juandahmadAvatar border
TS
juandahmad
Sarjana Pendidikan, Riwayatmu Kini
Jika mengkaji Permendikbud no : 87 tahun 2013, bagi lulusan sarjana pendidikan dan non-kependidikan agar dapat mengajar di sekolah atau di lembaga pendidikan harus memiliki sertifikat mengajar. Sertifikat mengajar ini hanya bisa didapatkan setelah mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di perguruan tinggi LPTK yang telah ditunjuk oleh Dikti.
Dalam pernyataan Mendikbud yang dirilis dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11/2/2014), Prof. Dr. Ir Muhammad Nuh menegaskan bahwa lulusan sarjana pendidikan tidak otomatis menjadi guru profesional, untuk menjadi guru profesional harus mengikuti program pendidikan profesi guru. Maka dari itu diperlukannya program PPG ini guna lebih meningkatkan kompetensi guru, diantaranya adalah kompetensi pedagogi, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Munculnya kebijakan PPG ini berakar dari kebijakan sertifikasi/tunjangan profesi bagi guru jabatan yang pada mulanya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi guru namun justru telah banyak ditemukan beberapa penyelewengan dalam pelaksanaannya. Selain itu program sertifikasi bagi guru jabatan juga dinilai belum maksimal untuk meningkatkan kompetensi guru. “Program sertifikasi guru banyak terjadi penyelewengan, contohnya seperti hasil portofolio yang tidak asli dari beberapa guru. Kalau nama gurunya sih laki-laki, tapi kok di foto portofolio pakai gelungan, mungkin saja sedang sibuk ketika mengganti identitas dari portofolio temannya.” Demikian pernyataan Dr. Suwarjo, M. Si yang menjabat sebagai Wakil Dekan III FIP, UNY.
Sedangkan menurut Dr. Haryanto, M. Pd kebijakan PPG ini justru lebih menguntungkan bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri LPTK, sebab telah banyak ditemukan program akta mengajar liar yang diselenggarakan oleh beberapa perguruan tinggi swasta yang tidak kredibel sehingga berpengaruh terhadap kurangnya kualitas guru bersertifikasi dan terjadinya over supply bagi lulusan S1 LPTK. Demikian pernyataan Dekan FIP, UNY dalam audiensi terkait kebijakan PPG yang diselenggarakan oleh BEM FIP UNY (14/3/2014).
Namun yang sangat dikhawatirkan mahasiswa kependidikan adalah kebijakan program PPG ini berlaku juga bagi mahasiswa non-kependidikan. Hal ini menuai berbagai kecaman khususnya bagi mahasiswa kependidikan, seakan tidak ada bedanya antara kuliah kependidikan dan kuliah non-kependidikan jika keduanya memiliki peluang yang sama untuk mengikuti program PPG. Selain itu biaya program PPG yang cukup besar juga menjadi permasalahan serius bagi calon guru/pendidik. “ayahku sudah mengeluarkan biaya banyak agar aku kuliah S1 kependidikan, PPG buat kesempatan jadi guru semakin sulit, tidak mau mengecewakan orang-orang di kampung yang sudah banyak berharap.” Demikian penuturan Slamet mahasiswa FIS, UNY.
Ada beberapa tanda tanya besar dengan adanya kebijakan PPG ini. Apakah selama ini lulusan sarjana kependidikan kurang berkualitas dalam mengajar? Apakah progam PPG sudah menjadi jaminan bagi calon guru untuk menjadi PNS atau mengajar di lembaga pendidikan? Dan apakah tujuan program PPG ini benar-benar untuk meningkatkan kompetensi atau hanya komersialisasi pendidikan?
Namun, di lain sisi program PPG menjadikan profesi guru lebih sejajar dengan profesi dokter, akuntan, apoteker dan yang lainnya. Secara tidak langsung kelas sosial antara guru dan dokter setingkat. Jika ingin menjadi dokter harus mengambil program koas selama 2-3 tahun terlebih dahulu, begitu juga dengan guru. Agar menjadi guru profesional harus mengikuti program PPG terlebih dahulu. Tetapi koas hanya bisa diikuti oleh mahasiswa kedokteran, sedangkan PPG?
Bagaimana pun juga, kebijakan PPG ini sudah mulai diberlakukan di tahun 2014 dan program PPG rencananya akan dibuka untuk umum pada tahun 2015. Namun ada beberapa poin penting yang dapat ditawarkan agar kebijakan PPG ini ditinjau kembali, diantaranya adalah :

1. PPG diberlakukan bagi mahasiswa baru tahun 2014, sehingga calon mahasiswa dapat mengetahui dahulu syarat legalitas apa saja untuk menjadi guru.
2. PPG diberlakukan bagi mahasiswa non-kependidikan/ilmu murni. Kembali seperti program akta-4 yang telah dihapus pada tahun 2005. Atau,
3. PPG hanya diberlakukan bagi mahasiswa kependidikan saja.
4. Biaya ‘gratis’ bagi mahasiswa lulusan kependidikan untuk mengikuti PPG. Atau,
5. Hapus PPG.
Mungkin saja dengan munculnya kebijakan PPG ini kedepan Indonesia akan kehilangan calon-calon guru yang berkualitas karena lebih memilih pekerjaan yang lebih menjanjikan, realistis saja mengingat tidak ada jaminan yang pasti diberlakukannya program PPG. Akan menjadi seperti apa generasi penerus bangsa jika Indonesia telah banyak kehilangan guru-guru terbaiknya. Sebab dari tangan guru-lah proses tujuan pendidikan nasional itu dapat tercapai, pendidikan nasional yang dapat membentuk peradaban bangsa bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.
0
3.1K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan