Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shinigamiyagamiAvatar border
TS
shinigamiyagami
Bagaimana Nasib Gajah-Gajah yang ada di RIau sekarang ?
Bagaimana Nasib Gajah-Gajah yang ada di RIau sekarang ?
Apa yang menjadi andalan pariwisata Riau selain peninggalan sejarah Melayu? Ya, gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) yang banyak menghuni daerah. Tapi tanpa disadari, kebanggaan itu kian pusar akibat penurunan populasi gajah dari tahun ke tahun. Bahkan lembaga konservasi dunia, IUCN pada 2012 lalu telah menetapkan status gajah Sumatera dalam kondisi kritis (critically endangered) dan terancam.

Penyebab utama penurunan jumlah gajah Sumatera yang hidup di Riau adalah konflik dengan manusia. Hingga saat ini diyakini aksi perburuan hewan berbelalai ini masih marak dilakukan dengan dalih perusakan tanaman oleh komunitas gajah di suatu wilayah. Namun tak jarang pula alasan itu sekedar motif mengingat harga gading gajah di pasar dunia cukup menggiurkan.

World Wild Fund for Nature (WWF) mencatat opulasi gajah Sumatera di Riau menurun tajam dari 1.300 individu pada 1984 menjadi hanya sekitar 300-330 individu di 2009 (data WWF-Indonesia & BKSDA Riau). Angka ini diyakini terus merosot mengingat kematian gajah setiap tahunnya terbilang tinggi. Pada 2012 lalu saja, setidaknya ditemukan 12 kasus kematian gajah.

Upaya konservasi yang dilakukan memang menjadi tugas berat bersama. Dengan dua lokasi pusat perlindungan gajah yang ada di Kawasan Balai Raja, Duri dan Taman Nasional Tesso Nilo, diharapkan gajah-gajah ini bisa terus lestari. Namun awan gelap tetap saja membayangi.

“Pengelolaan dan penyelamatan gajah di Taman Nasional Tesso Nilo sangat membutuhkan informasi terkini yang dihasilkan dari riset yang baik,” ujar Kuppin Simbolon, Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, awal Januari lalu.

Hal itu memang benar adanya. Kondisi di mana habitat gajah liar terganggu akibat alih fungsi hutan ke perkebunan mengakibatkan gajah-gajah ini harus berkelana ke pemukiman penduduk untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Hal ini membuat konflik antara gajah dan manusia terus saja terjadi sepanjang waktu.

Keberadaan gajah di pemukiman banyak diakui oleh warga Duri, Kabupaten Bengkalis. Yani, seorang warga setempat menyebutkan jika ia dan masyarakat sekitar sering menemukan gerombolan gajah yang berjumlah hingga lima ekor masuk ke perkebunan warga.

“Ukurannya sangat besar dan membuat tanah bergetar kalau mereka berlari. Mereka merusak tanaman,” ungkap dia.

Untuk menghindari konflik dengan manusia, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau beberapa waktu lalu juga telah memasang dua alat pemantau satelit (GPS) pada dua induk gajah. Hal ini dilakukan agar pergerakan gajah-gajah tersebut bisa terpantau untuk mempersiapkan upaya pencegahan konflik dengan masyarakat.

“Dengan pemasangan alat ini, kami bisa memantau rute pergerakan gajah dan makin cepat mengantisipasi apabila mulai berpotensi terjadi konflik dengan manusia,” kata Kepala Bagian Wilayah III BKSDA Riau Hutomo kepada wartawan di Pekanbaru, baru-baru ini.

Namun mahalnya perangkat tersebut membuat pemerintah sejauh ini baru bisa memasangkannya pada dua gajah, satu di Balai Raja dan satu lainnya di Taman Nasional Tesso Nilo. Tapi setidaknya dengan data dari GPS tersebut, pergerakan gajah bisa dilihat meski akurasinya belum terlalu maksimal.

Populasi Gajah Riau Kian Kritis
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Riko Kurniawan menyebutkan populasi gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Riau saat ini berada dalam kondisi sangat kritis. Dalam kurun Maret - Juli 2012, sedikitnya 17 ekor gajah jantan mati terbunuh, lalu total gajah mati dari 2004 hingga kini adalah 120 ekor. Akibat keterancamannya, gajah Sumatera, juga sudah memperoleh perubahan status dari genting (endangered) menjadi kritis (critically endangered).

"Satwa tersebut dapat benar-benar punah di habitatnya dalam beberapa tahun saja jika laju kematian yang terjadi saat ini tidak dapat dihentikan," kata Riko, kepada Tempo, Jumat, 10 Januari 2013.

Hal serupa juga disampaikan Organisasi Konservasi Alam World Wildlife Fund (WWF) Program Riau. Juru Bicara WWF Riau Syamsidar menyebutkan luas hutan alam di Riau semakin berkurang sehingga habitat gajah semakin sempit dan terfragmentasi. Banyak faktor yang menyebabkan satwa ini kian terancam yakni adanya perluasan area Hutan Tanam Industri, perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar, kebakaran hutan dan pembangunan pemukiman menjadi penyebab berkurangnya luas hutan alam.

Kata Syamsidar, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, luas hutan alam di Riau berkurang sekitar 56,8 persen atau 182.140 hektar. Hingga akhir 2005 hutan alam yang tersisa di Riau seluas 2.743.198 hektar atau sekitar 33 persen dari luas Riau daratan. Dari 33 persen ini hanya 10 persen yang layak sebagai habitat gajah, sedangkan yang lainnya berupa rawa yang tidak disukai gajah. "Kondisi ini menyebabkan konflik manusia dan gajah, cenderung semakin meningkat di masa datang," kata dia.

Perambahan hutan yang terus terjadi menjadi pemicu konflik gajah karena lintasan lintasan gajah di hutan Riau banyak berubah menjadi kebun sawit yang menjadi sumber pakan gajah. Walhasil, gajah akan tetap menempati habitat semula meski sudah berubah menjadi kebun sawit, yang kemudian berujung konflik. "Gajah kemudian disebut sebagai hama bagi perkebunan kelapa sawit," katanya.

WWF: Relokasi Malah Perburuk Nasib Gajah

Kematian gajah Sumatera di Riau yang mati saat direlokasi mendapat perhatian dari NGO pencinta satwa, World Wildlife Fund (WWF). Menurut mereka relokasi bukan solusi, tetapi menjadi permasalahan baru.

"Relokasi itu bukan solusi untuk memecahkan permasalah konflik antara gajah dan masyarakat. Tapi malah menjadi masalah baru untuk kelangsungan hidup gajah yang direlokasi," kata Humas WWF Riau, Syamsidar kepada Okezone Jumat (3/1/2014).

Dilihat dari pengalaman sebelumnya banyak permasalah gajah yang muncul saat direlokasi yang sampai berujung pada kematian seperti terakhir saat relokasi dari Kabuten Rohul ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas Kabupaten Siak.

"Pertama, gajah yang direlokasi akan sulit beradaptasi dengan lingkungan barunya. Kemudian gajah yang direlokasi itu biasanya akan berkonflik dengan gajah yang ada di sana. Ini berakibat bisa kematian bagi gajah-gajah tersebut. Kemudian gajah yang direlokasi itu juga kebanyakan tidak mau tinggal di tempat baru itu," imbuhnya.

Karena hal beberapa kali pernah terjadi saat relokasi gajah akibat konflik. Misalnya pada tahun 2006 saat relokasi dari Suaka Marga Satwa Balai Raja, Riau. Gajah yang direlokasi akhirnya mati.

"Karena relokasi bukan jalan penyelesaian, makanya belum lama ini Kementerian Kehutanan mengeluarkan peraturan kalau tidak boleh merelokasi gajah lagi," imbuhya.

Namun WWF mengaku tidak habis fikir kalau pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau tersebut merelokasi gajah betina berusia 20 tahun itu sampai akhirnya mati diduga over dosis bius itu.

"Jika ada permasalah antara gajah dan masyarakat, sebaiknya semua pihak itu seperti Kementerian Kehutanan, Pemda, polisi, TNI pemuka masyarakat duduk bersama untuk mencari sosuli. Tapi bukan relokasi gajah. Karena saat ini memang kawasan hutan tempat gajah hidup sudah kritis akibat alih fungsi lahan," tandasnya.

Seperti diketahui gajah yang direlokasi dari Kbupaten Rohul ke PLG Minas pada 30 Desember 2013 lalu akhirnya kemarin mati. Pemicunya diduga karena over dosis obat bius. Karena saat akan direlokasi, gajah tersebut di tembak dengan obat bius.

Seratus Gajah Liar Terbunuh di Riau

Data organisasi lingkungan, The World Wide Fund for Nature (WWF) mencatat lebih dari seratus ekor gajah liar jenis Sumatera telah terbunuh di sejumlah kawasan hutan di Provinsi Riau sejak 2004 hingga 2013.

"Kondisi ini sangat menhkhawatirkan," kata Humas WWF Riau Syamsidar di Pekanbaru, Rabu.

Menurut Syamsidar, tingkat kematian gajah akibat konflik dengan manusia tahun 2004 hingga 2009 sangat tinggi menyebabkan polusasi gajah di Riau pada tahun 2009 tinggal 150-200 ekor saja.

Menurut Syamsidar, pada 2009 - 2013 saja, tingkat kematian gajah liar masih tetap tinggi, yakni mencapai lebih 40 ekor dengan lokasi kejadian di berbagai wilayah hutan di Riau termasuk Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan.

Pada 2009, kematian gajah mencapai belasan ekor, kemudian di 2010 ada sebanyak 13 ekor gajah kembali mati dengan kondisi mengenaskan dan cukup mencurigakan.

Sementata tahun 2011, diperkirakan ada sekitar sepuluh gajah ditemukan menjadi bangkai di sejumlah kawasan hutan di Riau dan 2012, ditemukan ada 12 gajah lagi yang mati.

"Untuk tahun 2013 sepanjang Januari hingga Mei telah ditemukan sebanyak tiga ekor gajah menjadi bangkai," katanya.

Syamsidar menambahkan dari tiga ekor gajah tersebut, satu di antaranya ditemukan mati pada 6 Mei dan dua lainnya baru ditemukan menjadi bangkai pada 31 Mei di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan.

Rata-rata kasus kematian gajah Sumatera tersebut menurut Syamsidar, diduga akibat dibunuh dengan berbagai cara, mulai dari jerat hingga meracunnya.

Menurut dia, tingginya tingkat kematian gajah di Riau juga disebabkan tidak berjalannya penegakan hukum atas para pelaku pembunuh gajah tersebut.

"WWF sebelumnya telah mendorong pemerintah untuk tegas terhadap kasus-kasus kematian gajah di Riau. Namun sejauh ini realisasinya di lapangan belum baik," katanya.

Terbunuhnya gajah-gajah liar di Riau, menurut dia, juga disebabkan tingginya tingkat penggarapan lahan hutan yang dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan hutan tanam industri (HTI) dan kelapa sawit.

"Akibatnya, konflik antara manusia dengan gajah liar tidak terhindarkan. Hal itu disebabkan kawasan jelajah gajah liar berupa hutan yang terus menyempit, sehinggah gajah-gajah tidak ada pilihan harus berjelajah juga di kawasan perkebunan milik masyarakat dan perusahaan. Apalagi, tanaman kelapa sawit merupakan makanan favorit gajah,"

7 Ekor Gajah Riau Kembali Ditemukan Mati Tak Wajar

Lagi-lagi di Riau ditemukan gajah liar mati tak secara tak wajar. Kali ini ada 7 ekor. Kuat dugaan mati karena diracun. 7 ekor gajah itu ditemukan tewas di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.

Kepala Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Hutomo mengatakan hal itu kepada detikcom, Sabtu (22/2/2014). "Kita baru terima laporan dari tim yang di lokasi ada 7 ekor. Sebagian tersisa tulangnya saja. Kita masih selidiki kasus ini," kata Hutomo.

Sementara itu, Humas WWF Riau, Syamsidar kepada detikcom mengatakan, meminta aparat penegak hukum di Riau untuk serius menangani kasus kematian gajah tersebut.

"Ini sudah berulang kali. Gajah itu kita prediksi sengaja diracun, lantas dimanfaatkan kelompok jaringan bisnis satwa liar untuk mengambil gadingnya," kata Syamsidar.

Dari informasi yang dihimpun WWF, dari 7 gajah itu berada di dua lokasi. Pertama 6 ekor gajah yang mati dengan jarak masih berdekatan. Diperkirakan 1 gajah induk 5 gajah anakan jenis jantan.

"Kita perkirakan ini masih satu kelompok. Karena gajah anakkan akan selalu mengikuti induknya sampai dia dewasa," kata Syamsidar.

Berjarak lebih dari satu kilomter lagi, ditemukan bangkai gajah jenis jantan dewasa. Ini dibuktikan dari tulang tengkorak kepalanya yang terdapat bekas lubang gading.

"Gadingnya sudah tidak ada lagi. Yang mengambil tentunya kelompok penadah satwa liar. Karena memang harga gadingnya lumayan mahal. Dan yang mengetahui mata rantai satwa liar itu masih satu jaringan yang sama," kata Syamsidar.

WWF menyebut, bahwa sampai saat ini jaringan penadah satwa liar di Riau hampir ada di setiap kabupaten.

"Gajah yang mati itu kita perkirakan berasal dari kawasan taman nasional. Jika aparat tidak menyelidiki kasus ini dengan serius, maka ini ancaman serius buat satwa yang dilindungi. Karena saban tahun ada saja yang ditemukan mati secara tak wajar, gajah bisa cepat punah,

Jenis Racun Mematikan Gajah di Riau

Juru bicara WWF Riau Syamsidar menuturkan, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, lebih dari seratus gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Riau mati. Penyebab kematian gajah menurut temuan WWF adalah racun. "Gajah dianggap hama, sehingga sebagian masyarakat yang mendiami kawasan hutan melakukan tindakan sendiri, dengan menaruh racun," kata dia.

Penelusuran WWF, dua jenis cairan racun yang kerap digunakan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membunuh gajah yakni potasium sianida dan zinc phosphide.

Berbagai modus dilakukan masyarakat untuk membunuh gajah, di antaranya memasukkan racun ke dalam buah cempedak atau nanas yang digantung di atas pohon, atau melumurkan cairan racun ke bagian pohon sawit yang sangat disukai gajah. Bahkan, menggunakan sabun batangan yang sudah dikepal seperti bola lalu dicampur dedak yang sudah dilumuri racun.

Ketua Komisi Kesejahteraan Hewan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Wisnu Wardana mengatakan dua jenis racun yang kerap digunakan warga memiliki reaksi cepat dalam menghilangkan nyawa gajah. "Makanan ini kemudian dimakan gajah yang melintas di kawasan tersebut, lalu akhirnya mati," jelas Syamsidar.

Syamsidar menyayangkan kurangnya pengawasan dari pihak berwenang untuk memantau keberadaan jenis racun ini sehingga begitu mudah didapatkan di pasaran.

Wisnu Wardana menyebutkan dua jenis racun yang sering ditemukan membunuh gajah itu merupakan zat keras yang mematikan.

Menurut Wisnu, cairan potasium sianida bereaksi mengikat oksigen sehingga dapat menyulitkan hewan berdarah panas, seperti gajah, dalam bernapas.

Sedangkan zinc phosphide dapat mengakibatkan pendarahan hebat pada organ tubuh gajah yang bisa membuat jantung dan ginjal satwa itu pecah. "Dalam jangka waktu dua jam, seketika gajah langsung mati," kata Wisnu.

Meski demikian, kasus kematian gajah yang beruntun ini belum satu pun yang diproses hukum, walaupun di antaranya sudah terdapat bukti kuat untuk proses penyelidikan. Lemahnya penegakan hukum terhadap kematian gajah menjadi salah satu penyebab maraknya pembunuhan satwa itu karena tidak ada hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan satwa yang dilindungi. "Semua kasus menguap tanpa kejelasan," ujar Syamsidar.

Menhut : Gajah Sumatera Nasibnya Jangan Sama Dengan Harimau Jawa

Pekanbaru, (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban mengatakan, gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Riau jangan sampai nasibnya sama dengan harimau jawa yang saat ini hanya tinggal nama.

"Indonesia tidak lagi memiliki harimau jawa karena telah punah, saya mengingatkan agar nasib serupa juga jangan sampai terjadi pada gajah sumatera khususnya gajah-gajah yang ada di Riau ini," ujarnya di Pekanbaru, Rabu (10/4) malam.

Menhut MS Kaban bersama Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar datang ke Pekanbaru dalam rangka menyaksikan dan menandatangani deklarasi pernyataan penghentian pembakaran hutan dan lahan bersama 87 perusahaan di tiga provinsi di Sumatera.

Menurut Menhut lagi, punahnya harimau jawa adalah musibah nasional yang perlu dievaluasi. "Saat ini, untuk harimau jawa kita tidak mempunyai stok lagi. Saya berharap satwa dan fauna yang ada di Riau hendaknya harus terus dijaga dan dilindungi, jangan sampai gajah dan harimau di Riau mengalami nasib yang sama dengan nasib harimau di Jawa," ulangnya.

Ia mengatakan, berdasarkan data, harimau sumatera, jumlahnya masih ada sekitar 200 sampai 400 ekor, karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya kepunahan satwa ini, pemerintah pusat bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota telah mengalokasikan areal untuk harimau sumatera di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) di Indragiri Hulu dan kawasan Hutan Senepis di Kota Dumai.

"Mudah-mudahan habitat mereka tidak diganggu, jangan karena alasan perluasan areal perkebunan, sehingga gajah dan harimau sumatera tidak ada tempat bermukim lagi," ujar Kaban.

Menhut juga berharap kepada gabungan pengusaha kelapa sawit di Indonesia memiliki komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan serta melindungi satwa-satwa langka lainnya

maaf kalo brantakan gan emoticon-Ngakak ane masih blajar cara bikin thread
tolong di emoticon-Rate 5 Star ya gan kalo berkenan kasi juga emoticon-Blue Guy Cendol (L) nya gan

SUMBER
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...au-Kian-Kritis
http://www.pekanbaru.co/7472/bagaima...riau-hari-ini/
http://news.okezone.com/read/2014/01...uk-nasib-gajah
http://www.riau24.com/berita/baca/72...bunuh-di-riau/
http://www.riau24.com/berita/baca/17...ati-tak-wajar/
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...-Gajah-di-Riau
http://www.antaranews.com/print/3348...n-harimau-jawa
0
2.4K
7
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan