- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
KEDASIH Si Burung Pertanda Kematian yang licik


TS
OmBembi
KEDASIH Si Burung Pertanda Kematian yang licik
Quote:

Burung wiwik kelabu atau kedasih (Cacomantis merulinus)
Quote:
ANTARA MITOS & KEBETULAN
BANYAK sekali orang yang menjadikan burung sebagai binatang peliharaannya. Selain bisa diperjualbelikan, suara merdu dari kicauannya pun bisa menghilangkan stres dari berbagai rutinitas pekerjaan. Tapi tak semua burung bisa dipelihara dan dinikmati kicauaannya.
Ada satu burung yang mungkin tak pernah dijadikan peliharaan oleh banyak orang, bahkan mendengar suaranya saja bisa membuat orang ketakutan.
Quote:
Burung ini memiliki nama beragam di beberapa daerah, ada yang menyebutnya burung kedasih, daradasih, wiwik kelabu, untit-untit, sirit uncuing, uncuing, bahkan sampai burung orang meninggal.Hihhh, nama yang terakhir sedikit menyeramkan. 

Sesuai dengan nama yang diberikan oleh banyak orang, burung ini memang dipercaya sebagai burung pertanda kematian. Konon jika terdengar suara burung ini di suatu tempat, maka di tempat itu akan ada orang yang meninggal dalam waktu dekat. Tapi sepertinya ini hanya mitos belaka yang sulit dibuktikan dengan kajian ilmiah. Mitos seperti ini juga melekat pada burung gagak. Jadi, burung apakah Sirit Uncuing ini?
Sirit Uncuing atau yang lebih kita kenal dengan nama Kedasih ini sebenarnya termasuk suku kangkok (Cuculidae). Burung jenis ini sering sekali ditemukan di lingkungan pedesaan yang masih memiliki hutan tepi atau hutan sekunder. Tapi juga kerap dijumpai di lingkungan perkotaan yang memiliki taman yang lumayan hijau.
Burung ini memiliki suara khas yang mendayu-dayu, dengan nada yang meninggi di awal dan kemudian semakin menurun dan semakin pendek di akhir. Meski suaranya sering terdengar, tapi sangat sulit untuk bisa melihat burung ini. Karena ia kerap bersembunyi di pohon yang lebat tanpa bergerak, sehingga sulit untuk bisa melihatnya. Sebagian orang merasa kicauannya tersebut seperti suara kuntilanak yang sedang tertawa.
Burung yang mempunyai nama ilmiah Cacomantis Merulinus ini berukuran relatif kecil, panjang tubuhnya hanya sekitar 21 cm. Ketika dewasa burung ini akan berwarna kelabu dibagian kepala, leher dan dada bagian atas. Punggungnya berwarna merah kecokelatan serta berwarna kuning jingga di bagian perutnya. Sedangkan ekornya berwarna putih dengan sedikit kehitaman di ujung-ujung bulunya. Sirit Uncuing yang masih muda atau biasa disebut piyik, biasanya memiliki warna burik kecokelatan dengan garis-garis hitam dibagian atas tubuh dan warna putih dengan garis hitam halus.
Seperti burung dengan marga Cacomantis lainnya, sirit uncuing juga memiliki sifat parasit yang bisa dibilang sangat kejam. Burung pemakan serangga dan buah-buah kecil ini selalu menitipkan telurnya di sarang burung lainnya yang berukuran lebih kecil. Jadi sirit uncuing tidak pernah membuat sarangnya sendiri untuk bertelur. Bahkan yang mengerami telurnya juga bukan induk aslinya, tapi induk yang punya sarang atau bisa disebut induk tiri.
Kekejaman burung ini tak berhenti disitu. Kadang setelah menitipkan telurnya disarang burung lain, ia akan membuang telur asli si yang punya sarang. Seperti pepatah ‘buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya’, anak burung sirit uncuing juga sama kejamnya. Jika telur Sirit Uncuing lebih dulu menetas dibanding telur asli yang punya sarang, maka ia akan menjatuhkan telur asli si yang punya sarang atau mematukinya hingga telur itu pecah dan tidak bisa menetas. Ibu dan anak sama-sama licik.
Setelah menjadi anak tunggal induk tirinya, piyik kedasih akan dirawat dan diberi makan sampai dewasa. Pertumbuhannya juga akan pesat karena induk tirinya hanya mengurus satu anak yang sebenarnya bukan anaknya dia (kasihan burung itu). Setelah dewasa sirit uncuing akan kimpoi dan menitipkan telur di sarang burung lainnya sama seperti yang dilakukan sang ibu.
Source

Quote:
Cerita Asal Usul Burung Kedasih
Cerita ini berawal dari dari sebuah keluarga di sebuah desa Jawa Timur. Pada zaman dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang hidup bahagia. Mereka hidu dengan anggota keluarga yang lengkap, yaitu seorang ibu yang bernama Ratih dan seorang ayah yang bernama jaka, dan keduanya memiliki seoran anak perempuan yang bernama Dasih. Sang ayah bekerja sebagai petani di sawah, si ibu tidak bekerja dan Si anak ini sekolah di sebuah Smp di dekat rumahnya.
Keluarga ini hidup dengan bahagia, hal ini terlihat dari kebiasaan mereka sehari-hari, mereka mengawali dengan selalu shalat shubuh berjamaah kemudian dilanjutkan dengan si ibu menyiapkan sarapan dan ketika jam menunjujjan jam 6 mereka sarapan bersama-sama. Mereka melakukan ini setiap hari.
Namun pada suatu ketika. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore namun si ayah tidak kunjung pulang padahal di luar sedang hujan lebat. Tiba-tiba seorang tetangga datang
“bu jaka…bu jaka…assalamualaikum…bu jaka” teriak seorang tetangga dengan suara tergesa-gesa
“iya…walaikumsalam” sambil berlari si ibu berlari kecil menuju pintu
“bu jaka…itu pak jaka ..pak jaka di sawah ….tersambar petir”
“bapak……sekarang pak jaka nya dimana?” ia berkata sambil menangis
Kemudian Dasih berlari kecil ke arah ibunya
“bu’ bapak kenapa? …bapak dimana? Kenapa ibu’ menangis” kata Dasih
“ehmm…bapak mu…sih…tersambar petir” jawab ibu nya sambil menangis
Seketika setelah menjelaskan apa yang terjadi dengan bapaknya kepada Dasih. Mereka ber tiga segera pergi ke sawah untuk melihat keadaan pak jaka.
Sesampai di sawah ternyata sudah banyak penduduk desa yan berkerumun. Kemudian bu Jaka dan Dasih segera menuju kerumunan tersebut. Ternyata pak jaka sudah tergeletak kaku dengan berbadan gosong. Seketika bu jaka dan Dasih anaknya memeluk pak jaka yang sudah tidak bernyawa.
“bapak…..pak…kenapa kau meninggalkan kita begitu cepat…” kata bu Ratih sambil menangis tersedu-sedu.
“Bapaaaaaaaaaaaaaaaaaaak….. bapak kenapa? Bapaaak banguuun….” Kata Dasih sambil menangis tersedu-sedu
Bebarapa saat kemudian warga memutuskan untuk membawa jenasah pak Jaka ke rumahnya. Kemudian warga merawat dan menguburkan pak Jaka di pemakan desa setempat. Rasa berduka begitu terasa di kediaman dan di desa tempat tinggal pak Jaka karena beliau di kenal sebagai pribadi yang baik.
Setelah beberapa hari kematian pak Jaka, Bu Ratih (istri almarhum pak jaka) dan anak Dasih, akhirnya mereka bias menerima kematian pak Jaka dengan ikhlas. Mereka memutuskan untuk menjalani kaheidupan sehari-hari seperti biasa.
Setelah beberapa tahun berlalu Bu Ratih bertemu dengan seorang pria yang bernama Pak Amin. Pak Amin adalah salah seorang warga di desa tetangga yang bernasib sama dengan Bu Ratih yaitu kehilangan pasangan hidupnya karena sebuah kecelakaan. Ia sudah beberapa tahun hidup sendiri dengan anak perempuannya yang bernama Tiwi.
Tidak lama kemudian setelah Bu ratih dan Pak Amin dikabarkan dekat akhirnya mereka pun menikah. Kemudian keduanya hidup bahagia dengan kedua anak perempuannya. Mereka hidup dengan bergelimpah harta karena Pak Amin bekerja sebagai perangkat desa setempat. Hal ini terlihat dari si anak dari Pak Jaka yang memakai perhiasan mewah. Lain hal nya dengan Dasih yang tidak memakai perhiasan sama sekali.
Namun dari pernikahan ini, ternyata Bun Ratih memiliki motif tertentu yatu untuk menguasai seluruh harta dari sumai barunya ini. Begitu juga dengan suami sebelumnya.
pada suatu malam ketika kedua putrinya akan tidur Dasih beberapa saat mengamati Tiwi. Kemudian ia berkata
“ehmm..ibu’…”
“ada apa anak ku sayang..” sahut ibunya dengan penuh kasih sayang
“bu’ lihat kak Tiwi dech, dia mengenakan perhiasan banyak dan cantik sekali.’ Kata Dasih dengan manja
“Lalu..?” kata Ibu’nya
“yaa…aku juga iri sama kak Tiwi, aku ingin seperti kak Tiwi bu’, selalu mengenakan perhiasan. Dan selalu kelihatan cantik di depan semua orang”
“Owh…begitu, jadi anak ibu’ yang satu ini, ingin pakai perhiasan juga..” sahut sang ibu
Dari percakapan singkat ini. Si ibu menanggapi permintaan si anak kandungnya Dasih dengan serius. Ia berfikir bahw ini lah saat yang tepat untuk menjalankan rencana untuk merebut kekayaan dari Pak Amin, yaitu dengan cara membunuh anak tirinya yaitu Tiwi. Namun pada malam berikut nya Dasih meminta pada kakaknya Tiwi secra baik-baik untuk meminjam perhiasannya.
“kakak, ehmm bolehkah aku meminjam perhiasan mu semalam saja?” tanya Dasih dengan manja
“owh, emank buat apa? Kok tumben berkata seerti itu ?
“Ya enggak buat apa-apa kak, aku pengen aja memakai perhiasan seperti kakak, malam ini saja, noleh kan?”
“oh..begitu. oko ok, boleh boleh saja kok adek ku sayang” jawab Tiwi
Setelah itu Tiwi melepaskan semua perhiasan yang ia pakai dan memberikan nya pada Dasih adiknya. Kemudian Dasih mengenakan semua perhiasan milik Tiwi di tubuhnya lalu mereka berdua tidur dengan keadaan kamar gelap.
Tidak lama setelah Dasih dan Tiwi tertidur, ibunya terbangun dari tidurnya. Ia berfikir tentang apa yang dikatakan anak kandung nya Dasih kemarin malam. Ia memikirkan hal itu dengan penuh rasa marah karena ia benar-benar tidak terima dengan perlakuan anak tiri nya. Setelah itu ia bernjak dari tempat tidurnya dan menuju dapur untuk mengambil pisau. Ternyata isa berniat membunuh anak tirinya.
Namun sesampainya di kamar tidur anak perempuannya. Ia melihat keadaan kamar anak perempuannya gelap gulita. Ratih kebingungan bagaimana cara membedakan antara anak tiri dan anak kandungnya Kemudian dalam benaknya berkata
“aku ingat, anak tiri ku yang memakai perhiasan sedangkan anak kandung ku tidak”
Kemudian Ratih memasuki kamar dan menusuk anaknya yang tampak tidak memakai perhiasan. Lalu ia membiarkan anak perempuan tersebut mati dengan tertusuk di perutnya. Kemudian ia mengambil semua perhiasan yang di pakai anak perempuan tersebut lalu Bu Ratih membungkus jenasah anak tiri nya tersebut dengan karung lalu membopong nya ke sungai di belakang rumahnya kemudian jenasah tersebut ia buang ke sungai.
Sepulangnya dari sungai ia merasa bahagia karena akhirnya ia bisa mendapatkan perhiasan yang di inginkan oleh anaknnya. Ia berencana keesokan harinya akan memberikan perhiasan tersebut pada anaknya.
Namun keesokan harinya, ia datang di kamar anak perempuannya. Ternyata yang sedang tertidup pulas di kamar anaknya adalah Tiwi yaitu anak tirinya.
“Tidaaak…anak ku, maaf kan ibu” kata Ratih dengan menyesal.
Kemudian suaminya Pak Amin menghampirinya dan melihat sang istri menangis tersedu-sedu.kemudian Pak Amin pada istrinya
“ada apa buk, knapa menangis seperti itu?”
“A…a…anak kita pak…” jawab bu ratih dengan terbata-bata
“kenapa anak kita? Lho dimana Dasih?” tanya Pak Amin
Seketika itu Bu Ratih tidak menjawab pertanyaan sumainya, ia lari menuju ke sungai sambil menangis dan berteriak.
“Dasiiiiiiiiiih….Dasiiiiiiih…..Dasiiiiiih…kamu dimana nak….” Teriak bu Ratih di pinggir sungai.
Namun sesampainya di sungai ia sudah tidak melihat jenasah anaknya yang ia lemparkan ke sungai kemarin. Ia tetap berteriak
“Dasiiiiiiiiiih….Dasiiiiiiih…..Dasiiiiiih…kamu dimana nak….” Teriak bu Ratih
Ia berlari di sepanjang alur sugai dengan tetap berteriak mencari anaknya. Ia terus berharap agar ia menemukan anaknya tetap selamat. Namun hal ini tidak membuahkan hasil.
Setelah peristiwa ini terjadi, tak ada kabar lagi tentang bu Ratih ataupun Dasih. Ia dikabarkan hilang entah kemana.
Sedangkan kabar tentang Pak Amin, yaitu pada awalnya dia ikut mencari anaknya Dasih di sepanjang sungai. Namun setelah ia mendengar kabar dari tetangga-tetangga nya bahwa Bu Ratih, pada awalnya Bu Ratih berniat untuk membunuh Tiwi anak kandung dari pak Amin maka sejak saat itu Pak Amin tidak lagi ikut mencari Dasih dan istrinya. Menurut kabar angin Pak Amin sangat kecewa dengan sikap yang telah diperbuat oleh istrinya itu.
Beberapa hari setelah peristiwa ini,di sekitar desa kebaron ini muncul seekor burung yang berbunyi.
“siiiih..sihhh..sihhhh”
Pada awalnya suara burung ini tidak mendapat perhatian khusus dari para warga, namun burung ini selalu muncul baik siang maupun malam. Suara burung ini nadanya semakin tinggi dan tidak henti-hentinya berbunyi. Dari kemunculan burung bersuara aneh ini, warga desa sekitar tempat kejadian begitu heboh. Mereka menghubung-hubungkan suara burung ini dengan hilangnya Bu Ratih.
Para warga berpendapat bahwa suara burung tersebut terdengar seperti, suara seorang wanita yang menjerit dengan menyebutkan
“Daasihh…siiiiihh….siiiih…siiih”
Sejak saat itu cerita ini terus berkembang di masyarakat dan diwariskan secara turun temurun bahkan hanya dari mulut ke mulut saja.
Hikmah yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah kita tidak boleh menjadi orang yang serakah atau gila akan harta. Bila kita menginginkan sesuatu haruslah atau sebaiknya di bicarakan secara baik-baik, maka hasilnya maka akan baik pula.
Source

Quote:
Sebenernya ane tadinya juga ga percaya sama Mitos ini tapi.. 1 hari sebelum Kakek & adik Bokap Meninggal.. Suara Burung ini terdengar nyaring bermain di atas Kediaman almarhum..
Makanya rada Parno juga kalo denger suara burung ini dalam jarak dekat..
Makanya rada Parno juga kalo denger suara burung ini dalam jarak dekat..


Quote:
- VIDEONYA -



tien212700 memberi reputasi
1
66.3K
Kutip
54
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan