rizel.stryfeAvatar border
TS
rizel.stryfe
ALDO
Semuanya masih sama. Tak ada yang berubah. Dia masih tetap diam. Walaupun sedari tadi aku menatapnya lekat, dia masih tetap tak bergeming. Kepalanya menunduk. Tatapan matanya kosong. Aku tak berani bicara. Hanya diam saja.

Seorang ibu yang menggendong bayinya memilih duduk di sampingku. Aku bergeser sedikit, mendekat kearahnya. Namun ia tetap tak bergeming. Aku menghela nafas. Semua ini harus ku akhiri.

“ Do. “

Ternyata hanya sepenggal kata itu yang keluar dari bibirku. Aku masih menatapnya. Hening. Dia tetap tak bergeming. Keletakkan tanganku dibahunya. Kepalanya semakin menunduk. Aku jadi merasa tak enak.

“ Do, maaf. “

Bayi yang ada disebelahku tiba-tiba menangis. Uh, berisik! Tapi hal itu tidak menarik perhatian Aldo. Lama-lama aku jadi bosan. Aku melihat sekitarku. Kereta jurusan Malang-Jakarta masih belum tiba. Kulirik jam tanganku. 11 menit lagi. Oh, tidak.

“ Nanti kalau udah disana kasih kabar ke aku, ya. Setiap hari. Aku nggak bakalan bosen, kok. Apapun yang kamu certain, pasti aku dengerin. SMS, e-mail, semuanya bakal aku bales. Asalkan itu tentang apa aja. Tentang kamu.
Aldo mendongakkan kepalanya. Dilihatnya jam dinding besar yang ada di stasiun itu. Lalu ia menunduk lagi.

“ Mbak, kacangnya, mbak. Mas, mau rokok ? “ Seorang bocah berusia kira-kira 10 tahunan mendekati kami lalu menawarkan barang dagangannya. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng mantab. Bocah itupun berlalu pergi.

Ups, 7 menit lagi.

Aku merangkul Aldo. Tak peduli orang-orang melihatku. Tak peduli ini tempat umum atau apa. Yang terpenting saat ini hanya Aldo.

Aldo.

Aldo.

Keretanya datang. Jantungku berdegup kencang. Tidak, jangan dulu.
“ Do, aku sayang kamu. “
Aku berbisik lirih. Air mataku mulai jatuh.

“ Do, please! Jangan tinggalin aku sendiri di sini. Aku nggak bisa hidup seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu nggak ada. Please, Do. Aku cinta kamu. “
Sambil terisak aku terus berkata-kata. Aku tahu percuma saja aku bicara. Dia tak mungkin menjawab. Jangankan menjawab, mendengarku pun ia tak bisa. Untuk kesekian kalinya aku menyesali Aldo yang tuli dan bisu.
Tapi aku tetap mencintainya, dia kekasiku.

Pintu kereta sudah terbuka. Penumpang mulai turun. Mereka yang hendak berangkat sudah mulai bersiap-siap. Ku genggam tangan Aldo erat. Tuhan, kuatkan aku.

2 menit.
Waktuku tinggal 2 menit. Aldo menggenggam tanganku. Menatapku. Dengan tangannya yang terasa dingin ia menghapus air mataku. Tangisku malah semakin menjadi. Namun Aldo malah tersenyum.
Tiba-tiba ia berdiri. Diraihnya koper miliknya. Ransel yang sedari tadi disampingnya, dipakainya. Aku masih menangis. Aku berdiri dan memeluknya.

“ Aldo… please, jangan pergi. Jangan pergi…” pintaku sambil terisak. Aku menyesali semua ini. Kenapa Ibu Aldo harus sakit ? Dan kenapa Aldo dipaksa untuk segera menikah dengan tunangannya ? Apakah benar itu akan menjadi permintaan terakhir ibunya ? Apakah dengan begitu ibunya bisa meninggal dengan tenang ?
Apakah Aldo bisa bahagia di sana ? Tapi, mengapa harus dengan cara seperti ini ? Aku harus melepaskan Aldo ?

Aldo memegang bahuku. Bibirnya mengecup dahiku pelan. Aku memeluknya lagi. Aku tak bisa melepaskannya begitu saja.

“ Aldo. “ aku menatap wajahnya. Aldo menciumku. Tuhan…..

Aku melepas pelukanku. Sudah saatnya. Masih ku genggam tangannya sambil berjalan menuju kereta. Aldo melepaskan genggaman tanganku. Dengan senyum terbaiknya, ia naik kedalam kereta. Dan saat itulah aku melihat air mata di pelupuk matanya. Aku terpaku. Kereta mulai berjalan.
Aldo.

Tidak, dia telah pergi. Kereta sudah jauh.

“ Aldo…!! “

Aku duduk dibangku peron. Kupandangi lagi. Kubaca lagi pesan yang ditulis Aldo di kertas itu, yang ia masukkan diam-diam di saku jaketku. Ku baca lagi.

Dear Rena,
I’ll always remember you
I love you.
Aldo

Aku juga amat sangat mencintaimu, Do. Love you, too.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Gimana cerpen gaku menurut agan-agan sekalian ?
Bagus
0%
Biasa aja
0%
Jelek
0%
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
0
Thread Digembok
Thread Digembok
Komunitas Pilihan