fast_freddieAvatar border
TS
fast_freddie
Bagaimana pendapat agan tentang artikel BPJS ini?
MAAF, INI BUKAN SALAH KITA
Permasalahan Seputar BPJS


Erta Priadi Wirawijaya January 11, 2014 BPJS

Ini bukan tulisan saya, ini adalah tulisan seorang sejawat SpOG yg bertugas di RSUD dr. Soetomo (PPK III)

Akhirnya, yang saya takutkan terjadi juga. Saya ‘harus’ bertemu dengan pasien BPJS, yang ternyata adalah istri dari seorang teman sejawat dokter umum.

Pasien primigravida, datang jam setengah empat sore ke UGD dengan keluhan ketuban pecah dan letak lintang. Pasien tidak pernah ANC di saya. Setelah dihitung, usia kehamilannya masih sekitar 35 minggu. ANC terakhir adalah sebulan yang lalu di SpOG yang lain. Dari anamnesis, ternyata si pasien punya riwayat gula darah tinggi. Itu saja yang bisa saya gali (sungguh hal tidak menyenangkan bagi seorang SpOG bila ‘kedatangan” pasien yang tidak pernah ANC kepadanya ok harus meraba2 masalah pada pasien).

Dan episode berikutnya, adalah episode2 yang harus membuat saya menangis tak terperikan dalam hati. Pasien saya rencanakan SC cito. Pertanyaan yang pedih ketika dokter jaga menghubungi saya,”dokter mau mengerjakan pasien BPJS?”. Pedih, karena semua sejawat SpOG pasti tahu nominal biaya paket SC. Sekitar 3-4 juta. Itu total Jenderal, sudah termasuk sewa OK, obat bius, benang benang jahit, perawatan di ruangan, infus dan obat di ruangan. Lalu berapa honor yang harus diterima seorang SpOG? Tergantung. Yah, tergantung sisa hal2 di atas. Bisa saja cuma 60 ribu seperti yang pernah dialami sejawat saya.

Tapi, bukan itu yang membuat saya pedih. Toh, selama ini, kami para dokter sudah biasa mendiskon pasien, menggratiskan pasien dll. Yang membuat pedih adalah pertanyaan itu. Ini soal hati nurani. Apa mungkin saya menjawab tidak???

Pedih berikutnya, adalah ketika saya harus menunggu satu jam lebih untuk mendapatkan kepastian jadi tidaknya pasien ini operasi. Katanya, masih menunggu proses administrasi BPJS yang katanya online nya sedang lemot. Dan benar2 hati saya harus deg2an bercampur pedih itu tadi. Mau menunggu sampai kapan.Sampai jadi kasus kasep? Sementara urusan administrasi bukan wewenang kami para dokter.

Setelah dengan sedikit pemaksaan, pasien akhirnya bisa sampai di kamar operasi. Lagi2 saya harus pedih. Berdua dengan sejawat anestesi, kami harus berhemat luar biasa. Saya sibuk berhemat benang, dan dia sibuk memilihkan obat bius yang murah meriah. Aduhai, operasi yang sama sekali tidak indah buat saya….

Selesaikah pedih saya? Ternyata belum. Pasca operasi, saya dihubungi apotek. “Dok maaf, obat nyeri nya tidak ditanggung, obat untuk mobilitas usus juga tidak ditanggung,” hiks….Apakah kami para dokter ini jadi dipaksa bekerja di bawah standar oleh pemerintah? Dan, saya pun ikut merasakan betapa pasien masih merasakan kesakitan pasca SC. Sungguh, maaf, ini bukan salah kita, pasien ku sayang….

Bahkan, obat nyeri yang oral pun terpaksa bukan yang biasa kami berikan. Pedih dan perih hati kami. Seperti inikah pengobatan gratis yang dijanjikan oleh Pemerintah? (Tapi sebenarnya tidak gratis bagi PNS, karyawan, buruh dan orang mampu yang nanti dipaksa ikut BPJS). Kami harus bekerja dengan pengobatan ala kadarnya yang membuat kesedihan luar biasa bagi kami. Kami merindukan pasien2 tersenyum bahagia.
Dan…kepedihan yang paling2 pedih adalah harus menghadapi kenyataan bahwa malam ini, pasien BPJS saya adalah istri seorang sejawat dokter umum yang tercatat sebagai PNS di sebuah Puskesmas. Bayangkan, seorang ujung tombak lini depan pelayan kesehatan yang notabene pekerja Pemerintah, harus mendapatkan pelayanan BPJS seperti ini.

Dan…menangislah saya, karena kalau BPJS tetap berjalan seperti ini, bukannya tidak mungkin, saya dan kita semua akan mengalami hal yang sama dengan istri sejawat saya ini. Karena kelak, BPJS ini wajib untuk semua rakyat dan semua RS. Karena pemerintah pun menjadi tukang paksa bagi seluruh isi negerinya..,,Rakyat dipaksa ikut BPJS, karyawan swasta harus ikut BPJS, seluruh RS wajib melayani BPJS dan dokter pun harus melayani sesuai standar BPJS yang ala kadarnya…

Maaf, tapi ini bukan salah kita…

———————————

Untuk diketahui anda semua, di Era Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini, Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) membayar biaya berobat / perawatan berdasarkan diagnosis / prosedur yang dikerjakan melalui tarif Indonesian Case Based Group (InaCBGs) yang ditentukan oleh Kementrian Kesehatan. Besaran tarif tersebut mengkover jasa medis konsultasi / tindakan oleh dokter, obat-obatan, pemeriksaan lab/radiologi, perawatan, dsb. Besaran tarif tersebut juga berbeda sesuai kelas rumah sakit dan daerah, rumah sakit yang kelasnya lebih besar akan mendapat kompensasi yang lebih besar, RS kecil akan mendapat tarif yang lebih kecil.

Tarif InaCBGs ini menurut kementrian kesehatan dihitung dengan cermat, namun sangat aneh bin ajaib ternyata untuk kasus sirkumsisi (sunat) tarifnya jauh lebih besar dibandingkan tindakan SC. Silahkan lihat pada gambar dibawah.

Jadi apa memang benar diperhitungkan dengan cermat??

Kesimpulan yang bisa diambil dari tulisan sejawat saya dan kenyataan yang berkembang saat ini adalah :

Tarif InaCBGs yang rendah mengharuskan dokter untuk melakukan penghematan disegala bidang, bahkan dengan mengesampingkan jasa medis yang didapatnya. Hal ini tentunya berpotensi menurunkan standar pelayanan dan pada akhirnya pasien lah yang dirugikan.
Tarif InaCBGs tidak diperhitungkan dengan cermat sebagaimana yang diklaim pemerintah melalui kementrian kesehatan atau BPJS. Tarif tersebut dibuat secara sepihak dengan mengindahkan masukan dokter dan juga asosiasi Rumah Sakit. Sehingga hasil akhirnya jauh dari harapan dan menurunkan standar pelayanan kesehatan, hal ini tentunya merugikan masyarakat.
Dokter sebagai pekerja medis tidak bisa berbuat banyak karena dokter harus taat aturan karena menjadi bagian sistem SJSN yang masih harus banyak dibenahi.
Kesenjangan tarif InaCBGs yang sangat jauh berbeda antar kelas RS tidaklah adil. Karena hal tersebut pelayanan yang sesuai standar bisa jadi hanya dinikmati oleh masyarakat di perkotaan dengan rumah sakitnya yang besar. RS kecil didaerah akan tetap kecil dan sulit berkembang.
Rendahnya jasa medis yang akan diterima dokter akibat kesenjangan tersebut hanya akan mendorong dokter untuk bekerja di rumah sakit besar di perkotaan ketimbang bekerja di RS kecil di daerah.

By Erta Priadi Wirawijaya

Pelayanan BPJS Dijanjikan Hanya 30 Menit
DOKTER INDONESIA BERSATU Sekretariat : Bekasi Timur Regency Blok L1 No.1 Kec. Setu Bekasi 17325 Telp : (021) 36722709, Fax : (021) 8205166 Cp: dr.Agung : 081294038559 dr.Fenny : 083876601744
Polling
0 suara
Agan setuju BPJS?
0
3.5K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan