- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Selamat Ulang Tahun PWI dan Dirgahayu Pers Indonesia
TS
deujavastore
Selamat Ulang Tahun PWI dan Dirgahayu Pers Indonesia
Quote:
Bertempat digedung musium pers Solo (saat ini), pada tanggal 9 Februari 1946, diadakan pertemuan untuk membentuk Persatuan Wartawan Indonesia. Tidak pada saat itu tanggal 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Gagasan ini baru muncul pada Kongres Ke-16 PWI di Padang. Ketika itu, bulan Desember 1978, PWI Pusat masih dipimpin Harmoko.
Salah satu keputusan Kongres adalah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan tanggal 9 Februari sebagai HPN. Ternyata semua ini harus menunggu tujuh tahun lagi untuk dapat disetujui. Melalui Surat Keputusan Presiden No. 5/1985, maka hari lahir PWI itu resmi menjadi HPN.
Boleh jadi ini merupakan usaha lobi tingkat tinggi Harmoko, yang sejak 1983 menjadi Menteri Penerangan. Sebenarnya 9 Februari 1946 memang punya nilai historis bagi komunitas pers di Indonesia. Sebab, pada hari itulah diselenggarakan pertemuan wartawan nasional yang melahirkan PWI, sebagai organisasi wartawan pertama pasca kemerdekaan Indonesia dan menetapkan Sumanang sebagai ketuanya. Namun, PWI bukanlah organisasi wartawan pertama yang didirikan di Indonesia.
Jauh sebelum itu, dizaman Belanda sejumlah organisasi wartawan telah berdiri dan menjadi wadah organisasi para wartawan. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi ini berdiri pada tahun 1914 di Surakarta. Pendiri IJB antara lain Mas Marco Kartodikromo yang mengaku muridnya dari Tirto Adhi Surjo, kemudian juga pendiri lainnya adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sosro Kartono dan Ki Hadjar Dewantara.
IJB merupakan organisasi wartawan pelopor yang radikal, dimana sejumlah anggotanya sering diadili bahkan ada yang diasingkan ke Digul oleh penguasa kolonial Belanda. Selain IJB, organisasi wartawan lainnya adalah Sarekat Journalists Asia (berdiri 1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931), serta Persatoean Djurnalis Indonesia (1940).
Berbagai organisasi wartawan tersebut tidak berumur panjang akibat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1984, melalui Peraturan Menteri Penerangan Harmoko (Permenpen) No. 2/1984, PWI dinyatakan sebagai satu-satunya organisasi wartawan atau wadah tunggal, yang boleh hidup di Indonesia adalah PWI. Dan setahun setelah menjadi wadah tunggal, pada 1985 PWI berhasil mengegolkan HPN tersebut. TKP
Salah satu keputusan Kongres adalah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan tanggal 9 Februari sebagai HPN. Ternyata semua ini harus menunggu tujuh tahun lagi untuk dapat disetujui. Melalui Surat Keputusan Presiden No. 5/1985, maka hari lahir PWI itu resmi menjadi HPN.
Boleh jadi ini merupakan usaha lobi tingkat tinggi Harmoko, yang sejak 1983 menjadi Menteri Penerangan. Sebenarnya 9 Februari 1946 memang punya nilai historis bagi komunitas pers di Indonesia. Sebab, pada hari itulah diselenggarakan pertemuan wartawan nasional yang melahirkan PWI, sebagai organisasi wartawan pertama pasca kemerdekaan Indonesia dan menetapkan Sumanang sebagai ketuanya. Namun, PWI bukanlah organisasi wartawan pertama yang didirikan di Indonesia.
Jauh sebelum itu, dizaman Belanda sejumlah organisasi wartawan telah berdiri dan menjadi wadah organisasi para wartawan. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi ini berdiri pada tahun 1914 di Surakarta. Pendiri IJB antara lain Mas Marco Kartodikromo yang mengaku muridnya dari Tirto Adhi Surjo, kemudian juga pendiri lainnya adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sosro Kartono dan Ki Hadjar Dewantara.
IJB merupakan organisasi wartawan pelopor yang radikal, dimana sejumlah anggotanya sering diadili bahkan ada yang diasingkan ke Digul oleh penguasa kolonial Belanda. Selain IJB, organisasi wartawan lainnya adalah Sarekat Journalists Asia (berdiri 1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931), serta Persatoean Djurnalis Indonesia (1940).
Berbagai organisasi wartawan tersebut tidak berumur panjang akibat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1984, melalui Peraturan Menteri Penerangan Harmoko (Permenpen) No. 2/1984, PWI dinyatakan sebagai satu-satunya organisasi wartawan atau wadah tunggal, yang boleh hidup di Indonesia adalah PWI. Dan setahun setelah menjadi wadah tunggal, pada 1985 PWI berhasil mengegolkan HPN tersebut. TKP
Quote:
Benarkah Hari Pers Nasional (HPN) jatuh pada 9 Februari? Pertanyaan singkat ini selalu dipertanyakan setiap tahunnya. Asal muasalnya adalah karena tanggal 9 Februari adalah hanyalah hari lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
PWI bukanlah organisasi wartawan pertama di Indonesia. Dari pelacakan sejarah kita dapat menemukan bahwa jauh sebelum PWI sudah lahir organisasi wartawan di masa perjuangan melawan kolonialisme, yaitu: Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang dipelopori oleh Mas Marco Kartodikromo pada tahun 1914, Sarekat Journalists Asia (1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931), dan Persatoean Djurnalis Indonesia (1940). PWI sendiri baru lahir pada 9 Februari 1946.
Hari lahir PWI menjadi naik kasta menjadi hari pers yang diperingati secara nasional karena peran Menteri Penerangan Harmoko yang merayu Presiden Soeharto untuk menetapkannya sehingga sejak 1985 HPN diperingati di tanggal tersebut.
Lagipula penetapan HPN yang ditetapkan saat PWI sebagai satu-satunya organisasi tunggal. Padahal sesudah rezim orde baru tumbang sudah lahir banyak organisasi wartawan berskala nasional. Saat rezim orde baru berkuasa sekumpulan wartawan yang memprotes pembredelan Tempo, Editor dan Detik, di tahun 1994, mendirikan organisasi wartawan alternatif yang diberi nama Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Saat Soeharto jatuh tahun 1998, PWI pecah menjadi dua dengan lahirnya PWI Reformasi. Juga diikuti berdirinya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Lahirnya HPN yang merujuk pada hari lahir PWI juga dirasa ahistoris dengan sejarah terbitnya pers pertama kali di Indonesia. "Terdapat beberapa surat kabar yang terbit sebelum merdeka, baik sesudah tahun 1900 atau sebelumnya yang dapat dipertimbangkan sebagai embrio atau perintis pers nasional," ujar Asvi Warman Adam, Ahli Peneliti Utama LIPI dalam diskusi di AJI beberapa waktu silam.
Tentu saja konteks yang dimaksud adalah jauh sebelum Indonesia merdeka, sudah lahir pers perjuangan yang dikendalikan oleh orang-orang pribumi. Taufik Rahzen yang meneliti sejarah pers nasional dan hasilnya sudah diterbitkan dalam buku 100 Tahun Pers Nasional yang diterbitkan saat peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional tahun 2008, mengusulkan agar tanggal penerbitan pertama Medan Prijaji, koran pribumi pertama yang dinahkodai oleh Tirto Adhi Suryo, sebagai tonggak sejarah Hari Pers Nasional: 1 Januari 1907.
Medan Prijaji adalah koran pertama yang seluruh awaknya pribumi dan diterbitkan dalam bahasa Melayu. Tirto Adhi Surjo dianggap meletakkan dasar organisasi pers yang modern. Memang sebelum Medan Prijaji terbit, sudah ada pers yang terbit di Hindia Belanda, seperti Bataviasche Nouvelles. Inilah koran yang terbit di Batavia pada tahun 1744-1746.
Kontroversi pun tak berhenti dengan penelitian tentang sejarah lahirnya Medan Prijaji sebagai pers nasional pertama. Sebagian kalangan menyebut jauh sebelum Medan Prijaji lahir, pada tahun 1900 sudah ada koran berbahasa Melayu di Sumatera dengan nama Pewarta Wolanda. Pendirinya adalah Abdul Rivai, yang pada tahun 1902 juga menerbitkan koran berhasa Melayu: Bintang Hindia.
Salah satu yang menentang lahirnya Medan Prijaji sebagai tanggal lahirnya hari pers nasional adalah Suryadi, dosen di Universiteit Leiden, Belanda. Dalam kolomnya yang dimuat di Harian Padang Ekspres, 6 Oktober 2007, Suryadi menyebut bahwa terlalu berlebihan menempatkan Medan Prijaji sebagai tonggak pers nasional.
Suryadi melampirkan data lahirnya pers sebelum Medan Prijaji, antara lain: Soerat Kabar Bahasa Melaijoe (Surabaya, 1856), Soerat Chabar Betawi (Betawi, 1858), Selompret Malajoe [belakangan bernama Slompret Melayoe] (Semarang, 1860), Pertela Soedagaran (Surabaya, 1863), Bintang Timor (Padang, 1865), Bintang Djohar (Betawi, 1873), Mata Hari (Makassar, 1883), Pelita Ketjil (Padang, 1886), Insulinde (Padang, 1901).
Bahkan juga Bintang Utara (Rotterdam, 1856) dan Bintang Hindia (Amsterdam, 1903) adalah sedikit contoh dari puluhan surat kabar pribumi berbahasa Melayu yang terbit sebelum Medan Prijaji lahir ke dunia.
Moral cerita adalah jika kita hendak merumuskan kembali kapan lahirnya sejarah pers nasional lahir sebaiknya dimulai dengan menentukan kriteria pers nasional. Kriteria tersebut misalnya: berbahasa Indonesia (Melayu), dikelola pribumi, berkontribusi pada pembangunan nasionalisme. Di atas semua kriteria itu barulah dicari mana yang paling tua usianya.
Dari perdebatan soal penentuan HPN ini, sudah jelas satu hal yang keliru adalah menetapkan hari pers nasional hanya bersandar pada lahirnya PWI. Tugas pegiat pers dan sejarawan untuk merumuskan hari lahir pers nasional yang sejati. Ini tak mudah karena sejarah lahir dari pergulatan pada zamannya. Misalnya begini beberapa pers di masa kolonial tak berani berdiri tanpa keterlibatan pemerintah Hindia Belanda, karena itulah taktik yang tersedia, Demikian pula pilihan bahasa yang tak seratus persen berbahasa melayu juga sebagai strategi.
Sejarah hari ini adalah akumulasi sejarah pada tahun-tahun sebelumnya. Sejarah bukan senyawa yang berdiri sendiri, terpisah dari peristiwa sebelumnya. Sejarah adalah dialektika kehidupan itu sendiri. Yang terpenting sebelum masuk substansi persoalan, tentukan dulu siapakah host sekaligus pelopor untuk permusan kembali sejarah pers nasional. Dan jangan lupa budi baik ini harus diselesaikan pada tenggat waktu yang disepakati. TKP
PWI bukanlah organisasi wartawan pertama di Indonesia. Dari pelacakan sejarah kita dapat menemukan bahwa jauh sebelum PWI sudah lahir organisasi wartawan di masa perjuangan melawan kolonialisme, yaitu: Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang dipelopori oleh Mas Marco Kartodikromo pada tahun 1914, Sarekat Journalists Asia (1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931), dan Persatoean Djurnalis Indonesia (1940). PWI sendiri baru lahir pada 9 Februari 1946.
Hari lahir PWI menjadi naik kasta menjadi hari pers yang diperingati secara nasional karena peran Menteri Penerangan Harmoko yang merayu Presiden Soeharto untuk menetapkannya sehingga sejak 1985 HPN diperingati di tanggal tersebut.
Lagipula penetapan HPN yang ditetapkan saat PWI sebagai satu-satunya organisasi tunggal. Padahal sesudah rezim orde baru tumbang sudah lahir banyak organisasi wartawan berskala nasional. Saat rezim orde baru berkuasa sekumpulan wartawan yang memprotes pembredelan Tempo, Editor dan Detik, di tahun 1994, mendirikan organisasi wartawan alternatif yang diberi nama Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Saat Soeharto jatuh tahun 1998, PWI pecah menjadi dua dengan lahirnya PWI Reformasi. Juga diikuti berdirinya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Lahirnya HPN yang merujuk pada hari lahir PWI juga dirasa ahistoris dengan sejarah terbitnya pers pertama kali di Indonesia. "Terdapat beberapa surat kabar yang terbit sebelum merdeka, baik sesudah tahun 1900 atau sebelumnya yang dapat dipertimbangkan sebagai embrio atau perintis pers nasional," ujar Asvi Warman Adam, Ahli Peneliti Utama LIPI dalam diskusi di AJI beberapa waktu silam.
Tentu saja konteks yang dimaksud adalah jauh sebelum Indonesia merdeka, sudah lahir pers perjuangan yang dikendalikan oleh orang-orang pribumi. Taufik Rahzen yang meneliti sejarah pers nasional dan hasilnya sudah diterbitkan dalam buku 100 Tahun Pers Nasional yang diterbitkan saat peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional tahun 2008, mengusulkan agar tanggal penerbitan pertama Medan Prijaji, koran pribumi pertama yang dinahkodai oleh Tirto Adhi Suryo, sebagai tonggak sejarah Hari Pers Nasional: 1 Januari 1907.
Medan Prijaji adalah koran pertama yang seluruh awaknya pribumi dan diterbitkan dalam bahasa Melayu. Tirto Adhi Surjo dianggap meletakkan dasar organisasi pers yang modern. Memang sebelum Medan Prijaji terbit, sudah ada pers yang terbit di Hindia Belanda, seperti Bataviasche Nouvelles. Inilah koran yang terbit di Batavia pada tahun 1744-1746.
Kontroversi pun tak berhenti dengan penelitian tentang sejarah lahirnya Medan Prijaji sebagai pers nasional pertama. Sebagian kalangan menyebut jauh sebelum Medan Prijaji lahir, pada tahun 1900 sudah ada koran berbahasa Melayu di Sumatera dengan nama Pewarta Wolanda. Pendirinya adalah Abdul Rivai, yang pada tahun 1902 juga menerbitkan koran berhasa Melayu: Bintang Hindia.
Salah satu yang menentang lahirnya Medan Prijaji sebagai tanggal lahirnya hari pers nasional adalah Suryadi, dosen di Universiteit Leiden, Belanda. Dalam kolomnya yang dimuat di Harian Padang Ekspres, 6 Oktober 2007, Suryadi menyebut bahwa terlalu berlebihan menempatkan Medan Prijaji sebagai tonggak pers nasional.
Suryadi melampirkan data lahirnya pers sebelum Medan Prijaji, antara lain: Soerat Kabar Bahasa Melaijoe (Surabaya, 1856), Soerat Chabar Betawi (Betawi, 1858), Selompret Malajoe [belakangan bernama Slompret Melayoe] (Semarang, 1860), Pertela Soedagaran (Surabaya, 1863), Bintang Timor (Padang, 1865), Bintang Djohar (Betawi, 1873), Mata Hari (Makassar, 1883), Pelita Ketjil (Padang, 1886), Insulinde (Padang, 1901).
Bahkan juga Bintang Utara (Rotterdam, 1856) dan Bintang Hindia (Amsterdam, 1903) adalah sedikit contoh dari puluhan surat kabar pribumi berbahasa Melayu yang terbit sebelum Medan Prijaji lahir ke dunia.
Moral cerita adalah jika kita hendak merumuskan kembali kapan lahirnya sejarah pers nasional lahir sebaiknya dimulai dengan menentukan kriteria pers nasional. Kriteria tersebut misalnya: berbahasa Indonesia (Melayu), dikelola pribumi, berkontribusi pada pembangunan nasionalisme. Di atas semua kriteria itu barulah dicari mana yang paling tua usianya.
Dari perdebatan soal penentuan HPN ini, sudah jelas satu hal yang keliru adalah menetapkan hari pers nasional hanya bersandar pada lahirnya PWI. Tugas pegiat pers dan sejarawan untuk merumuskan hari lahir pers nasional yang sejati. Ini tak mudah karena sejarah lahir dari pergulatan pada zamannya. Misalnya begini beberapa pers di masa kolonial tak berani berdiri tanpa keterlibatan pemerintah Hindia Belanda, karena itulah taktik yang tersedia, Demikian pula pilihan bahasa yang tak seratus persen berbahasa melayu juga sebagai strategi.
Sejarah hari ini adalah akumulasi sejarah pada tahun-tahun sebelumnya. Sejarah bukan senyawa yang berdiri sendiri, terpisah dari peristiwa sebelumnya. Sejarah adalah dialektika kehidupan itu sendiri. Yang terpenting sebelum masuk substansi persoalan, tentukan dulu siapakah host sekaligus pelopor untuk permusan kembali sejarah pers nasional. Dan jangan lupa budi baik ini harus diselesaikan pada tenggat waktu yang disepakati. TKP
Quote:
Hari Pers Nasional (HPN) 2014 akan diselenggarakan pada 6-10 Februari 2014 di Bengkulu. HPN 2014 memiliki makna khusus karena bertepatan dengan “Tahun Politik”. Tema HPN tahun ini adalah "Pers Sehat, Rakyat Berdaulat". Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan menghadiri acara Puncak HPN 2014.
Quote:
AGENDA HARI PERS NASIONAL 2014
Sabtu, 1 Februari 2014
Pukul 06.00 WIB
Acara : Jalan Santai
Tempat : Sport Centre Pantai Panjang Bengkulu
Peserta/Undangan : Umum
Minggu, 2 Februari 2014
Pukul 07.00 WIB
Acara : Fun Bike
Tempat : Sport Centre Pantai Panjang Bengkulu
Peserta/Undangan : Umum
Senin, 3 Februari 2014
Acara : Penghijauan
Tempat : Pantai Panjang
Peserta/Undangan: Khusus
Selasa, 4 Februari 2014
Acara : Pelepasan Penyu
Tempat : Pantai Panjang
Peserta/Undangan: Khusus
Rabu, 5 Februari-10 Februari 2014
Pukul 19.30 WIB
Acara : Panggung Hiburan Rakyat
Tempat : Sport Centre Pantai Panjang
Peserta/Undangan: Umum
Kamis, 6 Februari 2014
Pukul 18.30 WIB
Acara : Pembukaan Pameran Expo Hari Pers Nasional
Sambutan : Penanggung Jawab HPN 2014
Tempat : Sport Centre Pantai Panjang Bengkulu
Peserta : Perusahaan Pers dll
Undangan : Umum
Jumat, 7 Februari 2014
Pukul 08.00
Acara : Literasi Media
Tempat : Universitas Bengkulu ( Ruang Rektorat )
Topik : Pemberitaan Kampanye Pemilu 2014
Pembicara : 1.Tifatul Sembiring (Menkominfo)
2. Prof.Dr.Bagir Manan, SH., MCL (Dewan Pers)
3. Prof.Ir.Zainal Muktamar, MSc., PhD (Rektor Unib)
4.Priyambodo RH (PWI)
5.A.A.Ariwibowo (Redaktur Antaranews.com)
Moderator : Slamet Mulyadi (PRSSNI)
Peserta : Pelajar/Mahasiswa, Pengelola Media, KPID, Tokoh Agama,
Tokoh Adat, Humas, Kelompok Informasi Masyarakat
Pukul 09.00
Acara : Peresmian Perpustakaan Pers Bengkulu
Tempat : Kantor PWI Bengkulu
Undangan : Wartawan Bengkulu dan Undangan khusus
Pukul 09.00 WIB
Acara : Seminar Nasional IKWI
Tempat : Rafles City Hotel
Undangan : Khusus
Pukul 13.00-17.00
Acara : Workshop Media Literasi
Tempat : Universitas Bengkulu ( Gdg MM Lantai 1 dan 2 Ruang C,F,G)
Topik: : Peran dan Independensi Media dalam Menyingkirkan
Ungkapan Kebencian dari Media Massa
Pembicara : 1.Rieke Diah Pitaloka (Parpol)
2. Tantowi Yahya (Parpol)
3. Yosep Adi Prasetyo
4.Nezar Patria (Dewan Pers)
5.Nasihin Masha (Pemred Republika)
6. Imam Wahyudi (Dewan Pers)
7.Priyambodo R.H (Redaktur Eksekutif Antara)
Moderator : Arifin Asydhad (Detik.com)
Maria Andriana (Antara)
Titin Rosmasari (Trans7)
Peserta : Wartawan Media Cetak, wartawan Media Siaran, Wartawan
Media Online
Pukul 14.00-17.00
Acara : Karnaval Busana Pers
Tempat : Sport Centre Pantai Panjang Bengkulu
Undangan : Umum
Pukul 13.30-21.00
Acara : CEO Media Conference (SPS)
Tempat : Hotel Santika
Undangan : Khusus
Pukul 19.30
Acara : Ramah -Tamah dengan Gubernur Bengkulu
Pembicara : Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh
Tempat : Grage Horizon Hotel
Undangan : Khusus
Sabtu, 8 Februari 2014
Pukul 08.00 WIB-malam
Acara : Ikan Bakar Sepanjang Pantai Panjang (Rekor MURI)
Tempat : Pantai Panjang, Bengkulu
Peserta/Undangan: Umum
Pukul 08.00 WIB
Acara : Bakti Sosial
Ø Pengobatan Gratis untuk Masyarakat/Sunatan Massal (Sponsor: KOMPAS)
Ø Pengobatan gigi gratis untuk anak-anak sekolah (Sponsor: SCTV)
Tempat : Sport Centre Pantai Panjang Bengkulu
Peserta/Undangan : Umum
Pukul 08.00-16.30
Acara : Konvensi Media Massa
Tempat : Krakatau Room, Grage Horizon Hotel, Bengkulu
08.00 – 08.30 : Pendaftaran peserta
08.30 – 08.45 : MC/Panitia
08.45 – 09.00 : Sambutan Pembukaan Ketua Dewan Pers,
Prof.DR. Bapak Bagir Manan, SH., MCL.
09.00 - 09.15 : Sambutan Kunci Menkominfo Tifatul Sembiring
09.15 – 10.30 : Potensi Daerah – Menuju Bengkulu Hebat
· Natural Capital
· Physical Capital
· Human Capital
· Social Capital
Narasumber (*):
1. Gubernur Bengkulu
2. Walikota Surabaya
3. Bupati Wakatobi
Moderator: DR Hery Margono (Direktur Utama Sempurna Training and Consulting)
10.30 – 10.45 Coffee break
10.45 – 12.45 : Independensi Media dalam Pemilu
v Intervensi pemilik perusahaan pers terhadap redaksi
v Membangun media yang bermutu dan beretika
v Profesionalitas wartawan dalam liputan Pemilu
v Peran masyarakat mengawasi media
Pembicara (*):
1. F Harianto Santoso (GM Litbang Kompas)
2. Judhariksawan (Ketua Komisi Penyiaran Indonesia)
3. Nurjaman Mochtar (Ketua Forum Pemred, SCTV)
4. Dra R Niken Widiastuti (Direktur Utama LPP RRI)
Moderator: Ninok Leksono (Anggota Dewan Pers)
12.45 – 13.30 : ISHOMA (Paduan Suara Maestro Voice akan tampil)
13.30 – 16.30 : Politik – Pemilu:
Melahirkan Pemimpin Bangsa yang Hebat “Good to Great Leader”
o View on Transformasi media cetak ke media digital
o Oligarki media
o Cross ownership
o Intervensi Pemilik Perusahaan Media ke redaksi
Pembicara (*):
1. Dahlan Iskan (Menteri BUMN)
2. Moh. Mahfud MD (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi)
3. Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Partai GERINDRA) (*)
Moderator: Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si (Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta)
Undangan : Khusus
Pukul 18.00-21.00
Acara : Malam Anugerah IPMA & INMA (SPS)
Tempat : Hotel Santika
Undangan : Khusus
Pukul 19.30-21.00
Acara : Santap Malam Bersama Wali Kota Bengkulu
Tempat : Balai Kota Bengkulu
Pembicara : Tommy Winata (Pengusaha/Pencinta Lingkungan) (*)
Undangan : Khusus
Ahad, 9 Februari 2014
Pukul 09.00-12.00 WIB
Acara : Puncak Acara
Tempat : Benteng Marlborough, Bengkulu
Pukul 08.30 – 09.30 : Peserta/Undangan hadir di tempat acara
Registrasi, Penerima Tamu mengarahkan tempat duduk
Pukul 09.00-09.30 : Persembahan Musik dan Lagu-Lagu Tradisional
Bengkulu (PS Maestro Voice Bengkulu)
Pukul 09.30-09.40 : Presiden RI dan rombongan tiba di tempat acara
Pukul 09.40-09.45 : Pembukaan acara oleh MC/Protokol
Pukul 09.45-09.50 : Lagu Indonesia Raya bersama Paduan Suara
(Maestro Voice Bengkulu)
Pukul 10.00-10.50 : Sambutan Penanggung Jawab HPN 2014 dilanjutkan
Penyerahan buku terbitan HPN kepada Presiden
Pukul 09.50-09.55 : MARS HPN (Maestro Voice Bengkulu)
Pukul 10.17-10.25 : Sambutan Gubernur Bengkulu
Pukul 10.27-10.42 : Sambutan Ketua Dewan Pers menyampaikan Deklarasi HPN 2014
Pukul 10.44-11.00 : Penandatanganan MOU:
A. PWI dengan Trans Media, BRI, Mandiri, Garuda Indonesia, BRI, Artha Graha, PT Semen Indonesia, tentang peningkatan kompetensi wartawan
B. PWI dengan Mendikbud, Kominfo, dan BNN tentang pelatihan wartawan
C. Gubernur dengan Menteri BUMN, soal relokasi bandara Fatmawati
D. MoU Gubernur Bengkulu dengan Direksi BPJS tentang Program Jamkesda
Pukul 11.02-11.17 : Penyampaian Anugerah dan Penghargaan:
Ø Presiden CAJ Kepada Gubernur Sumatera Selatan
Ø Anugerah Jurnalistik Adinegoro dan Penghargaan Jurnalistik Inovasi
Ø Anugerah Medali Emas Spirit Jurnalistik
Ø Medali Emas Persaudaraan Pers kepada CAJ
Ø Penghargaan Istimewa Sahabat Pers
Pukul 11.19-11.45 : Amanat Presiden RI Bpk. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Dilanjutkan dengan penandatanganan Prasasti
Pukul 11.47-12.00 oa Penutup: Kakanwil Kementerian Agama Prov Bengkulu
Pukul 12.00 : Acara selesai
Pukul 12.00-12.15
Acara : Peninjauan Tugu Pers oleh Presiden RI
Undangan : Khusus
Pukul 12.15-13.00
Acara : Penanaman Pohon dan Pelepasan Anak Penyu
Oleh Presiden RI (Simbolis)
Tempat : Pantai Panjang, Bengkulu
Pukul 13.00 : ISHOMA
Tempat : Balai Semarak Bengkulu
Pukul 19.00-22.00
Acara : Nonton Bareng Film ”Soekarno”
Pembicara : Hanung Bramantyo (sutradara), Zen RS (sejarawan/konsultan)
Tempat : Bioskop 21 Mega Mal, Bengkulu
Undangan : Khusus
Pukul 18.00
Acara : Malam Anugerah Indonesian Tourism Awards & Summit
(SPS)
Tempat : Hotel Santika
Undangan : Khusus
Pukul 18.30
Acara : Temu Wartawan Asean Bersama CAJ dan Menpen Malaysia
Tuan Rumah : Menteri Penerangan Malaysia
Pembicara : Margiono, Sabam Siagian
Tempat : Grage, Hotel Horison
Undangan : Khusus
Pukul 20.00-23.00
Acara : Hiburan Rakyat (WALI)
Tempat : Panggung Hiburan Sport Centre Pantai Panjang
Undangan : Umum
Senin, 10 Februari 2014
Pukul 09.00
Acara : City Tour
Tempat : Objek Wisata Kota Bengkulu
Peserta : Khusus.
Pukul 13.00
Kembali ke daerah masing-masing.
TKP
9 Februari 2014 Selamat Ulang Tahun PWI dan Dirgahayu Pers Indonesia semoga tetap menjadi insan pers yang independen tidak berpihak kepada suatu organisasi.
Merdeka!
Diubah oleh deujavastore 07-02-2014 02:17
0
9.2K
Kutip
6
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan