Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

roki.muqorrobinAvatar border
TS
roki.muqorrobin
Ishadi SK: Jangan Sampai YKS Distop…
Tayangan YKS sekarang sudah tidak ada saling lempar tepung, pakaian, kebanci-bancian, goyangan yang tidak dianggap pantas sudah tidak ada. Jangan sampai YKS distop, kita bergantung pada satu program. Kita siap mengoreksi apapun..”

Itulah permohonan yang diucapkan Ishadi di hadapan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Ruang Rapat KPI, Jakarta kemarin (6/1/14). Saat ini jabatan Ishadi adalah seorang Komisaris Trans TV dan Trans 7. Namun, jika Anda perhatikan kalimat yang saya petik dari situs KPI tersebut, sungguh miris, terutama kata-kata ‘KITA BERGANTUNG PADA SATU PROGRAM’.

“Kreativitas jika terlalu banyak tekanan akan bingung,” ujar Ishadi.

Mengetahui Ishadi mengatakan kalimat seperti itu, saya sangat sedih. Betapa tidak, ia adalah salah satu orang hebat di jagat pertelevisian nasional. Saya salah satu pengaggum beliau. Tapi kenapa nadanya terdengar pesimis begitu? Ah, barangkali Ishadi telah berubah. Ya, memang manusia pasti berubah. Entah berubah ke arah yang jauh lebih baik atau malah menurun kualitas idealismenya.




Meski tidak mengenal Ishadi secara dekat, namun buat saya, pria kelahiran ini kelahiran Majene, 30 April 1943 ini adalah sosok yang saya kagumi. Ia adalah pria hebat. Legenda hidup yang telah membawa TVRI menjadi stasiun televisi yang sangat diperhitungkan. Betapa tidak, berbagai inovasi dilakukan saat kepemimpinannya. Kreativitas acara pun Nampak beragam.

TVRI memang sudah seperti “ibu kandung”-nya. Maklumlah, Ishadi memulai karir di dunia pertelevisian dan berkembang di TVRI. Pria yang bernama asli Ishadi Soetopo Kartosapoetro ini memulai karir di TVRI dari bawah, yakni sebagai seorang Reporter berita pada 1967. Hanya cukup dua tahun menjadi News Reporter, karirnya langsung meningkat menjadi Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Berita.

Setelah berkeliling untuk menjalani berbagai pendidikan, salah satunya di Amerika Serikat pada 1980, pada 1982, ia aktif kembali di Subdirektorat Pemberitaan TVRI. Setelah menjadi Kepala stasiun TVRI Yogyakarta dan menghasilkan program invoatif, pemilik gelar Master of Science dari Ohio Universiti AS, dan doktor dari Universitas Indonesia ini menjabat sebagai Kepala TVRI Stasiun Pusat (1987-1992). Lalu menjabat sebagai Diretorat Jenderal Radio dan Televisi dan Film (Dirjen RTF) pada 1998 dan Kepala Dewan Pengawas TVRI (2000-2001).

Ketika menjabat Dirjen RTF, Ishadi adalah orang yang membuka angin reformasi di kalangan radio, televisi, dan film (RTF) . Kebebasan dan idealisme itulah yang membuat banyak insan RTF respek dengan Ishadi. Namun sayang, cita-cita reformasi harus berujung dipecatnya Ishadi dari jabatan tersebut dan pada 7 Oktober 1998 secara resmi digantikan oleh bawahannya A. Azis Husain.

Tentang pemecatan, sebetulnya bukan baru saat menjadi Dirjen RTF saja, sebelumnya ketika menjabat jadi Direktur TVRI, Ishadi juga “disingkirkan” oleh Menteri Penerangan yang kala itu dijabat oleh Harmoko. Ada tiga versi pemecatan tersebut. Versi pertama, Ishadi menentang anak-anak Habibie yang berniat mengambil alih stasiun-stasiun televisi swasta dari tangan anak-anak Soeharto. Tarekh Habibie bersiap mengalihkan saham Bambang Trihatmodjo (RCTI dan SCTV) dan Siti Hardiyati (TPI) agar televisi-televisi swasta itu tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bisa dikontrol Habibie.

Versi kedua, ide Ishadi untuk menjadikan TVRI lebih independen ditentang oleh birokrasi pemerintah sendiri. Pemerintah tetap ingin TVRI sebagai corong mereka. Versi ketiga, Ishadi berselisih paham dengan Dirjen Penerbitan Pers dan Grafika (PPG) Dailami mengenai RUU Penyiaran. Ide-ide Ishadi berseberangan dengan Dailami yang lebih pro-pemerintah. Akhirnya, dari jabatannya sebagai Direktur Utama TVRI, ia disingkirkan dan hanya posisi sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Media dan Elektronik. Menganggap tidak cukup berkembang di posisi tersebut dan tidak ingin magabut (makan gaji buta), ia pun pensiun dini. Sungguh idealis bukan?

Ternyata Tutut yang sebelumnya menjadi “musuh” Ishadi mengajak gabung di TPI pada 1996. Di stasiun televisi ini, ia menjabat sebagai Direktur Operasional sampai pada 2001. Setelah resign dari TPI, ia ditarik Chairul Tanjung menjadi Direktur Utama Trans TV pada 2001. Tujuh tahun kemudian, ia menjabat sebagai Komisaris Trans TV dan Trans 7.

Kesuksesan Trans TV di awal berdiri, tak bisa lepas dari kerja keras dan cita-cita Ishadi. Stasiun televisi yang bermarkas di jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan ini pernah duduk di peringkat kedua di Indonesia di bawah RCTI. Cita-cita Ishadi untuk menjadikan Trans TV nomor satu sempat ditanggapi pesimis oleh rekan-rekan seprofesinya. Namun, program-program Ceriwis, Extravaganza, dan sejumlah acara lain lahir di bawah kepemimpinannya.

“Saya pernah mengatakan kepada teman-teman pada waktu pertama kali Trans TV merekrut karyawan, bahwa target kita adalah nomor satu. Ada yang bilang nggak mungkin pak, ada juga yang bilang ke kita kan belum pengalaman. Tapi saya katakan kalau targetnya nomor lima, kalau berhasil Anda hanya menjadi nomer lima, tapi kalau kalah yah hanya jadi nomer enam. Tapi kalau targetnya nomor satu, paling nggak jadi nomer dua itu kalau kalah,” ujar Ishadi, yang penulis kutip dari situs Rileks.com.

Tak cuma saat berada di TVRI Ishadi mendapat tantangan. Saat di Trans TV, ia sempat tersandung sejumlah masalah, salah satunya kasus perebutan kanal frekuensi Trans TV dan TPI di Purwokerto. Barangkali Anda belum lupa pada awal Januari 2007, Ishadi sempat kaget tentang beredarnya gosip yang beredar di milis seputar penyuapan yang dilakukannya pada pejabat di Dirjen Postel dan pejabat daerah Dinas Perhubungan di berbagai kota kabupaten. Penyuapan ini terjadi lantaran kasus perebutan kanal frekuensi tersebut.

Kini, Ishadi telah jauh berubah. Kata-katanya: ‘Kita bergantung pada satu program’, seolah mencerminkan tak ada lagi kreativitas yang bisa dihasilkan dari tim yang dipimpin oleh penulis buku Habis Gelap Terbitlah Terang (2011) ini. Padahal, saya masih yakin sekali, di bawah kepemimpinan pria yang pernah menjadi anggota pengurus PEWARTA (Persatuan Wartawan Radio dan TV) periode 1973-1975 ini, Trans TV tidak akan ‘bergantung pada satu program’.

Sebetulnya banyak sekali program kreatif yang berkualitas, tetapi tetap menghibur yang sudah Trans TV hasilkan. Sebut saja Bosan Jadi Pegawai, Jika Aku Menjadi, Mozaik Islam, My Trip My Adventure, DR OZ, dan beberapa lain. Trans TV tak akan mungkin hanya ‘bergantung pada satu program‘ sebagaimana dikatakan Ishadi. Sebab, stasiun televisi yang kemarin baru merayakan ulang tahun ini dikenal sebagai ’sekolah broadcast’ penghasil karyawan-karyawan kreatif yang luar biasa. ‘Lulusan’ Trans TV telah tersebar di hampir seluruh stasiun televisi tanah air. Oleh karena itu, program-program kreatif pasti bisa dihasilkan dari Trans TV, ketimbang bergantung pada satu program saja.

http://www.islampos.com/yks-janji-ti...seronok-93209/
Polling
0 suara
Menurut Agan setuju tidak, Acara YKS diblokir?
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
4K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan