Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

atifpiazonAvatar border
TS
atifpiazon
Artis dan Daya Rusak Narkoba
Satu dari 28 laki-laki di Indonesia merupakan pengguna narkoba.

Kendaraan masih sesekali melaju di Jalan Kayu Putih Tengah, Minggu, 16 Februari 2014 pukul 23.10. Salah satunya, sedan Mercy abu-abu dengan nomor polisi B 368 RY.

Namun mendadak, keempat roda mobil itu berdecit. Ia berhenti. Posisinya di lajur tengah, jelas mengganggu lalu lintas. Jalanan pun sempat macet.

Tak lama, sekelompok orang menghampirinya. Gugun, salah seorang warga menuturkan, ada sesosok pria di belakang kemudi mobil. Kaca sebelah kiri mobil terbuka.

Menurutnya, orang itu sedang sakaw. Sebab ia melihat ada jarum suntik, kapsul, dan sebungkus paket plastik di dekatnya. Itu sebabnya ia tak berani mengambil tindakan. Warga memanggil polisi.

“Jarum masih nyantel,” kata Gugun.

Lima menit kemudian, polisi datang untuk mengeluarkan pria itu. Tidak mudah, karena si pria melawan. “Dia kayak orang linglung. Megang setir terus. Ngomongnya kacau. Ditarik warga, cuma nggak mau,” Gugun menambahkan.

Pria itu pun dipindahkan ke belakang mobil. Kedua jempolnya diborgol. Dengan banyak paksaan, ia lantas dibawa keluar. “Sampai akhirnya tahu, kayaknya ini artis,” ujar Gugun lagi.

Pria itu, ternyata artis Roger Danuarta. Ia sempat dilarikan ke RS Omni.

Ia dan mobilnya, akhirnya diamankan ke Polsek Pulo Gadung, Jakarta Timur. Komisaris Zulham Effendi, Kapolsek Pulo Gadung menjelaskan, dari tes urine diketahui Roger positif heroin.

Dari mobil itu, polisi juga menemukan barang bukti berupa 1,50 gram heroin dan 15,7 gram ganja kering. Ia pun terancam Pasal 111 dan 112 subsider 127 UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hukumannya, minimal 4 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara.

Artis dan narkoba
Merunut ke belakang, Roger bukan artis pertama yang terjerat kasus narkoba. Tepat setahun lalu, Raffi Ahmad juga harus menjalani ulang tahun di Badan Narkotika Nasional karena tertangkap tangan tengah pesta narkoba di kediamannya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Narkoba yang dikonsumsi Raffi, metilon, bahkan disebut zat baru dan sempat menjadi perdebatan. Setelah itu, ada Muhammad Hamzah alias Bjah, vokalis The Fly yang juga terkena razia polisi dan dinyatakan positif shabu serta happy five.

Baru-baru ini, Robby, gitaris Geisha juga tertangkap BNN. Masih dari kalangan musisi, ada pula Surendro Prasetyo alias Yoyo, drummer band Padi. Tak hanya itu, masih ada Andhika eks Kangen Band, Sammy eks Kerispatih.

Artis senior Roy Marten pun pernah mengalami hal serupa. Begitu pula pesinetron Revaldo, Jennifer Dunn, dan aktris Sheila Marcia. Di masa lalu, ada Ryan Hidayat dan Galang Rambu Anarki yang bahkan bernasib tragis karena narkoba.

Di luar negeri, narkoba tak sekadar mengirim artis ke penjara. Barang haram itu bahkan sampai merenggut nyawa. Sebutlah Philip Seymour Hoffman, aktor The Hunger Games yang meninggal pada Minggu, 2 Februari 2014 lalu.

Hoffman tergeletak di lantai kamar mandi, dengan jarum suntik juga masih menancap di tangannya. Ia dipastikan meninggal karena overdosis. Heroin ditemukan di kamarnya.

Kematian Whitney Houston juga bisa dibilang mengejutkan. Peraih enam Grammy Awards itu tenggelam di bak mandi akibat kokain dan penyakit jantung aterosklerosis yang dideritanya.

Penyanyi Amy Winehouse mengalami nasib yang tak kalah tragis. Usai pentas di Camden, 23 Juli 2011 ia dinyatakan meninggal. Semasa hidup, Amy memang pencandu alkohol dan beberapa narkoba.

Selubung misteri kematian King of Pop Michael Jackson memang belum terungkap benar. Namun disebut-sebut, ia termasuk salah satu korban narkoba. Jacko diduga kecanduan obat-obatan penghilang rasa sakit.

Lain lagi soal Kurt Cobain, vokalis Nirvana. Ia memang tidak meninggal karena overdosis obat-obatan. Namun, heroin lah yang memenuhi otaknya sehingga ia menarik pelatuk ke kepalanya sendiri.

Efek “mematikan” narkoba
Secara garis besar, berbagai jenis narkoba dapat dikelompokkan berdasarkan efeknya. Kusman Suriakusumah, Deputi Bidang Rehabilitasi BNN menyebut, efek narkoba bisa stimulan dan depresan.

Narkoba dengan efek stimulan, katanya, membuat penggunanya jadi lebih aktif. Mereka tak mudah lelah dan sama sekali tak mengantuk meski belum tidur berhari-hari.

Narkoba jenis ini, seperti ekstasi dan shabu, banyak ditemui di tempat hiburan malam dan digunakan bersama banyak kawan. Mereka kemudian saling bersentuhan dan meraba.

“Yang membuat dia senang adalah resepton-resepton di kulit. Kalau sudah saling raba, ada rangsangan. Jika tak terkendali, terjadilah seks bebas,” katanya pada VIVAlife.

Pengguna ekstasi dan shabu, biasanya cenderung mengalami disorientasi ruang dan waktu. Mereka lambat mengenali diri sendiri, sedang di mana, dan kapan. Sumirat Dwiyanto, Kepala Bagian Humas BNN menambahkan, juga akan terjadi mispersepsi antar-pancaindera.

“Objek yang dilihat mata tidak akan sampai ke otak. Biasanya mimik wajah tidak menunjukkan dia melihat apapun,” lanjutnya.

Menurut Kusman, narkoba dengan efek stimulan bisa mematikan lantaran menyerang pembuluh darah di otak dan jantung. Sebab, penggunanya dipaksa tetap aktif. Jantung memompa lebih cepat, pembuluh darah bekerja lebih keras.

“Bisa-bisa, itu pecah dan menyebabkan penggunannya meninggal,” katanya.

Sedangkan narkoba dengan efek depresan, “membunuh” perlahan penggunanya dengan menekan pusat pernafasan di otak. Pengguna jadi tak bisa bernafas, dan kelamaan meninggal.

Efek langsungnya, narkoba jenis depresan membuat penggunanya lebih tenang. Sebab, ia menekan susunan saraf pusat. Contoh narkoba jenis ini, adalah heroin. Menurut Sumirat, jika diturunkan heroin bisa menjadi obat bius. Turunan yang lebih “ringan” lagi: obat batuk.

Sumirat menambahkan, narkoba jenis ganja dan kokain mengandung halusinogen. Bentuk halusinasi yang muncul, katanya, sesuai kondisi emosi pengguna.

“Kalau bagus, halusinasi juga bagus. Misalnya, melihat nenek-nenek bisa jadi Luna Maya,” ujarnya. Sebaliknya, jika kondisi emosi sedang tidak baik, wanita cantik bisa dihalusinasikan buruk.

Terus meningkat
Meski bahaya narkoba telah mengintai di mana-mana, penggunanya di Indonesia kian meningkat saja. Data BNN tahun 2011 menyebut, 9,6 sampai 12,9 juta orang di Indonesia pernah mencicipi narkoba.

Dari jumlah itu, sekitar 3,7 hingga 4,7 juta masih menggunakannya dalam keseharian. Jika dibandingkan prevalensi tahun 2008, jumlahnya meningkat. Prevalensi pengguna narkoba tahun 2008 sebanyak 1,9 persen. Sedang tahun 2011, prevalensinya 2,2 persen.

Paling banyak, pengguna narkoba ada di Pulau Jawa. Jumlah yang mengaku pernah mencoba minimal sekali dalam hidup, mencapai lebih dari 8 juta. Mereka yang rutin menggunakan selama setahun, jumlahnya mencapai lebih dari 3 juta orang.

Masih berdasarkan data BNN, 7 persen atau sekitar 300 ribu masyarakat Jakarta, merupakan pencandu narkoba.

Dari total jumlah pengguna di Indoensia, 70 persennya merupakan pekerja dan 22 persennya pelajar. Pengguna narkoba berjenis kelamin laki-laki terdata lebih banyak dari wanita.

Sebagai gambaran, 1 dari 28 laki-laki di Indonesia merupakan pengguna narkoba. Sedangkan wanita, hanya 1 dari 120 yang menggunakan narkoba. Ditilik dari segi usia, kebanyakan berumur 20-29 tahun.

Data yang dirilis Direktorak Tindak Pidana Narkoba Kepolisian Republik Indonesia pun menunjukkan peningkatan soal kasus narkoba yang ditangani. Tahun 2007, kasus narkoba dan miras lebih dari 22 ribu.

Jumlah itu meningkat menjadi lebih dari 29 ribu kasus di tahun 2008, dan meningkat lagi menembus angka 30 ribu kasus di tahun berikutnya.

Tahun 2010, jumlah itu sempat menurun drastis. Jumlah menjadi hanya 26 ribu. Tapi sayang, tren kembali meningkat. Tahun 2011, jumlah kasus narkoba dan miras menjadi lebih dari 29 ribu.

Kenali sejak dini
Tanpa disadari, para pencandu narkoba mungkin sebenarnya "bersembunyi" di lingkungan sekitar. Masyarakat yang harus peka dan bisa mengenalinya. Lalu, melaporkannya tanpa takut ke pihak berwenang.

Sumirat menjelaskan, secara singkat pengguna narkoba dapat dikenal dengan memerhatikan 7B. “Bingung, bohong, bengong, bolos, bego, bolot, dan barang-barang hilang,” ia menyebutkan.

Lebih lanjut, Kusman menerangkan tiga cara mudah mengenali pengguna narkoba sejak dini. Pertama, katanya, dilihat dari perubahan perilaku. Sikap pengguna pasti berubah usai mengonsumsi narkoba, baik depresan maupun stimulan.

“Kalau pakai depresan, yang tadinya periang jadi pendiam dan suka menyendiri. Stimulan, yang awalnya pendiam jadi aktif,” ujarnya.

Ciri kedua, lanjut Kusman, adalah perubahan proses berpikir. Secara gamblang, itu bisa terlihat dari cara berbicara. Setelah menggunakan narkoba stimulan misalnya, akan bicara lebih banyak dan berapi-api. Begitu pula sebaliknya, jika menggunakan narkoba efek depresan.

Yang ketiga, adalah perubahan emosi. “Dia bisa jadi lebih riang jika menggunakan stimulan, atau lebih sedih jika menggunakan depresan,” kata Kusman.

Sedangkan ciri fisik, bisa diliihat dari pancaran mata seseorang. Pengguna narkoba berefek stimulan, matanya akan tampak lebih berbinar-binar. Sedang pengguna narkoba berefek depresan, pupil matanya cenderung menyempit. “Tapi perlu beberapa kali pemakaian sampai muncul ciri itu,” ucap Kusman.

Penanganan di Indonesia
Mengingat efeknya yang mematikan, penanganan narkoba semestinya mendapat perhatian serius dari seluruh aparat di Indonesia. Dilihat dari data kepolisian, kasus yang ditangani memang sudah mencapai puluhan ribu.

Beberapa kali kepolisian juga sukses menggerebek pabrik narkoba. Mereka tak pandang bulu. Warga negara Indonesia ataupun asing, tetap diproses.

Dari tahun 2007 hingga 2011, polisi menangani lebih dari 188 ribu kasus narkoba dengan “pemain lokal”, dan sekitar 528 kasus dengan “pemain internasional”.

Salah satu yang sempat menjadi prestasi menghebohkan, adalah penangkapan Ratu Mariyuana, Schapelle Leigh Corby. Mei 2005 lalu, ia divonis 20 tahun penjara karena kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram ganja ke Bali.

Namun kasus itu sekaligus menjadi preseden buruk di dunia penegakan hukum narkoba. Sebab, 10 Februari 2014 lalu, Corby bebas bersyarat. Beberapa pihak khawatir, itu tidak akan membuat pengguna dan pengedar narkoba di Indonesia jera.

Martin Hutabarat, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Gerindra misalnya, berpendapat grasi yang diberikan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono kali itu “kurang tepat”.

“Grasi memang hak presiden atas pertimbangan-pertimbangan tertentu. Tapi ke depan pemberian grasi memang perlu diperketat,” kata Martin.

Menurutnya, presiden harus lebih selektif dalam memberikan grasi terhadap pelaku kejahatan dalam kasus korupsi, narkoba, dan terorisme. Jangan sampai, lanjutnya, grasi justru memberi kesan penegakan hukum di Indonesia lemah.

“Persoalan narkoba merupakan masalah serius. Jangan sampai ke depannya penyalahgunaan narkoba meluas karena masyarakat menganggap nantinya para pelanggar hukum akan diberi pengampunan,” lanjutnya membeberkan.

Bagaimana pemberantasan narkoba selanjutnya? Tunggu saja aksi nyata pemerintah. Mungkin bisa diawali dengan menghukum adil Roger Danuarta, artis yang baru tertangkap sakaw itu.

Spoiler for sumber:
0
2.2K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan