Sosok Hilmi Aminudin sangat dihormati oleh jamaahnya. Ia merupakan pendiri gerakan dakwah atau yang diera 1980-1990-an dikenal dengan sebutan harakah tarbiyah. Kini Hilmi adalah Ketua Majelis syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di tangan Hilmi lah, keputusan partai berjargon bersih dan peduli itu ditentukan.
Hilmi akhir-akhir ini jadi sorotan setelah Yusuf Supendi membuka borok elit PKS. Yusuf, yang juga pendiri PKS itu meminta Hilmi bertanggung jawab dalam kasus penggelapan dana partai. Hilmi telah membantah tudingan Yusuf. Namun belakangan Hilmi yang dikenal sering tampil bersahaja itu diketahui memiliki vila mewah di Pagerwangi, Lembang, Jawa Barat. Kompleks vila yang diberi nama Padepokan Madani ini memiliki luas lahan 5 ribu meter ditambah perkebunan yang mengelilinginya seluas 5 hektar.
Vila Hilmi ini tidak pelak menjadi gunjingan. Bagaimana Hilmi bisa memiliki vila mewah itu?
Yusuf yang mengaku sangat mengenal Hilmi pun dibuat bertanya-tanya soal kekayaan Ketua Majelis Syuro PKS tersebut. Yusuf dan Hilmi sama-sama kuliah di Arab Saudi. Bedanya Hilmi kuliah di Universitas Islam Madinah, sementara Yusuf di Ryad. Saking akrabnya, Yusuf memanggil Hilmi dengan sebutan akang Hilmi. Sedangkan istri Hilmi, Hj Nining dipanggilnya teteh. “Saya sangat kenal banget karena saya yang mengetik skripsinya Pak Hilmi,” kata Yusuf.
Hilmi lulus kuliah dan pulang ke Indonesia sekitar tahun 1978. Pulang dari Arab Saudi, Hilmi memulai karirnya dengan berdakwah. Tapi karena Hilmi tidak memiliki Pondok Pesantren seperti kebanyakan ulama di Indonesia saat itu, Hilmi pun berdakwah dari masjid ke masjid, atau dari satu kelompok pengajian ke kelompok pengajian lainnya.
Sejak pulang dari Madinah, Hilmi mengontrak rumah di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lalu tahun 1990, Hilmi mulai tinggal di Cipinang, Kalimalang. Dan tahun 1995 membangun rumah dan tinggal di Kalimalang hingga tahun 2000. Tahun 2003-2004, Yusuf mengenang hidup Hilmi masih sederhana. Sang istri masih berjualan jilbab dan busana muslim. Yusuf tahu hal itu, karena istri Yusuf juga bersama Hj Nining berjualan busana muslim.
Namun setelah tahun 2004, kehidupan Hilmi berubah drastis. Pria yang biasa dipanggil ustad Hilmi itu memiliki vila di Anyer dan kemudian Vila di Bandung itu yang kini menjadi sorotan. “Saya tahu persis perkembangan Hilmi, ketika dulu ia punya motor, lalu bagaiaman dia ganti mobil kijang dan sekarang berkembang dengan Cherokee,” kata Yusuf.
Mengikuti perkembangan Hilmi, Yusuf merasa ada yang aneh dengan peningkatan kekayaan putra Danu Muhamad Hasan itu. Bagi Yusuf, kekayaan Hilmi sangat drastis perkembangannya. Sepengetahuan Yusuf, Hilmi bukan dari keluarga yang kaya raya. Jadi kemungkinan mendapatkan warisan sangat besar juga tipis. Keluarga istri Hilmi juga bukan keluarga berlebih. Mertua Hilmi di Cibeureum, Bandung, Jawa barat mengesankan hidupnya sederhana.
Pengamat PKS Imdhadun Rahmat menuturkan Danu yang merupakan tokoh DI/NII Kartosuwiryo bukanlah orang yang kaya raya. Apalagi bagi mantan keluarga anak buah Kartosuwiryo susah hidupnya. Mereka bergerilya di hutan, ketika menyerah kehidupan mereka pun diawasi. Dibina itu artinya tidak boleh mati tapi tidak boleh kaya. Banyak yang pada jatuh miskin.
“Saya tak tahu kalau dari sisi istrinya, kalau Pak Danu bukan orang kaya. Kalau gambaran orang kaya itu kan punya perusahaan, tanah luas, Pak Danu tidak seperti itu. Dulu ia dekat dengan tentara tapi tidak sedahsyat itu beliau memanfaatkan kedekatannya itu untuk bisa menjadi kaya raya. Karena kan setelah kasus komando jihad itu pada ditangkapi Pak Danu termasuk yang ditangkapi,” terangnya.
Selain bukan dari keluarga kaya, Hilmi pun tidak memiliki bisnis yang besar. Menurut Imdadun, Hilmi tidak memiliki background pengusaha. Sedangkan Yusuf memberi kesaksian Hilmi sebenarnya tidak boleh berbisnis. Sebab Hilmi yang menjabat sebagai Muraqib Aam, yaitu pemimpin tertinggi di jamaah Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI), Hilmi harus bekerja full time, tidak boleh nyambi kerjaan lainnya. Artinya jamaahlah yang wajib menggaji Hilmi. Tapi Hilmi tidak pernah mau digaji.
Pada 1992, pemerintah Uni Emirat Arab pernah menawarkan kafalah atau tunjangan kepada Hilmi sebesar US 3.000 per bulan. Namun Hilmi juga menolaknya dengan alasan akan menurunkan martabat dan gensi. “Pertanyaannya apakah bisnis politik tidak termasuk tijaroh? Itu yang banyak dipertanyakan orang. Saya juga bingung, di partai tidak mau digaji, bantuan dari Uni Emirat Arab tidak mau, bisnis juga nggak,” ungkap Yusuf.
Tapi meski dilarang berbisnis, Yusuf tahu Hilmi memang memiliki bisnis. Tapi kecil saja. Yakni bisnis bengkel. Dari bisnis itu, Yusuf yakin Hilmi tidak akan mungkin bisa sekaya sekarang. “Iya ada di Kalimalang, tapi berapa sih? Karena bengkel dominan bukan untuk bengkel umum, tapi untuk mobil partai. Saya tahu itu nggak seberapa,” ujar Yusuf lagi.
Yusuf mulai mempertanyakan kekayaan Hilmi pada tahun 2004. Saat itu Yusuf ke vila tersebut bersama pimpinan PKS lainnya untuk bertemu dengan Wiranto, yang saat itu maju sebagai calon presiden (capres) 2004. Yusuf meminta Hilmi agar mengklarifikasi kepemilikan vila di Anyer tersebut agar tidak menimbulkan fitnah.
�
“Pada tanggal 29 Juni 2004 malam, ketika saya bilang ke Kang Hilmi, ini villa Anyer apabila Hilmi meninggal akan menjadi masalah. Tanya Hilmi tanya Salim, saya ingat betul itu. Karena saya tahu sumber dananya, pembangunan dari mana, uang untuk berojol dan pembangunan kolam renang dari Uni Emirat Arab Rp 800 juta. Ini kalau tidak dilakukan kejelasan, kalau Hilmi meninggal dikhawatirkan akan terjadi fitnah,” kata Yusuf.
Lalu pada April 2005, Yusuf meminta kepada Dewan Syariah PKS untuk melakukan audit investigasi keuangan jamaah. Dipisahkan mana uang milik jamaah, mana milik pribadi atau partai. Tapi ternyata pertanyaan Yusuf itu membuat marah Hilmi. “Saya mempersoalkan itu karena saya sayang sama Partai dan sayang sama Hilmi,” kata Yusuf.
Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq meminta vila Hilmi baik di Anyer maupun di Lembang� tidak perlu dipersoalkan. Villa Anyer itu, kata Mahfudz, milik Yayasan Nurul Fikri, yang salah satu pendirinya Hilmi Aminuddin juga, yang saat itu dipimpin oleh Suharna. Yayasan Nurul Fikri ini sendiri sudah memiliki sekolah untuk tingkat TK dan SD di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Sementara sekolah dan pesantren untuk tingkat SMP dan SMA itu berada di Anyer, Banten.
Sedangkan vila di Lembang yang dinamai Padepokan Madani dirintis Hilmi dengan bantuan sejumlah donatur. Selain ada rumah Hilmi, di kompleks vila ini juga ada Training Center bagi kader PKS. “Beliau ini orang yang hubungannya luas. Ketika mendirikan Padepokan Madani, karena hubungan yang luas ini banyak sekali yang membantu dalam pembangunan, termasuk banyak kader yang membantu. Jadi ini sebenarnya padepokan itu proyek dakwah, karena rumahnya sendiri yang memang di areal itu, tapi� memang sangat sederhana,” ungkap Ketua Komisi I DPR ini kepada detikcom.
Imdadun punya pendapat sendiri soal asal kekayaan Hilmi. Menurut pengamat PKS itu, kekayaan Hilmi kemungkinan terkait dengan jabatannya di PKS. “Sebagai pimpinan tertinggi partai pasti beliau juga mendapatkan reward yang juga besar. Misalnya ketika anak buahnya menjadi pejabat kan pasti ada sedekahnya untuk pimpinan atau guru,” ujar Imdadun.
Pengamat dan dosen Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Yon Machmudi meminta masalah vila mewah Hilmi diklarifikasi. “Harus diklarifikasi apakah itu fasilitas pribadi atau sebagai fasilitas yang disediakan untuk menampung berbagai kegiatan partai. Saya lihat fasilitas itu dipakai untuk kegiatan-kegiatan pelatihan para fungsionaris partai. Apakah itu dibangun dengan dana pribadi saya tidak tahu informasinya,” tandasnya.
Sayang hingga kini Hilmi belum bersedia berkomentar. Ditelepon tidak diangkat. Di-SMS pun tidak membalas. Sementara didatangi di kediamannya, petugas keamanan melarang detikcom masuk dengan alasan Hilmi sedang tidak ada di rumah.
(zal/iy)
Sumur :
http://news.detik.com/read/2011/04/0...a-kaya-drastis