RyoEdogawa
TS
RyoEdogawa
SBY Care Vs Obama Care




SBY Care Vs Obama Care
Jumat, 10 Januari 2014 07:20 WIB

Oleh ADITYAS A AZHARI, Wartawan Tribun Jabar

MENKO KESRA Agung Laksono dengan percaya diri mengklaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di bawah pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai SBY care.
Agung bahkan menyebut JKN ini lebih "hebat" daripada Undang-undang perlindungan kesehatan yang diluncurkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, atau kerap disebut Obama care pada 1 Oktober 2013 lalu.
"Ini lebih besar dari Obama care. Ini SBY Care lebih besar. Soalnya masyarakat Indonesia ada sekitar 270 juta penduduk," kata Agung Laksono, 2 Januari silam

Atas klaim Agung ini banyak pihak mengkritiknya. Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago mengatakan penyebutan BPJS Kesehatan sama dengan SBY care sudah masuk unsur politisasi dan hal tersebut hanya klaim sepihak.

"Apa dasarnya dinamakan SBY care? Kalau sejak awal SBY yang menggagas RUU-nya, lalu partainya mendukung sampai disahkan, baru boleh disebut SBY care. Ini jauh sekali dengan Obama care dan sangat berbeda," ujar Andrinof menanggapi berita soal SBY care itu.

Terlepas dari SBY-care atau Obama care, sebenarnya dunia tengah menyoroti JKN Indonesia ini. Bagaimana tidak JKN BPJS ini merupakan program asuransi kesehatan terbesar di dunia. Obama care hanya melindungi 30 juta warga AS, sedangkan JKN meng- cover 240 juta warga RI.
Obama care memberi jaminan pada semua rakyat AS untuk mendapatkan akses pada layanan dan perlindungan kesehatan, baik saat mereka sehat atau sakit, bagi orang tua maupun muda. UU juga mengharuskan pemerintah membantu mereka yang berpenghasilan rendah untuk membayar premi asuransinya.

UU jaminan kesehatan itu juga menyentuh segala sesuatu terkait jaminan kesehatan untuk warga Amerika. Mulai dari bagaimana rumah sakit akan diganti biayanya untuk perawatan hingga perlunya restoran mencantumkan jumlah kalori pada menu mereka.

Tentu saja JKN BPJS tidak kalah dari Obama care. Dalam implementasinya JKN BPJS mengusung prinsip "Yang mampu membayar sendiri, yang tidak mampu dibiayai negara".
Dalam JKN BPJS ini, mereka yang mampu pun dapat memilih membayar sesuai kemampuannya masing-masing sehingga mereka mendapat pelayanan sesuai kelasnya di rumah sakit. Iuran per bulan kelas 3 Rp 25.500, kelas 2 sebesar Rp 42.500 dan kelas 1 Rp 59.500.

Namun yang membedakan dari Obama care, adalah standar layanan kesehatan dan teknologi medis di negeri ini masih jauh dari negeri Paman Sam. Selain itu sosialisasi dengan 17.508 pulau, yang rakyatnya masih banyak tinggal di daerah terpencil dan kurang melek teknologi, membuat upaya sosialisasi pemerintah tentang JKN BPJS kurang maksimal.

Sebaliknya di AS, masifnya sosialisasi Obama care membuat masyarakat mengetahui adanya program jaminan kesehatan oleh pemerintah. Jutaan warga AS pun lantas mendaftar secara online saat program tersebut diluncurkan, sehingga membuat website pendaftaran langsung ngedrop.
Warga AS yang tidak memiliki asuransi kesehatan melalui Medicaid, Medicare, atau tempatnya bekerja, bisa membeli asuransi itu. Sementara terkait soal tenaga medis, salah satu contoh seperti yang diberitakan di harian ini Kamis (9/1). Yaitu dari 14.500 dokter di Jabar yang telah siap melayani masyarakat, ternyata hanya 1.850 dokter yang dikotrak oleh BPJS.

Ini memang tantangan baru dalam menyejahterakan masyarakat secara masif. Namun sistem ini tentu akan terus menerus diperbaiki. Untuk itu sosialisasi secara masif harus dilakukan agar kelak dunia mengetahui bahwa ada satu negeri yang seluruh rakyatnya tanpa kecuali, dilindungi asuransi kesehatan.

http://www.tribunnews.com/tribunners...-vs-obama-care

Masih Amburadul, Komisi IX Pertanyakan Pelaksanaan 'SBY Care'
Liputan6.com, Jakarta : Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, Ribka Tjiptaning mempertanyakan klaim Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) yang menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan adalah program SBY Care.

Lantaran, kata Ribka, hal itu tak terlaksana secara baik sehingga menimbulkan keributan di tengah masyarakat. Apalagi, dalam proses pengesahan Undang-Undang BPJS beberapa waktu lalu pihak pemerintah tak terlihat secara serius mendukungnya.

"Ada SBY Care, rakyat malah ribut di bawah. Mereka tanya, kemarin terdaftar di Jamkesmas kok sekarang di BPJS tidak," ungkap Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning saat dihubungi Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (2/1/2014)Ketua DPP PDI Perjuangan ini mencontohkan buruknya pelaksaan SBY Care itu ketika ada seorang penderita kanker payudara ditolak menjalani kemoterapi karena program SBY Care tersebut. Karena Rumah sakit yang merawat pasien itu mengaku sedang transisi program, sehingga tak bisa memberikan pelayanan kesehatan.

"Alasan lainnya anggaran habis. Langsung aku telepon Menkes, aku bilang RS jangan tolak pasien. Kalau penolakan pasien itu langgar UUD, UU Kesehataan dan sumpah dokter. Jangan BPJS kalahkan UUD 45," tegas Ribka.

Lebih lanjut Ribka menjelaskan, permasalahan lain yang terjadi pada lapisan masyarakat terkait program SBY Care itu adalah persoalan birokrasi. Sebab, rakyat harus didata ulang menerima SBY Care itu.
"Sekarang harus didata ulang. Ada tahapan, bisa keburu mati itu orang kalau sakit parah. Terlalu panjang birokrasinya. Harusnya kan ototmatis dari Jamkesmas. Bahkan, harusnya semua rakyat Indonesia," tandas Ribka. (Adm/Ali)

http://news.liputan6.com/read/790539...anaan-sby-care

Politisi PKS Protes BPJS Disebut "SBY Care"
Usulan BPJS datang dari DPR bukan Presiden.
VIVAnews - Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Indra, protes program pelayanan kesehatan bagi masyarakat melalui BPJS disebut "SBY Care". Sebutan itu dinilai sebagai politisasi oleh pemerintahan SBY.

"Jangan mempolitisasi program BPJS dengan manipulasi kenyataan. Apakah layak disebut "SBY Care"?" kata Indra dalam pesan singkatnya, Senin 6 Januari 2014.

Sebab, menurut Indra, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS itu bukan RUU inisiatif Presiden, tetapi inisiatif DPR.

"Lihat saja risalah persidangan. Dalam pembahasan RUU BPJS terkait waktu pelaksanaan atau transisi, DPR menghehendaki, cukup dengan waktu dua tahun. Namun,pemerintah menghendaki waktu sekitar 10-15 tahun, dan cukup banyak materi pembahasan pemerintah tidak menampakan "care" (kepedulian) yang cukup," kata Anggota Komisi IX ini.

Bahkan saat UU masih dibahas, Istana sering kali digoyang demonstrasi karena dianggap kurang peduli dengan rakyat.

Agar pelaksanaan BPJS Kesehatan aplikatif dan berjalan dengan baik, UU BPJS mengamanahkan pemerintah membuat aturan pelaksana BPJS Kesehatan dengan Peraturan Pemerintah paling lambat dilakukan 24 November 2012. Namun kenyataannya sampai batas waktu yang ditentukan belum ada satupun peraturan pelaksana itu yang diterbitkan.

Sehingga, dalam rapat paripurna DPR memprotes atas kelambanan dan pengabaian amanah UU BPJS oleh pemerintah.

"Sangat molor dan lalainya pemerintah dalam membuat aturan pelaksana BPJS Kesehatan tentunya berpotensi terhambatnya proses persiapan pelaksanaan BPJS," ujar dia.

Selain itu, UU BPJS jelas mengatur bahwa kesehatan orang miskin dan tidak mampu ditanggung oleh negara dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun kenyataannya, justru pemerintah menerbitkan PP yang memberikan batasan atau kuota penerima PBI hanya 86,4 juta orang.

Padahal berdasarkan data yang ada, seharusnya ada 96,4 juta orang yang mendapatkan PBI. Belum lagi potensi orang yang bisa jadi miskin karena ter-PHK, terkena bencana, dan lainnya.

"Namun karena pmerintah membuat sistem kuota akhirnya mereka tidak masuk PBI. Dengan cacatan itu jelas tidak layak BPJS disebut SBY Care," ujar Indra.

Sebelumnya, Menko Kesra Agung laksono mengatakan bahwa BPJS ini kegunaannya lebih besar dari Obama Care di Amerika Serikat. "Ini SBY Care dan lebih besar," kata Agung beberapa waktu lalu.

Dalam BPJS kesehatan yang disebut SBY Care itu, masyarakat tak mampu yang sakit ditanggung pemerintah. Menurut dia, jumlahnya 86,4 juta jiwa sesuai PBI yang telah ditetapkan.

"Targetnya 5 tahun ke depan seluruh masyarakat Indonesia yang jumlahnya 270 juta jiwa akan mendapat jaminan kesehatan. Artinya ini lebih besar dari Obama Care," kata Agung. (adi)
http://politik.news.viva.co.id/news/...but--sby-care-



Terlepas apakah benar BPJS adalah SBY Care ato nggak, wa sebagai masyarakat disini gak peduli2 amatlah. Yang penting syair indah yang tertulis di programnya dilaksanakan dgn benar di lapangan. Karena seperti yg agan2 lihat contoh kartu BPJS diatas tdp poin “Faskes tingkat I”, saat wa tanya2 sama seorang pegawai puskesmas yg ditunjuk sbg penanggung jawab arsip/surat2 BPJS, dia mengatakan bahwa ditempat tsblah baru pelayanan bisa dilakukan. Dengan kata lain, jika peserta mendatangi tempat lain selain faskes tingkat I yg tertera di kartu, maka peserta tsb tidak bisa dilayani.
Jelas bingung lah wa, brarti gak sesuailah ama yg diiklan2 di tipi2, yang katanya setiap warga indonesia akan ditanggung oleh JKN/BPJS, klo ternyata kartunya hanya berlaku ditempat tertentu saja emoticon-Hammer

Alasannya karena menggunakan sistem kapitasi, dimana masing2 daerah mempunyai peserta masing2, sehingga apabila terjadi pelayanan lintas daerah, maka otomatis sitem pembagian kapitasi ini akan merugikan daerah yg menerima peserta dari luar lebih banyak shg “jatahnya” akan terpakai karena melayani peserta luar daerah tsb. Untuk menghindari hal tsb, maka dilakukanlah penempatan pelayanan fasilitas kesehatan tingkat I bagi peserta.

Karena itulah wa share masalah itu disini, apakah di lapangan memang seperti itu yg terjadi, ataukah penempatan Faskes tingkat I itu hanya formalitas administrasi belaka dimana pada pelaksanaannya sebenarnya berlaku utk semua tempat yg bekerjasama dgn JKN/BPJS (klo emg formalitas doank harusnya gak perlu tertera dikartu donk, karena sebenarnya berlaku dimana saja).

Jadi agan yg punya informasi di lapangan ato yg kerja di BPJS tolong di share disini ya, biar semuanya jelas emoticon-Big Grin

UPDATE
Hari ini (25/1/2014) wa ikut rapat IDI kabupaten Muaro Jambi yg mengundang pembicara dari BPJS dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Pertanyaan diatas ternyata memang sudah muncul di Dinkes Provinsi, dan mereka pun belum menemukan jawaban yang tepat dan masih mencari pemecahan dari masalah tsb.

Klo dari BPJSnya malah bilang diikhlaskan saja, wa ngerti maksudnya, cuma sayangnya beliau bukan dilapangan yg jd ujung tombak pelayanan, yg tidak tau klo yg "diikhlaskan" itu jumlahnya bisa sangat besar, sehingga utk wilayah yg sudah menerima dana utk kapitasi tertentu bila harus melayani peserta luar maka jelas akan memberatkan wilayah tsb.

Jadi utk agan yg sudah ikut BPJS, kemudian misalnya dalam perjalanan dinas atau liburan ke luar daerah, trus mendadak demam atau batuk pilek, lantas ingin berobat dgn menggunakan kartu BPJSnya, maka karena agan bukan peserta di daerah tsb, seandainya kemudian agan ditolak, sebaiknya jangan marah dulu. Karena, bila mereka menerima agan, sedangkan dalam sebulan itu ada 100 org saja spt agan, maka dgn sistem kapitasi ini akan sangat merugikan mereka klo harus melayani agan jg. Karena jatah obat utk peserta mereka, diambil oleh agan yg bukan peserta di situ. Bila tjd demikian, maka wa sarankan agan berobat sebagai pasien umum saja dulu, sampai mungkin sistem klaim lintas wilayah bisa diberlakukan.

Terkecuali utk situasi Gawat Darurat, semuanya bisa menerima dan pelayanan tetap bisa dilakukan.
Diubah oleh RyoEdogawa 25-01-2014 15:00
0
3K
16
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan