- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Muslimah HTI: Bupati Kendal Harusnya Tak Mentolerir Hal yang Dilarang Agama
TS
duta.pertamax
Muslimah HTI: Bupati Kendal Harusnya Tak Mentolerir Hal yang Dilarang Agama
Quote:
Tarawih keliling Bupati Beri Bantuan Masjid, Rabu ( 25/ 07/2012 )
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Bupati Kendal, Jawa Tengah, Widya Kandi Susanti terkait lokalisasi prostitusi telah memicu perdebatan luas. Semua maklum bahwa prostitusi terlarang menurut pandangan agama, juga memunculkan berbagai persoalan sosial dan mengancam pilar-pilar keutuhan keluarga.
Namun menurut sang bupati pekerja seks komersial adalah pahlawan keluarga karena mereka umumnya bekerja untuk menghidupi keluarga. Dalam kondisi itu, tidak manusiawi jika tempat pramuriaan ditutup.
"Selain tidak manusiawi, dengan ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Pasalnya, kemungkinan para PSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup," papar Bupati Widya, Kamis (23/1/2014).
Menanggapi statemen bupati Kendal, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menganggap pernyataan Bupati Widya menunjukkan cara berfikirnya yang pragmatis, kompromis dan sekular. Sebagai pengambil kebijakan, bupati selayaknya menyampaikan pernyataan dan membuat kebijakan yang bisa memberikan solusi apapun konsekuensinya, tidak hanya bersikap kompromis dan mencari yang paling ringan risikonya.
"Sebagai seorang muslimah semestinya tidak mentolerir hal yang dilarang agama. Bila merujuk kepada aturan agama (Islam) justru Bupati Widya akan mendapati komprehensifnya aturan Islam mengatasi persoalan ini," ungkap Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Senin (27/1/2014).
Menurut Iffah, Islam menetapkan lima jalur yang harus ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi yakni penegakan hukum/sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi/zina. Tidak hanya mucikari atau germonya. PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi harus dikenai sanksi tegas.
Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita pezina, di neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada payudaranya.
"Jalur yang kedua adalah penyediaan lapangan kerja. Faktor kemiskinan yang seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi tidak perlu terjadi bila negara memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan, terutama bagi kaum laki-laki. Perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya," jelas Iffah.
Jalur yang ketiga menurut Iffah adalah pendidikan/edukasi yang sejalan. Pendidikan bermutu dan bebas biaya akan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal. Pendidikan juga menanamkan nilai dasar tentang benar dan salah serta standar-standar hidup yang boleh diambil dan tidak.
"Alasan PSK yang kembali ke tempat prostitusi setelah mendapat pembinaan ketrampilan karena lebih sulit mendapat uang dari hasil menjahit dibanding melacur tidak akan terjadi bila ada penanaman kuat tentang standar benar dan salah," ungkapnya.
Selain itu ada jalur sosial. Menurutnya pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Hal lain adalah pembentukan lingkungan sosial yang tidak permisif terhadap kemaksiatan sehingga pelaku prostitusi akan mendapat kontrol sosial dari lingkungan sekitar.
"Jalur terakhir adalah kemauan politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pramuriaan. Bukan hanya menutup semua lokalisasi, tapi juga semua produksi yang memicu seks bebas seperti pornografi lewat media," ungkap Iffah.
Iffah menilai dibutuhkan political will di tingkat negara untuk menutup tuntas pintu-pintu prostitusi. Kebijakan di tingkat kepala daerah tidak akan mampu mewujudkannya. Karenanya seluruh masyarakat sesungguhnya membutuhkan negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan negara yang mampu menerapkan syariat Islam ini dalam bentuk Khilafah Islamiyah.
http://www.tribunnews.com/regional/2...dilarang-agama
Sedikit Geliat Lokalisasi "Mewah" di Kendal...
Spoiler for :
KENDAL, KOMPAS.com — Malam baru saja menjelang. Lokalisasi Gambirlangu (GBL), Sumberjo, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, sudah mulai menggeliat.
Pada Sabtu (26/10/2013) malam, lokalisasi tersebut mulai terlihat ramai dikunjungi para "tamu" yang mengendarai motor ataupun mobil. Suara musik dangdut terdengar dari rumah-rumah yang ada di kompleks lokalisasi itu.
Di teras depan rumah, para wanita penjaja seks komersial (PSK) tampak sedang duduk santai. Mereka mengenakan kaus ketat dengan dipadu celana pendek dan ada pula yang dipadupadankan dengan celana jins panjang. Di jari tangan mereka terselip sebatang rokok yang menyala. Sesekali mereka mengisap rokok tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala mengikuti irama musik dangdut.
Kebanyakan dari para PSK ini berusia sekitar 20 hingga 35 tahun. Wajah mereka cantik-cantik dengan dandanan mencolok. Bibirnya selalu mengumbar senyum kepada setiap pengunjung yang lewat. "Mampir, Mas," ucap salah seorang PSK ke setiap pria yang datang.
Lokalisasi GBL terletak di perbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Kendal. Kawasan itu merupakan salah satu lokalisasi terbesar di Pantura, Jawa Tengah. Lokalisasi GBL terbagi dalam dua wilayah, yaitu Kota Semarang dan Kaliwungu, Kendal. Jumlah PSK yang menghuni dua lokalisasi GBL itu sebanyak 500 orang. Sebanyak 240 orang di antaranya berada di GBL Kendal. Mereka hampir semuanya berasal dari luar daerah, seperti Purwodadi, Jepara, Bandung, dan lainnya.
Ketua Rehabilitasi Sosial (Resos) GBL Kaliwungu, Kendal, Asmadi Suwarto (53), menjelaskan, lokalisasi GBL termasuk lokalisasi berusia tua. Lokalisasi ini sudah ada sejak tahun 70-an. Penghuninya keluar masuk silih berganti.
Namun, menurut pria yang juga mempunyai rumah pondokan untuk praktik PSK ini, seiring dengan perkembangan zaman, lokalisasi yang dulunya kumuh tersebut kini sudah menjadi salah satu kawasan "mewah". Rumah-rumah untuk hiburan dan pelampiasan nafsu syahwat pria hidung belang itu kini sudah dilengkapi ruang karaoke dengan fasilitas air conditioner (AC).
Kini, jelas Asmadi, setiap tamu yang datang ke GBL tidak lagi para sopir truk seperti dahulu, tetapi dari kalangan menengah atas. Hampir semuanya para tamu mengendarai kendaraan roda dua dan roda empat. Kalaupun tidak memiliki kendaraan pribadi, mereka datang dengan menumpangi taksi.
"Kalau tidak berduit, mereka tidak berani datang ke sini (GBL, red), kecuali mereka hanya iseng dan melihat-lihat saja," kata Asmadi.
Rp 40.000 per jam
Menurut Asmadi, sekitar tahun 1970 hingga 1980-an, lokalisasi GBL diramaikan oleh musik dangdut dari pengamen jalanan. Namun, situasinya sudah berubah sejak 1990-an. Musik dangdut dari pengamen jalanan telah hilang dan berubah menjadi tempat karaoke. Jadi, para tamu tidak hanya bisa bercinta dengan PSK, tetapi juga bernyanyi karaoke dengan ditemani oleh pemandu karaoke (PK). Tarif untuk karaoke per jam bervariasi tergantung fasilitas, mulai Rp 20.000 hingga Rp 40.000, sedangkan tips untuk PK per jam Rp 50.000.
"Kalau ruangannya tidak ber-AC, sewa karaokenya cuma 20 sampai 25.000. Yang ber-AC ada yang 30.000, ada juga yang Rp 40.000, tergantung tempatnya," kata Asmadi yang juga mempunyai tempat karaoke.
Asmadi mengaku, tempat karaokenya tidak ber-AC, jadi sepi. Padahal, tarif sewa untuk karaoke di tempatnya cuma Rp 20.000 per jam. Lantaran sepi, Asmadi tidak berani memelihara PK.
"Kasihan, kalau saya memelihara PK sebab karaoke saya tidak laku. Kalau ada tamu yang uangnya pas-pasan dan karaokean di tempat saya, mereka saya tawari PK dari tempat lain," akunya.
Asmadi menambahkan, pada awal-awal musim karaoke, jumlah rumah karaoke di GBL sebanyak 150 unit. Namun, sekarang tinggal sekitar 80 rumah. Dengan demikian, banyak rumah karaoke di GBL ini yang kosong alias tutup. Hal ini karena persaingan bisnis karaoke yang semakin ketat.
"Di GBL, buka mulai jam 8 pagi hingga 12 malam. Lebih dari itu, tamu harus pulang kalau tidak mau kena operasi. Tapi, di tempat-tempat karaoke lain di luar GBL, buka sampai pagi sehingga mereka lebih suka memilih tempat karaoke di luar GBL," ujarnya.
Sepinya tamu karaoke juga dialami Sulasmi (45). Sulasmi juga mengaku tidak berani memelihara PK karena tempat karaokenya sepi. Dia mengelola tempat karaokenya bareng dengan suami.
"Untung warung minuman dan makanan saya laku. Kalau tidak, saya bisa bangkrut," kata Sulasmi.
Sulasmi menjelaskan, kontrakan di GBL sangat mahal. Paling murah setahun Rp 10 juta. Sementara penghasilannya tidak menentu, apalagi tamu yang datang di GBL, semakin hari makin berkurang. "Banyak yang tutup karena bangkrut," kata Sulasmi.
Pemilik karaoke lainnya, Widi (23), justru mengalami nasib berbeda dengan Asmadi dan Sulasmi. Perempuan cantik yang mengaku berasal dari Kota Bandung ini kerap menerima kunjungan tamu sehari minimal tiga orang. Mereka bisa menyewa karaoke plus PK-nya, masing-masing empat hingga lima jam. Para tamu itu juga membeli minuman bir hingga berbotol-botol. Widi yang mempunyai lima anak buah itu mengaku mengontrak rumah di GBL selama dua tahun. Harga kontrak per tahun Rp 12,5 juta.
"Saya baru tiga bulan di sini. Untuk sewa karaoke, satu jamnya Rp 30.000 dan PK-nya Rp 50.000. Selain sebagai induk semang, saya juga menjadi PK kalau ada tamu yang menghendaki saya," akunya.
Widi yang berkulit putih bersih dan berambut panjang sepunggung ini menjelaskan, sebelum mengontrak rumah di GBL, Kendal, selama dua tahun, dia mengontrak rumah di GBL Semarang. Tetapi, karena ada masalah dengan pengurus Resos di GBL Semarang, ia pindah ke Kendal.
"Pengurus GBL di wilayah Semarang orangnya keras. Saya tidak kerasan karena saya diharuskan mau mengikuti kegiatan, seperti latihan teater atau apa," tambahnya sambil tertawa genit.
regional.kompas
ADA SEJARAHNYA
Spoiler for :
PSK gambilangu belajar membatik
Gambilangu adalah lokalisasi yang berada di wilayak kabupaten Kendal yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Tugu Kodya Semarang. Gambilangu dalam wilayah Kabupaten Kendal terletak di Dk. Mlaten atas Ds. Sumberejo Kec. Kaliwungu Kabupaten Kendal. Nama Gambilangu berasal dari dari dua kata Gambir dan langu, Gambir merupakan sebuah pohon yang pada jaman dulu banyak terdapat diaerah tersebut, buah pohon ini biasa dikonsumsi penduduk jaman dahulu untuk menggosok gigi atau dikunyah (nginang) untuk membersihkan mulut, bau buah tersebut oleh orang Kendal disebut langu atau campuran antara pahit , manis dan getir serta mempunyai ciri khas yang hanya dimiliki oleh pohon gambir tersebut.
Sebelum menjadi lokalisasi tempat tersebut merupakan pemukiman kumuh yang awalnya dihunii oleh beberapa orang, rumah yang didirikan juga sangat sederhana yang terbuat dari Gedeg (anyaman bambu) yang belum permanen. Tahun 1970 gambilangu masih berupa hutan, tegalan dengan pohon pohon besar. Tahun 1972 masyarkat luar mulai mendirikan bangunan semi permanen dengan membeli tanah seharga Rp 50.- per meter.
Penghuni daerah ini pada awalnya adalah seorang wanita bernama Jaenah, rumah yang ditempatinya semula bukan merupakan rumah bordil, hanya rumah biasa, rumah tersebut disewa untuk menginap tamu yang membawa wanita teman kencan kemudian melakukan hubungan seksual disana. Rumah tersebut layaknya losmen sederhana dan belum memiliki pekrja seks yang tinggal menetap dilokasi tersebut.
Para pramuria dibawa oleh tamu hidung belang dan diajak kencan dirumah Jaenah. Lambat laun daerah tersebut ramai didatangi penghuni baru . Pra penghuni baru tersebut diantara dari golongan Gali, Orang bermasalah dan orang yang sengaja ingin membuka usaha seperti Bu Jaenah . Diantara penghuni tersebut adalah Pak Slamet Prayitno , Rochim , Pak Dakir mereka menetap didaerah tersebut pada tahun 1971 - 1972 terutama di lokalisasi yang masuk dalam wilayah Kodya Semarang , diduga penduduk tersebut mempunyai banyak masalah kriminal meskipun Slamet Prayitno sendiri adalah pecatan Polisi. Mereka dianjurkan tinggal didaerah tersebut oleh seseorang bernama Ahmadun dengan alasan daerah tersebut masih sepi dan jarang penduduknya dengan harapan agar mereka tidak membuat masalah lagi di masyarakat .
Masuknya orang orang tersebut merubah tempat itu menjadi lokasi pramuriaan tidak resmi karena mereka sudah mempunyai anak asuh yang tinggal dirumahnya .
Gambilangu berubah nama menjadi sumberejo pada tahun 1976 dengan adanya perluasan wilayah Kodya Semarang. Gambilangu sebagai sebuah komplek terbagi dalam dua wilayah yaitu wilayah Kodya semarang dan Kecamatan kaliwungu Kabupaten Kendal, sedangkan untuk wilayah Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal mempunyai batas batas sebagai berikut :
Batas barat Ds. Sumberejo
Batas Selatan Kel. Rowosari Kodya Semarang
Batas Timur Kel. Mangkang Kulon
Batas Utara Ds. Sumberejo
Seiring dengan banyaknya orang orang yang tingal didaerah tersebut maka mereka membuka praktek bordil dan hiburan karaoke. Tapi nama Slamet Prayitno, Rochim dan Dakir tetap dikenang sebagai tokoh yang mempunyai peran sentral dalam menyulap daerah tersebut menjadi tempat lokalisasi.
Sebutan GBL itu sendiri berasal dari singkatan Gambilangu, yang kemudian tenar karena memudahkan pengucapanya dan orang menyebutnya dengan nama GBL hingga kini
Wacana menutup lokalisasi tersebut pernah mengemuka di masa reformasi pergantian pemerintahan dari Rezim Orde Baru ke Orde Reformasi disekitar tahun 1998, sempat terlihat ada beberapa plang berisikan pengumuman bahwa lokalisasi terbesar di Kendal itu tutup terpampang besar di pintu masuknya, kejadian itu tak hanya di GBL tapi juga hampir di seluruh lokalisasi di Kendal seperti lokalisasi Alas Karet di Sukorejo, lokalisasi Om Sumadi di Cepiring dan Damarsari, imbasnya bukannya praktek prostitusi berhenti namun malah ada efek samping yang tak disangka yaitu para pramuria yang merasa tak aman di lokalisasi kemudian berpraktek di sembarang tempat, umumnya di tempat keramaian seperti Gedung Bioskop Gajahmada di Kendal kota, Gedung bioskop Sriagung Cepiring, terminal Andong Cepiring, Terminal weleri hingga Bundaran Sukorejo, dari kejadian itulah disadari bahwa lokalisasi memegang peranan penting untuk mengendalikan para pekerja seks, karena dari lokalisasi itulah kesehatan dan keamanan para PSK bisa terpantau.
(aryowidiyanto.blogspot.com)
Sehina hinanya yang ngangkang lebih hina yang datang, sehina hinanya yg datang lebih hina sok suci koruptor munafik beli selangkangan
Diubah oleh duta.pertamax 27-01-2014 07:50
0
5.6K
Kutip
5
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan