasut nafsu rendah manusia, sehingga ia terusir dari taman selamanya:
“Keluarlah dari sana, sesungguhnya engkau itu diusir. Dan sesungguhnya laknat Ku menimpa engkau sampai hari pembalasan”
(38:77, 78; 15:34, 35)
Adam yang tidak patuh pada perintah Ilahi karena terlupa dan bukan niat, juga dikeluarkan dari taman, tetapi hanya sementara, untuk berjuang mengalahkan setan, yakni musuhnya:
Sesungguhnya Kami dahulu telah memberi perintah kepada Adam, tetapi ia lupa; dan Kami tak menemukan dia orang yang mengambil keputusan (untuk mendurhaka). “Pergilah! Sebagian kamu adalah musuh sebagian yang lain. Dan bagi kamu adalah tempat tinggal di bumi dan perlengkapan untuk sementara waktu.” (2:36)
“Pergilah dari sana, kamu sekalian; sebagian kamu adalah musuh sebagian yang lain.” (20:123)
Perjuangan terhadap setan adalah tujuan diciptakan manusia untuk mencapai taman. Manusia diberikan kekuatan, bahkan dapat memerintah malaikat. Oleh sebab itu, menjadikan setan agar tunduk kepada dirinya, dan yang telah mengeluarkannya dari taman, merupakan perjuangan ini menjadi penting sekali. Melalui perjuangannya itu, dan melalui bantuan cahaya wahyu Ilahi, maka ia akan memperoleh taman secara abadi, dan tidak akan diusir dari situ. Ia kembali kepada Tuhan, dan memohon bantuan dari sumber kekuatan dalam mengalahkan setan:
“Mereka berdua berkata: Tuhan kami, kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami; dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan tak berbelas kasih kepada kami, niscaya kami menjadi golongan orang yang rugi.” (7:23)
“Lalu Adam menerima firman (wahyu) dari Tuhannya dan Ia kembali (kasih sayang) kepadanya.” (2:37)
“Lalu Tuhannya memilih dia, maka Ia kembali (kasih sayang) dan memberi petunjuk (kepadanya)” (20:122)
Dan jika Adam dalam arti perorangan ini benar, maka kebenaran itu pula berlaku untuk manusia secara umum. Bersatunya dengan zat Ilahi diperoleh
melalui wahyu Nya akan membawa manusia mampu menundukkan setan, pada keadaan ini tidak ada rasa takut terhadap setan, atau pun tidak tunduk kepada kejahatan yang membawa dukacita:
“Sesungguhnya akan datang kepada kamu petunjuk dari pada Ku, lalu barangsiapa mengikuti petunjuk Ku, tak ada ketakutan akan menimpa mereka, dan mereka tak akan susah.” (2:38)
“Maka sesungguhnya akan datang kepada kamu petunjuk dari Ku, lalu barang siapa mengikuti petunjuk Ku, ia tak akan sesat dan tak pula akan celaka.” (20:123)
Setiap orang yang menyimak dengan hati-hati rincian dari kisah ini, menafsir kan kiasan yang ada, menggarisbawahi maksud yang terpendam bahwa setiap manusia harus berjuang mengalahkan hawa nafsu sampai ia menguasainya tidak dapat serta merta mengatakan ide Qur’an Suci berhutang pada Alkitab tentang kisah Adam.
Pelajaran yang bermanfaat itu tidak akan ditemukan dalam Alkitab, apalagi tentang keindahan pelajaran kerohanian tersebut. Bagaimana manusia mampu mengalahkan setan, dan bagaimana manusia mampu menundukkan nafsu kebinatangannya sehingga mampu meningkat ke taraf ketinggian rohani
sebagaimana tujuan manusia diciptakan. Ini hanya ada dalam Qur’an Suci.
Sekian dulu, berikutnya akan dibahas mengenai Nabi Idris di lain kesempatan.
Dimohonkan untuk :
Terimakasih.
Wassalam.
Dimohonkan untuk :
Terimakasih.
Wassalam.
0
4.2K
Kutip
8
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan