- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Patung Pancoran Dan Kisah Sedih Dibalik Pembuatannya


TS
abma.lanank
Patung Pancoran Dan Kisah Sedih Dibalik Pembuatannya

Sebelum kita bahas, Sekiranya Agan-agan dapat terlebih Dahulu untuk

Dan Jangan Lupa!

sesuai dengan judul diatas " Patung Pancoran Dan Kisah Sedih Dibalik Pembuatannya" langsung aja gan beritanya silahkan disimak!

cekidot
Quote:
Patung Pancoran dengan nama lain Monumen Patung Dirgantara adalah salah satu monumen patung yang terdapat di Jakarta. Sebelumnyakami pernah posting tentang makna patung patung di jakarta. Letak monumen ini berada di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Tepat di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya merupakan Markas Besar TNI Angkatan Udara. Posisinya yang strategis karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Sedangkan proses pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono. Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Pengerjaannya sempat mengalami keterlambatan karena peristiwa Gerakan 30 September PKI di tahun 1965.
Rancangan patung ini berdasarkan atas permintaan Bung Karno untuk menampilkan keperkasaan bangsa Indonesia di bidang dirgantara. Penekanan dari desain patung tersebut berarti bahwa untuk mencapai keperkasaan, bangsa Indonesia mengandalkan sifat-sifat Jujur, Berani dan Bersemangat. Total biaya pembuatan Patung Dirgantara atau Patung Pancoran pada tahun 1964 adalah 12 juta rupiah.
Biaya awal ditanggung oleh Edhi Sunarso, sang pemahat. Bung Karno menjual mobil pribadinya seharga 1 juta rupiah pada waktu itu. Pemerintah sendiri hanya membayar 5 juta rupiah. Sisanya, sebesar 6 juta rupiah, menjadi hutang pemerintah yang sampai saat ini tidak pernah terbayar.
Manusia besar dengan gagasan besar. Itu sebuah julukan lain buat Bung Karno. Ciri-ciri manusia besar, terletak pada peninggalannya yang kekal. Dalam beberapa hal, Bung Karno memenuhi kriteria itu. Ajarannya tentang Marhaenisme, penemuan ideologi Pancasila, serta semangat kebangsaan, setidaknya masih bisa kita rasakan hingga detik ini. Sekalipun ia “dikubur” tiga dasawarsa lamanya, jejak-jejak peninggalan dan karya besar Bung Karno bergeming dari gerusan zaman.
Selain ide dan gagasan berupa isme, ajaran, spirit, dan nilai-nilai sosial dan politik, Bung Karno juga mewariskan monumen-monumen. Ia menggagas pembangunan masjid Istiqlal yang ia targetkan melebihi kekokohan candi borobudur. Ia merancang tugu selamat datang di Bundaran HI yang menjadi icon ibukota. Ia mendirikan tugu pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Ia juga mengobarkan semangat bangsa melalui Patung Dirgantara di Pancoran.
Nah, yang disebut terakhir, adalah fokus tulisan ini. Boleh dibilang, itulah peninggalan terakhir Bung Karno. Digagas tahun 1965, saat matahari kekuasaannya sudah condong ke barat. Adalah pematung Edhi Sunarso yang mendapat kehormatan, mengerjakan pembuatan patung itu. Sahabat anehdidunia.com Edhi adalah pematung kesayangan Bung Karno. Ia pula yang ditunjuk membuat patung “Selamat Datang” di Bundaran HI.
Edhi ingat persis, ketika instruksi Bung Karno diterimanya. Hatinya sempat mandeg-mangu, ragu-ragu, bimbang, dan galau. Sebagai seniman patung, ia belum pernah sama sekali membuat patung dengan bahan perunggu. Sementara perintah Bung Karno jelas, ia menghendaki patung dengan bahan perunggu.
Saat raut wajahnya sulit menyembunyikan perasaan hatinya, Bung Karno segera paham. Maka, berkatalah Bung Karno kepada Edhi, “”Hey Ed, kamu punya rasa bangga berbangsa dan bernegara tidak? Apa perlu saya menyuruh seniman luar untuk mengerjakan monumen dalam negeri sendiri? Saya tidak mau kau coba-coba, kau harus sanggup.”
Waktu satu minggu yang diberikan Bung Karno, dijawab tuntas oleh Edhi dengan mengumpulkan teman-teman pematung di Yogya, dan mewujudkan harapan Bung Karno dalam replika yang terbuat dari gypsum. Gaya melambaikan tangan laiknya orang menyambut kedatangan sahabat, diperagakan langsung oleh Bung Karno. Gaya itu pula yang kemudian menjadi model pada patung Tugu Selamat Datang di bundaran HI.
Nah, lain lagi kisah Patung Dirgantara, Pancoran. Proyek itu sempat mangkrak, alias terhenti. Peristiwa 30 September 1965, adalah pemicu terancam gagalnya pembuatan patung itu. Bung Karno menghadapi hantaman dari dalam negeri. Ia didemo nyaris tiap hari. Klimaksnya adalah penolakan MPRS atas pertanggungjawaban Bung Karno, terhadap peristiwa pemberontakan PKI tadi. Buntutnya sama-sama kita ketahui, Bung Karno dilengserkan, dan Soeharto diorbitkan.
Nasib patung Dirgantara yang digagas Bung Karno sebagai simbol semangat bangsa, terombang-ambing. Meski begitu, Bung Karno bukan manusia yang meninggalkan sejarah ke-plin-plan-an. Bung Karno tidak pernah mengajarkan sikap yang kurang bertanggung jawab. Alhasil, sekalipun nasibnya sendiri di ujung tanduk. Posisinya sebagai presiden terancam. Tekanan dalam dan luar negeri menghimpit dirinya, Bung Karno tetap komit.
Ia menyempatkan diri untuk memantau perkembangan proyek patung dirgantara tadi. Kepada Bung Karno, dengan nada prihatin, Edhi melaporkan kemandegan proyek tadi. Sekalipun pedestial atau tiang penyangga patung sudah selesai, tapi pekerjaan terancam mandeg, karena pemerintahan transisi tidak menggubrisnya. Di sisi lain, dalam status tahanan politik, dalam kondisi badan yang makin ringkih digerogoti sakit ginjalnya, Bung Karno keukeuh menuntaskan proyek terakhirnya.
Edhi sendiri tak sanggup meneruskan pekerjaan itu, mengingat dirinya pun sudah dililit utang untuk pekerjaan itu. Maklumlah, semua proyek pembuatan monumen yang ia kerjakan atas perintah Bung Karno, tidak menggunakan semacam dokumen perintah resmi negara. Murni soal kepercayaan.
Atas kondisi tersebut, Bung Karno lantas memanggil Edhi dan memberinya uang Rp 1,7 juta. Belakangan Edhi baru tahu, uang itu hasil penjualan mobil pribadi Bung Karno. Dengan uang itu, sekalipun belum cukup menutup semua biaya, Edhi langsung menuntaskan pengerjaan patung Dirgantara.
Alkisah… di pagi yang cerah, di hari Minggu tanggal 21 Juni 1970, Edhie sedang berada di puncak Tugu Dirgantara. Tiba-tiba, melintas iring-iringan mobil jenazah. Salah seorang pekerja di bawah sontak memberi tahu Edhi, bahwa yang barusan lewat adalah iring-iringan mobil jenazah… jenazah Bung Karno, sang penggagas Tugu Dirgantara.
Lemas lunglai Edhi demi mendengar berita itu. Ia pun langsung turun dari puncak Tugu Dirgantara, dan menyusul ke Blitar, memberi penghormatan terakhir kepada Putra Sang Fajar.
Belum usai duka berlalu, Edhi bersemangat menuntaskan amanat terakhir Bung Karno. Sekalipun pekerjaan itu meninggalkan utang negara. Sekalipun patung itu tidak pernah diresmikan oleh pemerintahan Soeharto. Tugu Dirgantara tegar berdiri, menggelorakan semangat, mengekspresikan wajah Gatotkaca. Wajah perkasa yang menyimpan duka di balik pembuatannya.
Beberapa cerita tentang misteri acungan tangan patung pancoran
- Konon patung pancoran menunjuk sebuah tempat dimana bung karno meletakkan harta kekaya'annya yg dipercaya dapat melunasi hutang negara.
- Beberapa orang menceritakan bahwa patung ini menghadap ke sebuah pelabuhan sunda kelapa yang merupakan jantung peradaban bangsa indonesia selama di jajah belanda.
- Namun ada juga yang bilang dulu maksud di bangunnya tugu pancoran adalah untuk menyatakan bahwa kiblat politik indonesia adalah ke RUSIA arah komunis???
- Tugu pancorana punya nama asli patung dirgantara jadi arah utara yang di tunjukan oleh jari tugu pancoran tersebut adalah lokasi bandara di jakarta yang dulu ada di kemayoran jakarta sebelum di pindah kan ke cengkareng
Bagaimanapun juga cerita dari tugu pancoran atau patung pancoran tersebut, sesekali sempatkan untuk mengagumi hasil karya anak bangsa kita dan ambil hikmah postifnya bahwa tugu tersebut masih semangat tegak berdiri bagaimanapun permasalahan yang dihadapi bangsa kita ini. SEMANGAT!!! !
sumur
Profil dari Sang Pemahat Patung Dirgantara



Quote:
Nama Lengkap : Edhi Sunarso
Alias : Edhi
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Salatiga, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Sabtu, 2 Juli 1932
Zodiac : Cancer
Warga Negara : Indonesia
Istri : Kustiah
Anak : Rosa Arus Sagara, Titiana Irawani, Satya Sunarso, Sari Prasetyo Angkasa
BIOGRAFI
Dilahirkan di Salatiga, 2 Juli 1932, nama Edhi Sunarso mungkin tak banyak orang yang mengenalnya. Namun, siapa sangka dibalik namanya yang 'tak dikenal' terlahir banyak karya fenomenal yang kerap kali ditemukan di Jakarta. Sebut saja monumen selamat datang yang ada di Bundaran Hotel Indonesia, patung Pembebasan Irian Barat yang ada di Lapangan Banteng, dan patung Dirgantara yang ada di Pancoran. Ketiga patung fenomenal tersebut merupakan contoh hasil karya tangan dingin pria yang biasa dipanggil Edhi ini.
Merupakan lulusan dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI/ ASRI) lalu melanjutkan dengan mengambil kuliah di Visva Bharanti Rabindranath Tagore University, India, Edhi memulai karirnya dengan mengabdikan diri sebagai pematung yang membuat monumen-monumen bersejarah yang dapat membangkitkan rasa nasionalis masyarakat Indonesia. Sebelumnya, jauh sebelum menjadi pematung dengan banyak karya yang fenomenal, Edhi merupakan seorang tentara yang mulai terjun ke lapangan sejak usia yang relatif muda, tujuh tahun. Ia bahkan sempat dikenal sebagai salah satu pelempar granat saat serdadu NICA (Mederlandsch Indie Civil Administratie) tengah bertandang di Indonesia. Jangan tanya mengapa, Edhi kecil yang sejak umur tujuh bulan tinggal bersama budenya secara langsung mendedikasikan dirinya sebagai tentara. Ia adalah mantan pasukan Samber Nyawa Divisi I, Batalyon III, dan Resimen V Siliwangi.
Menjadi tentara yang tengah membela kedaulatan negeri sudah barang tentu Edhi juga mencicipi siksaan di penjara akibat ulahnya yang dianggap merisaukan. Di usia empat belas tahun dosen Pasca Sarjana ISI Jogjakarta tahun 1985-1990 ini harus mendekam di penjara dan menjadi tawanan perang tentara kerajaan Belanda atau biasa dikenal KNIL. Di sanalah Edhi mulai belajar menggambar dan memahat. Selain bakat yang dibawanya sejak kecil, Edhi juga belajar dan berlatih sendiri untuk mengasah keterampilannya. Tergolong pandai dan mumpuni, pada tahun 1950 Edhi bertemu dengan seniman Hendra Gunawan saat ia tengah mencari komandan dan sekawanan prajurit lain yang meninggalkannya menuju Bandung.
Bukan pertemuan biasa, nyatanya pertemuan dengan Hendra Gunawan yang berhasil membawa suami dari Kustiyah ini menyelami dunia seni khususnya seni pahat lebih mendalam. Sejak saat itu ia lebih banyak bergabung dengan seniman-seniman lain dan meninggalkan statusnya sebagai tentara militer. Berbekal dengan bakat, pengalaman, dan keberuntungan, nama Edhi melejit pada tahun 1950-an. Ia dinyatakan sebagai pemenang kedua pada lomba sayembara patung sedunia yang diadakan di London tahun 1953 menyusul kemudian mendapatkan penghargaan medali emas sebagai Karya Seni Patung Terbaik, India, berturut-turut pada tahun 1956-1957.
Berkat monumen pembebasan Irian Barat, nama Edhi mulai banyak dikenal dan dipercaya memegang kendali dalam seni pahat Indonesia saat itu. Karya-karyanya dianggap selalu menarik, historis, dan nasionalis.
Kini, era tahun 50-60-an telah berakhir, perputaran jaman semakin cepat, nama Edhi pun semakin tenggelam. Meski begitu, karyanya selalu abadi di tangan pewaris kehidupan masa kini.
Riset dan Analisa: Atiqoh Hasan
PENDIDIKAN
KARIR
PENGHARGAAN
Awards:
Karya:
Alias : Edhi
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Salatiga, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Sabtu, 2 Juli 1932
Zodiac : Cancer
Warga Negara : Indonesia
Istri : Kustiah
Anak : Rosa Arus Sagara, Titiana Irawani, Satya Sunarso, Sari Prasetyo Angkasa
BIOGRAFI
Dilahirkan di Salatiga, 2 Juli 1932, nama Edhi Sunarso mungkin tak banyak orang yang mengenalnya. Namun, siapa sangka dibalik namanya yang 'tak dikenal' terlahir banyak karya fenomenal yang kerap kali ditemukan di Jakarta. Sebut saja monumen selamat datang yang ada di Bundaran Hotel Indonesia, patung Pembebasan Irian Barat yang ada di Lapangan Banteng, dan patung Dirgantara yang ada di Pancoran. Ketiga patung fenomenal tersebut merupakan contoh hasil karya tangan dingin pria yang biasa dipanggil Edhi ini.
Merupakan lulusan dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI/ ASRI) lalu melanjutkan dengan mengambil kuliah di Visva Bharanti Rabindranath Tagore University, India, Edhi memulai karirnya dengan mengabdikan diri sebagai pematung yang membuat monumen-monumen bersejarah yang dapat membangkitkan rasa nasionalis masyarakat Indonesia. Sebelumnya, jauh sebelum menjadi pematung dengan banyak karya yang fenomenal, Edhi merupakan seorang tentara yang mulai terjun ke lapangan sejak usia yang relatif muda, tujuh tahun. Ia bahkan sempat dikenal sebagai salah satu pelempar granat saat serdadu NICA (Mederlandsch Indie Civil Administratie) tengah bertandang di Indonesia. Jangan tanya mengapa, Edhi kecil yang sejak umur tujuh bulan tinggal bersama budenya secara langsung mendedikasikan dirinya sebagai tentara. Ia adalah mantan pasukan Samber Nyawa Divisi I, Batalyon III, dan Resimen V Siliwangi.
Menjadi tentara yang tengah membela kedaulatan negeri sudah barang tentu Edhi juga mencicipi siksaan di penjara akibat ulahnya yang dianggap merisaukan. Di usia empat belas tahun dosen Pasca Sarjana ISI Jogjakarta tahun 1985-1990 ini harus mendekam di penjara dan menjadi tawanan perang tentara kerajaan Belanda atau biasa dikenal KNIL. Di sanalah Edhi mulai belajar menggambar dan memahat. Selain bakat yang dibawanya sejak kecil, Edhi juga belajar dan berlatih sendiri untuk mengasah keterampilannya. Tergolong pandai dan mumpuni, pada tahun 1950 Edhi bertemu dengan seniman Hendra Gunawan saat ia tengah mencari komandan dan sekawanan prajurit lain yang meninggalkannya menuju Bandung.
Bukan pertemuan biasa, nyatanya pertemuan dengan Hendra Gunawan yang berhasil membawa suami dari Kustiyah ini menyelami dunia seni khususnya seni pahat lebih mendalam. Sejak saat itu ia lebih banyak bergabung dengan seniman-seniman lain dan meninggalkan statusnya sebagai tentara militer. Berbekal dengan bakat, pengalaman, dan keberuntungan, nama Edhi melejit pada tahun 1950-an. Ia dinyatakan sebagai pemenang kedua pada lomba sayembara patung sedunia yang diadakan di London tahun 1953 menyusul kemudian mendapatkan penghargaan medali emas sebagai Karya Seni Patung Terbaik, India, berturut-turut pada tahun 1956-1957.
Berkat monumen pembebasan Irian Barat, nama Edhi mulai banyak dikenal dan dipercaya memegang kendali dalam seni pahat Indonesia saat itu. Karya-karyanya dianggap selalu menarik, historis, dan nasionalis.
Kini, era tahun 50-60-an telah berakhir, perputaran jaman semakin cepat, nama Edhi pun semakin tenggelam. Meski begitu, karyanya selalu abadi di tangan pewaris kehidupan masa kini.
Riset dan Analisa: Atiqoh Hasan
PENDIDIKAN
- Visva Bharanti Rabindranath Tagore University, 1955
- Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI/ ASRI), 1952
KARIR
- Pematung
- Dosen Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI/ ASRI) Jogjakarta, 1959-1967
- Dosen IKIP Jogjakarta, 1967-1981
- Dosen Pasca Sarjana ISI Jogjakarta, 1985-1990
PENGHARGAAN
Awards:
- Lomba Seni Patung Internasional, Inggris, 1953
- Medali emas sebagai Karya Seni Patung Terbaik, India, 1956-1957
- Piagam seni, Indonesia, 1984
- Piagam seni untuk karya monumental, Jogjakarta, Indonesia, 1996
- Bintang Budaya Parama Dharma, 2003
- Empu Ageng Seni Patung
Karya:
- Monumen Tugu Muda, Semarang
- Monumen Pembebasan Irian Barat, Jakarta
- Monumen Selamat Datang, Jakarta
- Monumen Dirgantara, Jakarta
- Monumen Pahlawan Nasional Kolonel Slamet Riyadi, Ambon
- Monumen Jenderal Ahmad Yani, Bandung
- Monumen Jenderal Gatot Subroto, Surakarta
- Monumen Pahlawan Samudera Yos Sudarso, Surabaya
- Monumen Pahlawan Samudera, Jakarta
- Monumen Panglima Besar Sudirman Cilangkap (Mabes TNI), Jakarta
- Monumen Panglima Besar Sudirman, Moseum PETA, Bogor
- Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Jakarta
- Monumen Yos Sudarso, Biak, Irian Barat
- Monumen Pahlawan Tak Dikenal, Digul, Papua
- Monumen Sultan Thoha Syaifudin, Jambi
- Diorama Sejarah Monumen Nasional, Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum Lubang Buaya, Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum Pancasila Sakti Lubang Buaya, Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum ABRI Satria Mandala, Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum Purba Wisesa, Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum Jogja Kembali, Jogjkarta
- Diorama Sejarah Moseum Keprajuritan Nasional (TMII), Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum Perhubungan (TMII), Jakarta
- Diorama Sejarah Moseum Tugu Pahlawan 10 November, Surabaya
- Diorama Sejarah Moseum Benteng Vredeburgh, Jogjakarta
karya-karya beliau
Spoiler for pic:










Seperti biasa gan, belum afdol kalau Picture di bawah ini tidak di Gubris










Quote:
KUNJUNGI JUGA THREAD ANE YANG LAIN GAN!!!
Hukuman untuk Koruptor di Berbagai Negara yang Membuat Koruptor Jera
ORANG MISKIN DI CINA VS ORANG MISKIN DI INDONESIA
KUMPULAN KATA-KATA BIJAK TERBARU [ngakak]
20 Penemuan benda-benda sederhana yang sangat berguna, cekidot gan!
Selamat senja pak karuptor yang budiman nan bajingan,,,
siapa yang meneruskan pertanian indonesia, kalo anak-anak petani saja tidak mau????
Diubah oleh abma.lanank 20-03-2014 17:53
0
13K
Kutip
59
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan