correiaAvatar border
TS
correia
Penyelesaian Kasus CMATS Antara Timor Leste dan Australia berakhir di Den Haag
Timor Leste tuntut Australia ke pengadilan
Den Haag (ANTARA News) - Timor Leste pekan depan menuntut Australia di pengadilan Internasional terkait spionase.

Kasus yang dibawa ke pengadilan Internasional (ICJ) di Den Haag Belanda itu menyangkut perjanjian minyak dan gas yang kontroversial dan ditandatangani pemerintah Dili tahun 2006.

Timor Leste menginginkan agar hakim ICJ memutuskan bahwa Australia harus mengembalikan dokumen yang diambil oleh intelijen Negeri Kangguru itu.

Dokumen yang diminta Timor Leste itu terkait usaha pemerintah Dili yang ingin membatalkan perjanjian tahun 2006 tersebut.

" Sangat sederhana: kami ingin dokumen kami kembali. Australia secara tidak sah mengambil dokumen milik Timor -Leste," kata juru bicara pemerintah Timor Leste Agio Pereira kepada AFP.

Dili menginginkan batalnya perjanjian dengan Canberra itu dengan alasan Australia memata-matai para menteri Timor Leste demi keuntungan komersial.

Australia diduga melakukan spionase dengan menyusup pada proyek bantuan renovasi kantor kabinet Timor Leste.

Spion Australia diduga memasang alat penyadap di dinding-dinding kantor kabinet pada tahun 2004 agar bisa menguping pembahasan tentang perjanjian itu.

Perjanjian bernama Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea ( CMATS) itu berisi pembagian 50-50 dari hasil bidang energi maritim antara Australia dan Timor Leste. Nilainya diperkirakan 36 miliar dolar AS.

Pemerintah Timor Leste menandatangani perjanjian tersebut "saat rapuh dan rentan ketika baru memulai perjalanan sebagai bangsa," kata Pereira.

"Sekarang, 2014, kami bertindak dengan berdasarkan informasi data, dan analisis baru, antara lain bahwa Australia mungkin telah bertindak dengan itikad buruk dan melanggar hukum internasional."

Media-media Australia melaporkan bahwa bagian terbesar dari minyak di Laut Timor dan gas berada di wilayah Timor Leste.

Langkah pertama Timor Leste adalah meminta ICJ untuk memerintahkan Australia mengembalikan dokumen yang diambil intelijen Negeri Kangguru itu pada November 2013.

Dokumen itu diambil saat para intel dalam negeri Australia menggeledah kantor pengacara Bernard Collaery yang mewakili Timor Leste.

Collaery, mewakili Timor Leste, tahun lalu mengajukan gugatan lewat Permanent Court of Arbitration untuk membatalkan perjanjian CMATS.

Agen Australia juga menggeledah kediaman seorang mantan intelijen mereka yang beralih menjadi pemasok informasi yang memberatkan Canberra dalam kasus arbitrasi tersebut.

Australia selama ini tidak mau berkomentar soal penggeledahan tersebut namun Perdana Menteri Tony Abbott mengatakan tiindakan itu demi kepentikan nasional.

Dili telah meminta "penetapan sementara" hingga ICJ menjatuhkan putusan pada kasus ini.

Penetapan sementara yang diinginkan Timor Leste antara lain dokumen itu diserahkan ke pengadilan dan jaminan bahwa Australia tidak akan menyadap komunikasi antara pejabat Timor Timur dengan penasihat hukumnya.

http://www.antaranews.com/berita/414...-ke-pengadilan


Senin, 20 Januari 2014 | 12:52 WIB
Timor Leste, Australia, dan Arbitrase di Den Haag

TEMPO.CO, Dili - Pemerintah Timor Leste minta Pengadilan Tetap Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, memerintahkan Australia untuk mengembalikan semua dokumen yang disitanya dalam penggrebekan di kantor salah satu pengacaranya, Bernard Collaery, di Canberra, Desember 2013 lalu.

Permintaan ini merupakan bagian dari rangkaian gugatan Timor Leste terhadap Australia terkait perjanjian eksplorasi minyak dan gas di Laut Timor.

Gugatan di Den Haag ini merupakan upaya Timor Leste membatalkan CMATS Treaty (Certain Maritime Arrangements in The Timor Sea) tahun 2006, yang ditandatangani perdana menteri Australia saat itu, Alexander Downer dan kolega Timor Leste-nya, Jose Ramos-Horta. Perjanjian itu akan mulai berlaku efektif tahun ini.

Berdasarkan kesepakatan CMATS, kedua negara akan mendapatkan pendapatan 50:50 dari ladang minyak dan gas Greater Sunrise. Dua negara mengklaim sama-sama berdaulat atas daerah yang terletak sekitar 150 km selatan Timor Timur dan 450 km barat laut Darwin. Kawasan ini diperkirakan memiliki kandungan minyak dan gas senilai US$ 40-50 miliar.

Timor Leste ingin merevisi kembali kesepakatan itu setelah eks agen intelijen luar negeri Australia (Australian Secret Intelligence Service, ASIS) yang bersedia menjadi whistleblower, mengatakan bahwa dinas intelijen Negeri Kangguru ini melakukan penyadapan saat kesepakatan itu sedang dinegosiasikan. Berdasarkan pengakuan ini, Timor Leste menuding Australia bersikap tak fair, melanggar hukum internasional, dan minta kesepakatan tahun 2006 itu dibatalkan.

Di tengah upaya inilah badan mata-mata domestik Australia, Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) menggeledah kantor Bernard Collaery, dan membawa sejumlah dokumen dan file penting, 3 Desember 2013. Saat penggeledahan, Collaery sedang tak ada di Canberra. Pada hari yang sama, agen ASIO juga menggerebek rumah sang whistleblower, yang juga akan menjadi saksi kunci Timor Leste. Setelah ditahan dan diinterogasi selama beberapa jam, paspor eks mata-mata itu dicabut dan membuatnya nyaris tak mungkin ke luar negeri, apalagi bersaksi.

Menurut Collaery, salah satu file yang diambil dalam penggeledahan itu adalah dokumen pernyataan tertulis (affidavit) sang whistleblower. Dalam affidavit itu, eks agen tersebut mengaku mengetahui adanya teknisi ASIS memasang perangkat pendengaran rahasia di dinding kantor Kabinet Timor Leste yang saat itu direnovasi di Dili tahun 2004.

Penggrebekan itu tak menghentikan proses hukum yang diajukan Timor Leste. Sidang pertama kasus itu, yang berlangsung tertutup, sudah dimulai akhir Desember 2013 lalu.

http://www.tempo.co/read/news/2014/01/20/120546550


Senin, 20 Januari 2014 | 12:17 WIB
Timor Leste Minta Australia Kembalikan Dokumennya

TEMPO.CO, Dili - Pemerintah Timor-Leste minta pengadilan internasional untuk memerintahkan Australia untuk menyerahkan semua dokumen yang disita dalam penggrebekan di kantor salah satu pengacaranya di Canberra.

Organisasi mata-mata domestik Australia, Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) menggerebek kantor pengacara Bernard Collaery di Canberra pada awal Desember dan menyita dokumen yang berkaitan dengan sengketa antara Australia dan Timor-Leste menyangkut perjanjian minyak dan gas senilai lebih US$ 40 miliar.

Dili berpendapat bahwa dokumen itu milik Timor-Leste dan berhak dilindungi hukum internasional. Timor-Leste menginginkan ada keputusan sementara yang memerintahkan penyerahan semua dokumen yang disita itu ke pengadilan internasional.

"Selain kembalinya properti kita, Timor-Leste sedang mencari perlindungan bagi semua komunikasinya," kata Menteri Luar Negeri Timor-Leste, Agio Pereira, dalam sebuah pernyataan, seperti dimuat Guardian Senin 20 Januari 2014.

Dokumen-dokumen yang disita ASIO itu berhubungan dengan gugatan Timor-Leste terkait perjanjian tentang Pengaturan Kelautan Tertentu di Laut Timor (Treaty on Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea).

Pemerintah Dili menuduh Australia menyadap kantor kabinet selama proses negosiasi perjanjian tahun 2004. Atas dasar itu pula Timor-Leste menggugat perjanjian itu ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Denhaag, Belanda.

Jaksa Agung George Brandis menyetuji surat perintah untuk penggeledahan pada 3 Desember 2013 di kantor Collaery dan di rumah seorang mantan mata-mata Australia, yang merupakan saksi kunci dalam kasus Timor-Leste dalam kasus yang sudah ada di pengadilan arbitrase itu.

Pengadilan internasional di denhaag adalah badan peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang didirikan untuk mengadili sengketa antara negara-negara anggota badan dunia ini. Keputusan akhir tentang kasus ini bisa memakan waktu satu tahun atau lebih.

http://www.tempo.co/read/news/2014/01/20/120546538

0
4.2K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan